Sabtu, 24 Januari 2015

Tugas 11 Ilmu Sosial Dasar #

Lingkungan Miskin di Nauru
(Negara Kecil yang Dulunya Kaya)

Nauru adalah negara terkecil ketiga setelah Vatikan dan Maroco yang terletak sejajar di ujung timur Pulau Papua, antara Hawai (AS) dan Australia. Persisnya di tengah Samudera Pasifik. Termasuk bagian gugus Kepulauan Micronesia, salah satu dari tiga kelompok pulau di jajaran Kepulauan Pasifik. Sebuah negara yang terdiri dari satu pulau seluas 21 kilometer dan memiliki 10 daerah komunitas (semacam kompleks konsentrasi penduduk), dan tak memiliki ibukota negara kecuali kompleks yang disebut Goverment Centre (bangunan pusat pemerintahan/eksekutif) dan House of State (semacam gedung parlemen/legislatif) di bagian Selatan pulau.
Nauru merupakan sebuah pulau berbentuk oval yang dililit sabuk karang melingkar di dekat pantainya. Dengan tepi pulau yang cenderung terjal bertebing rata-rata 30 meter di atas permukaan laut (mdpl). Sementara topografinya berupa plato (dataran luas) sampai setinggi 61 mdpl. Pulau Nauru persis dilintasi katulistiwa yang lebih condong ke belahan bumi selatan. Hal ini membuat negara Republik Nauru beriklim tropis dengan suhu terendah 24 derajat celcius dan suhu terpanas 34 derajat celcius. Walau termasuk pulau karang yang berbatu, lapisan tanah Pulau Nauru tergolong subur. Karena hampir 70% plato pulau itu ditutupi lapisan fosfat. Sementara area tanah tersubur terdapat di sekitar laguna (semacam danau kecil) yang terletak di plato wilayah barat daya, tak jauh dari daerah komunitas Yangor.
Fasilitas yang terdapat dinegara ini hanyalah satu akses jalan raya beraspal yang mengelilingi pulau, satu jalur kereta api, 2 rumah sakit pemerintah, 11 klinik, satu kantor pos, 1 pasar, 1 hotel, 1 pelabuhan, 1 bandara, 2 restoran, 5 sekolah playgrup, 1 sekolah dasar, 1 sekolah lanjutan, 1 sekolah misi Katolik Roma, dan 1 sekolah tinggi keguruan. Negara pulau yang juga berjuluk “Happy Island” ini berbentuk republik dengan presiden sebagai kepala negara. Sistem ketatanegraanya sederhana dengan satu pusat pemerintahan. Roda pemerintahan diatur oleh presiden dan kabinetnya plus 18 anggota parlemen. Pemilihan anggota parlemen dilakukan dalam pesta demokrasi tiga tahun sekali.
Sebagai negara kecil, populasi di Nauru tak lebih dari 13.000 orang yang lebih dari separuhnya berdomisili di selatan pulau dekat dengan pusat pemerintahan. Penduduk asli negara ini adalah orang-orang Nauru yaitu suku bangsa campuran Polinesia, Micronesia, dan Melanesia. Penduduk Nauru berbicara dalam bahasa Nauru dan Inggris. Di samping penduduk asli, ada juga kaum pendatang. Umumnya dari Australia, RRC, Kiribati, dan Tuvalu. Kaum pendatang ini adalah pekerja kontrak untuk pertambangan fosfat yang menjadi hasil utama dan terbesar Republik Nauru.

Kemiskinan di Nauru 
Fosfat adalah senyawa kimia penting yang terbentuk dari endapan kotoran burung selama ribuan tahun. Biasanya dimanfatkan untuk pupuk dan kegunaan kimiawi terbatas lainnya. Nauru adalah satu dari sedikit negara pengekspor fosfat terbesar di dunia. Menjadi sumber satu-satunya kekayaan negeri yang merdeka sejak 1968. Di samping menambang dan mengekspor fosfat, Nauru juga punya perusahaan perkapalan dan penerbangan. Keduanya perusahaan pemerintah dalam bidang transportasi ini melayani jalur pelayaran dan penerbangan di wilayah Pasifik.
Selain itu, negara yang pernah sangat makmur ini juga punya industri lokal perikanan dan pembuatan kano (kapal kecil untuk olahraga). Begitu pun, untuk memenuhi kebutuhan primer dan sekundernya, Nauru senantiasa mengimpor dari negara tetangga terutama Australia. Impor utama itu termasuk otomotif (kendaraan), makanan, perabot, mesin, obat-obatan, sepatu, bahkan air bersih. Semuanya dibayar dengan dolar Australia sebagai acuan kurs mata uang resmi negara itu.
Kekayaan yang melimpah tak selamanya memberikan jaminan kemakmuran. Mabuk kepayang dalam kemewahan bisa berubah menjadi bencana. Inilah yang terjadi dalam perjalanan negara Republik Nauru. Nauru pernah dikenal sebagai satu dari negara terkaya di dunia dengan pendapatan perkapita sebesar 17.000 dolar US pertahun. Karunia kandungan alam yang melimpah dan menjadi sentra tambang fosfat utama dunia. Dalam pasar ekspor dan ekonomi industri, Nauru dijuluki “Negara Fosfat”. Ini karena 70% kandungan tanah di Pulau Nauru terdiri dari endapan kotoran burung yang menjadi fosfat.
Sejak mengelola sendiri industri dan pertambangan fosfatnya, Nauru menjadi negara paling surplus. Selama 40 tahun negara itu berubah menjadi negara mewah dengan pemerintah yang paling royal terhadap rakyat, dan punya standar hidup kaum jet set. Nilai eksport fosfat yang sangat mahal dan bernilai tinggi itu ternyata mengaburkan “kewaspadaan” Nauru sebagai negara dan bangsa. Bahkan penduduk Nauru saat itu mengibaratkan dolar sebagai tisu toilet yang mudah dibuang.
Segala kemewahan yang didapat dari fosfat membuat pemerintahnya menjadi kurang kontrol terhadap manajemen keuangannya. Begitu pun rakyatnya terlalu dimanjakan sehingga lambat laun berubah menjadi bangsa yang hidup enak dan “malas”. Di Nauru bahkan tidak ada yang namanya pers dan penyiaran elektronik. Rata-rata setiap penduduk mempunyai fasilitas perumahan dan barang lux bahkan penduduknya sering liburan ke luar negeri. Walau jalan raya di seluruh pulau itu bisa dikelilingi selama 20 menit saja, namun setiap rumah setidaknya punya dua mobil dan satu di antaranya pasti mobil mewah kelas dunia.
Royalnya pemerintah membuat rakyat tak dikenakan pajak, biaya pendidikan dan kesehatan digratiskan, dan kehidupan harian (pangan) disubsidi negara. Bahkan hampir 80% angkatan kerja diberi pekerjaan di instansi pemerintah. Sebagai pegawai negeri mereka tidak terikat jam kerja. Bahkan seorang pengangguran sekalipun bisa menikmati kemewahan, karena disubsidi penuh oleh negara. Pemuda Nauru yang ingin meneruskan sekolah di perguruan tinggi diberikan beasiswa, akomodasi, dan transportasi memadai untuk menimba ilmu di luar negeri (biasanya ke Australia). Begitu juga dengan pasien yang butuh perawatan khusus.
Semua kemewahan dan kesenangan itu, membuat rakyat menjadi malas bekerja dan menghabiskan waktu untuk menikmati semua kesenangan hidup. Bahkan saat kejayaannya untuk mengelola semua pekerjaan yang membutuhkan pemikiran (manajerial) dan pekerja lapangan (field skill), pemerintah Nauru memakai tenaga ekpatriat (pekerja asing) yang mayoritas dari Australia, RRC, Kiribati dan Tuvalu. Selama tambang fosfat masih menghasilkan mungkin gaya mewah penduduk Nauru ini tak jadi masalah. Tercatat pendapat rata-rata penduduk Nauru jauh melebihi ambang lebih dari cukup pada standar pendapatan penduduk dunia. Namun dalam lima tahun terakhir, negara mulai menyadari bahwa cadangan fosfat mulai habis. Hal itu disadari pada waktu yang sudah sangat terlambat. Di mana telah terjadi penurunan ekspor drastis dari angka 200 juta ton setiap tahunnya mendekati angka puluhan ton dalam tahun-tahun terakhir.
Sebelumnya, Pemerintah Nauru memang sudah melakukan investasi di Australia mencapai angka miliaran dolar AS. Namun karena orang-orang Nauru tak mahir mengelola keuangan, modal investasi itu hanya tersisa sejutaan dolar saja. Satu-satunya investasi pada bangunan yang masih tetap berdiri di Australia adalah House of Nauru, yaitu bangunan 52 tingkat milik negara Nauru, dan dua gedung lain di kepulauan Pasifik. Anekdot terhadap gedung ini: Seandainya Pulau Nauru tergadai, maka seluruh penduduk akan pindah ke House of Nauru! Ya, Nauru kini berbeda dengan Nauru di masa empat puluhan tahun yang lalu. Negara pulau itu kini sudah di ambang kebangkrutan. Bahkan perusahaan perkapalan dan penerbangannya sudah nyaris tutup. Tersisa hanya sedikit kapal kecil dan satu pesawat terbang kenegaraan. Padahal sebelumnya Nauru punya sejumlah armada kapal mewah dan beberapa pesawat terbang komersil. Namun semua aset itu sudah dijual dan hampir 90% tanah di negara kecil ini tidak dapat digunakan lagi akibat eksploitasi berlebihan saat masa kejayaannya.
Menyadari jurang kebangkrutan yang menghadang, pemerintah Nauru sempat mengambil langkah yang dianggapnya cukup cerdik. Padahal, “jurus-jurus” itu justru tak menolong Nauru lepas dari kehancurannya. Trik-trik yang digunakan justru tidak melepaskan negara itu dari kebangkrutan selain poengalihan masalah yang menjadi problem di kemudian hari. Dalam anekdot dunia, Nauru pernah mengambil beberapa langkah “salah” dalam kekalutannya. Tercatat Nauru pernah bernegosisasi dengan Asutralia bahwa negara Nauru siap menampung imigran ilegal dari Australia. Bayarannya hanya berupa stok bahan bakar, biaya pengobatan, dan sejumlah dana akomodasi bagi pengungsi. Australia menerima tawaran ini, dan Nauru pun menanggung akibat menjadi kamp pengungsi.
Nauru pernah pula memberikan izin kemudahan terhadap pendirian perbankan di negaranya. Banyak bank dalam dan luar negeri yang membuka jasa layanan di negara itu dengan imbalan semacam persentase “komisi” kepada negara Nauru. Namun akibatnya, Nauru pun menjadi negara yang terkenal akan bisnis cuci uang (money laundry). Akhirnya Nauru masuk dalam daftar blacklist dalam dunia perbankan dan transasksi finansial. Kebijakan perbankan Nauru pun direstorasi dan banyak bank yang ditutup. Masalah baru bagi negara “Happy Island” itu. Negara Republik Nauru juga sudah menjual semua aset perusahaan daerahnya, termasuk dalam bidang perkapalan dan penerbangan. Akibatnya, transportasi menjadi kendala, dan uang hasil penjualan aset-aset itu habis menutup modal dan utang. Bahkan gaji pegawai pun sulit untuk dibayar. Betapa Nauru yang dulu dikenal dengan negara yang sangat kaya raya, kini sudah terpuruk dan sekarat dalam lingkungan kemiskinan yang tidak dapat dibangkitkan lagi.



Sumber:

Nama   : Arif Junisman Mendrofa
NPM   : 314 13 323
Kelas   : 2ID06


Tidak ada komentar:

Posting Komentar