Hukum industri merupakan ilmu yang mengatur masalah perindustrian dalam suatu wilayah atau negara, antara lain mengatur bagaimana cara perusahaan mengatur sistem perusahaannya serta sanksi-sanksi apa saja yang akan diterima jika perusahaan tersebut melanggar sanksi tersebut. Hukum industri juga menyangkut permasalahan desain produksi dan hukum konstruksi serta standarisasi, masalah tanggungjawab dalam sistem hukum industri, dan analisis tentang masalah tanggungjawab dalam sistem hukum industri. Peraturan mengenai desain atau perancangan dalam dunia industri dapat dilihat pada Undang-Undang No. 31 tahun 2000 tentang desain industri. Peraturan industri didasarkan pada konsep pemikiran bahwa lahirnya industri tidak terlepas dari kemampuan kreativitas cipta, rasa dan karsa yang dimiliki oleh manusia. Tujuan dibuatnya hukum industri adalah sebagai sarana pembaharuan atau pembangunan dibidang industri dalam perspektif ilmu-ilmu yang lain, hukum industri dalam sistem kawasan berdasarkan hukum tata ruang, hukum industri dalam sistem perizinan yang bersifat lintas lembaga dan yurisdiksi hukum industri dalam perspektif global dan lokal, hukum alih teknologi, desain produksi dan hukum konstruksi serta standarisasi, masalah tanggungjawab dalam sistem hukum industri, pergeseran hudaya hukum dari ‘command and control’ ke ‘self-regulatory system’ untuk mengurangi ongkos birokrasi serta undang-undang Perindustrian.
Hak kekayaan intelektual atau sering disingkat “HKI” dengan akronim “HaKI” adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual property rights (IPR). HKI merupakan hak yang timbul bagi hasil olah pikir dengan menghasikan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia. Inti dari HKI adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual. Objek yang diatur dalam HKI adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia. Singkatnya, hak kekayaan intelektual itu merupakan hak kebendaan, hak atas sesuatu benda yang bersumber dari hasil kerja otak (peranannya sebagai pusat pengaturan segala kegiatan fisik dan psikologis), hasil kerja rasio. Hasil dari pekerjaan rasio manusia yang menalar, hasil kerjaanya itu berupa benda immateril (benda yang tidak berwujud). Hak kekayaan intelektual termasuk dalam bidang hukum perdata yang merupakan bagian hukum benda. Khusus mengenai hukum benda terdapat pengaturan tentang hak kebendaan. Hak kebendaan terdiri atas hak benda materil dan immateril. Pembahasan terletak pada hak benda immateril, yang dalam kepustakaan hukum sering disebut dengan istilah hak milik intelektual atau hak atas kekayaan intelektual yang terdiri dari copy rights (hak cipta) dan industrial property rights (hak kekayaan perindustrian).
(Sumber: http://e-tutorial.dgip.go.id/pengertian-hak-kekayaan-intelektual/ dan http://nurjannah.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/29951/HAK+KEKAYAAN+INTELEKTUAL.pdf).
Hukum kekayaan industri terdiri dari merek, paten, desain produk industri, dan perlindungannya juga menembus dinding-dinding nasional. Hak kekayaan industri dapat dilihat dari perlindungan terhadap merek yang berlangsung terus menerus selama pemiliknya masih menggunakan merek tersebut, untuk kegiatan perdagangan barang dan jasanya. Perlu diketahui jika jangka waktu perlindungannya tersebut harus selalu diperpanjang setiap 10 tahun, dan apabila tidak diperpanjang maka merek tersebut akan dinyatakan kadaluarsa. Selanjutnya, hak kekayaan industri juga termasuk hak paten yang merupakan hak eksklusif dari negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Hak desain industri juga termasuk bagian hak kekayan industri. Hak desain industri adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara Republik Indonesia kepada pendesain atas hasil kreasinya untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hal tersebut.
(Sumber: http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2015/04/09/hak-kekayaan-industri-dalam-ranah-hki-717301.html).
Hak cipta adalah salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun penggunaan hak cipta berbeda dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya. Hak cipta merupakan hak eksklusif, dalam hal ini hasil buah pikiran atau kreasi manusia dibidang seni, sastra, dan ilmu pengetahuan. Ruang lingkup perlindungan hak cipta sangat luas, karena tidak saja menyangkut hak-hak individu dan badan hukum lainnya yang berada dalam lingkup nasional. Lebih jauh menembus dinding-dinding dan batas-batas suatu negara yang untuk selanjutnya lebur dalam hukum, ekonomi politik sosial dan budaya dunia internasional. Hak cipta berlaku juga pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau “ciptaan”. Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film, karya-karya koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) seperti desain industri.
(Sumber: http://achmadsulaiman.blogspot.com/2013/06/penjelasan-hak-cipta-dan-contoh.html dan http://nurjannah.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/29951/HAK+KEKAYAAN+INTELEKTUAL.pdf).
Hak cipta juga memiliki dasar hukum yang kuat dan diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta. Undang-undang hak cipta yang berlaku dinegara Indonesia adalah UU No. 19 Tahun 2002, yang sebelumnya UU ini berawal dari UU No. 6 Tahun 1982 menggantikan Auteurswet 1982. Undang-undang tersebut dikeluarkan sebagai upaya pemerintah dalam merombak sistem hukum yang ditinggalkan oleh Pemerintah Hindia Belanda kepada suatu sistem hukum yang dijiwai falsafah negara Indonesia, yaitu Pancasila. Undang-Undang hak cipta 1982 yang diperbaharui dengan UU No. 7 Tahun 1987 dan diperbaharui lagi dengan UU No. 12 Tahun 1997, terakhir dengan UU No. 19 Tahun 2002. Batasan tentang hal-hal yang dilindungi sebagai hak cipta, dijelaskan pada rumusan pasal 12 Undang-Undang Hak Cipta (UHC) Indonesia yaitu sebagai berikut:
Ayat 1 : Ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang mencakup buku, program komputer, pamflet, susuan perwajahan (lay out), karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim.Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan. Arsitektur, peta. seni batik, fotografi, sinematografi, terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lainnya dari hasil pengalihwujudan.
Ayat 2 : Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat sebelumnya dilindungi sebagai ciptaan tersendiri, dengan tidak mengurangi hak cipta atas ciptaan asli.
Ayat 3 : Sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) termasuk semua ciptaan yang tidak atau belum diumumkan, tetapi sudah merupakan suatu bentuk kesatuan yang nyata, yang memungkinkan perbanyakan hasil karya itu.
Satu hal yang dicermati adalah yang dilindungi dalam hak cipta ini yaitu haknya, bukan benda yang merupakan perwujudan dari hak tersebut. Pasal 2 UU No.19 tahun 2002 juga menjelaskan mengenai fungsi dan sifat hak cipta itu sendiri. Bunyi dari pasal tersebut adalah sebagai berikut:
a) Hak cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b) Pencipta dan/atau pemegang hak cipta atas karya sinematografi dan program komputer memiliki hak untuk memberikan izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial.
(Sumber: http://computerssmaintenance.blogspot.com/2013/04/hak-cipta-fungsi-sifat-dan-penggunaan.html dan http://nurjannah.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/29951/HAK+KEKAYAAN+INTELEKTUAL.pdf).
Hak paten merupakan hak khusus yang diberikan oleh Negara kepada penemu atas hasil temuannya di bidang teknologi selama waktu tertentu, dengan melaksanakan sendiri penemuannya tersebut untuk memberikan persetujuannya kepada orang lain untuk melakukannya. Pemegang hak paten adalah seorang inventor sebagai pemilik paten atau pihak yang menerima hak tersebut dan terdaftar dalam Daftar Hak Paten. Istilah paten bermula dari bahasa Latin yang berarti dibuka dan berlawanan dengan Latent yang berarti terselubung, oleh karenanya bahwa suatu penemuan yang mendapatkan paten harus terbuka agar diketahui oleh umum. Keterbukaan tersebut tidak berarti setiap orang dapat mempraktikan penemuan yang dengan mudah didayagunakan oleh orang lain. Singkatnya, setelah habis masa perlindungan patennya, penemuan tersebut menjadi milik umum (public domain), pada saat inilah benar-benar terbuka. Terbukanya suatu penemuan yang baru, membantu memberi informasi yang diperlukan bagi pengembangan teknologi selanjutnya berdasarkan penemuan tersebut dan untuk memberi petunjuk kepada mereka yang berminat dalam mengeksploitasi penemuan itu. Berdasarkan penjelasan sebelumnya maka dengan demikian paten adalah hak istimewa (eksklusif) yang diberikan kepada seorang penemu (inventor) atas hasil penemuan (invention) yang dilakukan di bidang teknologi, baik yang berbentuk produk atau proses saja, atas dasar hak istimewa tersebut. Pihak lain dilarang untuk mendayagunakan hasil penemuannya terkecuali atas izinnya atau penemu sendiri melaksanakan hasil penemuannya.
Hak paten diatur dalam Undang-Undang Nomor. 14 Tahun 2001 tentang Paten (selanjutnya disebut UU Paten). Pendaftaran dengan Hak Prioritas diatur secara khusus pada Undang-Undang No 14 Tahun 2001 tentang Hak Paten pada pasal yang ke 27, yaitu sebagai berikut:
1. Pendaftaran Menggunakan Hak prioritas sebagaimana diatur dalam Paris Convention for the Protection of Industri Property yang mengatur tentang jangka waktu dan tata cara dalam mengajukan pendaftaran.
2. Pendaftaran yang mengunakan permohonan dengan hak prioritas wajib dilengkapi dengan dokumen prioritas, yang disahkan oleh pejabat berwenang.
3. Apabila poin pertama dan kedua tidak dipenuhi, maka permohonan tidak bisa diajukan dengan menggunakan hak prioritas.
Pasal 17 UU Paten:
UU Paten mengenai hak pemegang paten untuk melaksanakan paten sesungguhnya dapat dilihat dari dua sudut kepentingan, yaitu hak pemegang paten itu sendiri dan kepentingan nasional atau pemerintah sebagai pembuat peraturan. Pasal 71 UU Paten memuat ketentuan mengenai pelarangan pencantuman atau pemuatan dalam suatu perjanjian paten hal-hal yang dapat merugikan kepenrtingan nasional atau membatasi kemampuan Indonesia untuk menguasai teknologi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar