KEBUDAYAAN MENGAGUMKAN DARI NIAS.
Suku Nias adalah salah satu suku kebanggaan Indonesia
yang dari awal hidup dan tinggal di pulau Nias, Sumatera Utara. Dalam bahasa Nias,
orang Nias menamakan diri mereka "Ono Niha" (Ono = anak/keturunan;
Niha = manusia yang sering diartikan sebagai anak/keturunan Nias) dan pulau
Nias sebagai "Tanö Niha" (Tanö = tanah) diartikan sebagai tanah Nias. Masyarakat Nias selalu menyapa satu sama lain dengan diawali kata yang telah lama tumbuh dan berkembang dalam budaya Nias yaitu "Ya'ahowu"
Suku Nias adalah masyarakat yang hidup dalam
lingkungan adat dan kebudayaan yang masih tinggi. Hukum adat Nias secara umum
disebut ‘fondrakö’ yang mengatur segala segi kehidupan mulai dari kelahiran
sampai kematian. Masyarakat Nias kuno hidup dalam budaya megalitik dibuktikan
oleh peninggalan sejarah berupa ukiran pada batu-batu besar yang masih ditemukan
di wilayah pedalaman pulau Nias sampai sekarang.
Suku Nias kuno mengenal sistem kasta/strata (12
tingkatan kasta/strata). Dimana tingkatan yang tertinggi adalah
"Balugu" yang sama dengan raja tertinggi. Untuk mencapai tingkatan
ini seseorang harus mampu melakukan pesta besar dengan mengundang ribuan orang
dan menyembelih ribuan ekor ternak babi selama berhari-hari.
Pulau Nias terletak di sebelah barat pulau Sumatra lebih
tepatnya terletak kurang lebih 85 mil laut dari Sibolga, daerah Provinsi
Sumatera Utara. Pulau Nias memiliki luas wilayah 5.625
km² dan berpenduduk 700.000 jiwa. Agama mayoritas
daerah ini adalah Kristen Protestan. Nias saat ini telah dimekarkan
menjadi empat kabupaten dan 1 kota, yaitu Kabupaten Nias Induk, Kabupaten Nias
Selatan, Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Nias Utara, dan Kota Gunungsitoli. Kota
Gunungsitoli merupakan salah satu kota madya di Sumatera Utara, dan fasilitas
serta kemajuan kota ini sangatlah pesat dan masyarakat yang tinggal di kota
Gunungsitoli telah melakukan perubahan sejak tahun 2000 dengan hidup dalam
dunia yang serba IPTEK, itu sebabnya Gunungsitoli menjadi pusat dari pulau Nias.
Pulau Nias tidak dapat dianggap remeh, daerah ini memiliki
obyek wisata yang banyak dan tersebar diberbagai daerah dipulau ini. Pulau Nias
terlebih di kabupaten Nias Selatan selalu ramai akan turis mancanegara,
pengunjung dari luar daerah, bahkan peselancar-peselancar internasional dan
artis-artis dalam negeri maupun luar negeri pernah berkunjung di pulau Nias
baik secara diam-diam (tanpa diketahui media atau masyarakat luas) maupun
secara terang-terangan. Para pengunjung lebih sering berkunjung di kabupaten
Nias Selatan karena menjadi daerah yang paling terkenal obyek wisatanya di
pulau Nias. Bahkan tak heran jika turis mancanegara / warga negara asing sering
mengklaim Nias sebagai surga ke dua Indonesia setelah pulau Bali. Beberapa
obyek wisata yang menjadi target pengunjung dalam negeri maupun luar negeri di
pulau Nias yakni pantai Lagundri, pantai
Sorake untuk berselancar (surfing), rumah tradisional dan perkampungan Bawamataluo
yang menjadi salah satu Warisan Dunia oleh UNESCO, melihat atraksi fahombo batu
(lompat batu), atraksi Foluaya
(tari perang) ataupun diving (menyelam) dan snorkeling diberbagai pantai yang
tersebar dipulau Nias. Akses menuju ke pulau Nias dapat melalui pesawat yang nantinya
akan mendarat ke bandara Binaka Nias atupun dengan kapal laut yang akan
berlabuh di pelabuhan kota Gunungsitoli.
Pantai Sorake, Kabupaten Nias Selatan.
Turis mancanegara sedang surfing di Pantai Sorake, Kabupaten Nias Selatan.
Beberapa
makanan khas dari Nias, yakni:
-
Gowi Nihandro
(Gowi Nitutu ; Ubi tumbuk)
-
Harinake (daging
babi cincang dengan cacahan yang tipis dan kecil-kecil)
- Godo-godo (ubi /
singkong yang diparut, dibentuk bulat-bulat kemudian direbus setelah matang di
taburi dengan kelapa yang sudah di parut)
- Köfö-köfö(daging
ikan yang dihancurkan, dibentuk bulat dan dijemur/dikeringkan/diasap)
-
Ni'owuru (daging
babi yang sengaja diasinkan agar bisa bertahan lama)
-
Rakigae (pisang
goreng)
-
Tamböyö (ketupat)
-
Löma (beras ketan
yang dimasak dengan menggunakan buku bambu)
-
Gae nibogö
(pisang bakar)
-
Kazimone (terbuat
dari sagu)
-
Bawayasö (nasi
pulut)
Beberapa
minuman khas dari Nias, yakni:
-
Tuo nifarö (tuak) adalah minuman yang berasal dari air sadapan pohon
nira (dalam bahasa Nias "Pohon Nira" = "töla nakhe" dan
pohon kelapa (dalam bahasa Nias "Pohon Kelapa" = "töla
nohi") yang telah diolah dengan cara penyulingan. Umumnya Tuo nifarö
mempunyai beberapa tingkatan (bisa sampai 3 (tiga) tingkatan kadar alkohol).
Dimana Tuo nifarö No. 1 bisa mencapai kadar alkohol 43%.
-
Tuo mbanua (minuman tuak mentah yang berasal dari air sadapan pohon
kelapa atau pohon nira yang telah diberi 'laru' berupa akar-akar tumbuhan
tertentu untuk memberikan kadar alkohol)
Adapun beberapa budaya yang lahir dan tumbuh dalam masyarakat
suku Nias yakni:
-
Fahombo (Lompat
Batu)
-
Fatele/Foluaya (Tari
Perang)
- Maena (Tari Masal)
- Tari Moyo
- Tari Mogaele
-
Tari Baluse
-
Tari Ya’ahowu
untuk menyambut tamu besar ataupun ketua-ketua adat
- Sapaan Ya'ahowu jika
bertemu dengan orang lain
-
Fame Ono
nihalõ (saat pernikahan)
-
Omo Hada (Rumah adat
suku Nias)
-
Fame'e Tõi Nono
Nihalõ (Pemberian nama bagi perempuan yang sudah menikah).
Dalam
artikel ini, saya akan lebih membahas mengenai Tari Perang (Foluaya), dan Lompat
Batu (Fahombo Batu).
LOMPAT BATU (HOMBO BATU)
Di
pulau Nias masih banyak terdapat batu-batu besar (megalitik). Batu – batu besar
ini di gunakan oleh masyarakat setempat untuk melakukan tradisi Lompat Batu
atau Hombo Batu. Tradisi lompat batu sudah dilakukan sejak zaman leluhur kuno suku
Nias, saat itu mereka sering berperang antar desa, dimana terprovokasi oleh
rasa dendam, perbatasan tanah, atau masalah perbudakan. Masing-masing desa
kemudian membentengi wilayahnya dengan batu atau bambu setinggi 2 meter. Sehingga
leluhur kuno Nias melatih diri mereka agar kuat dan mampu menembus benteng
lawan tersebu. Seiring berkembangnya zaman, tradisi ini turut berubah
fungsinya. Karena zaman sekarang sudah tidak terjadi lagi perang, maka tradisi
Hombo Batu (lompat batu) lebih ditujukan pada acara ritual, adat, ataupun
atraksi untuk dipertontonkan.
Batu yang harus dilompati tingginya sekira 2
meter, berlebar 90 cm, dan panjangnya 60 cm. Dengan ancang-ancang lari yang
tidak jauh, seorang pemuda Nias akan dengan tangkas melaju kencang lalu
menginjak sebongkah batu untuk kemudian melenting ke udara melewati sebuah batu
besar setinggi 2 meteran menyerupai benteng. Puncak batu tidak boleh tersentuh
sama sekali dan sebuah pendaratan yang sempurna harus dituntaskan karena
apabila tidak maka resikonya adalah cedera otot atau bahkan patah tulang. Para pelompat yang melompati Batu besar itu terlebih
dahulu melalui pijakan batu kecil sebelum melompati batu peninggalan masa lalu
tersebut. Banyak pemuda yang bersemangat untuk dapat melompati batu besar ini,
namun bukan semudah yang dibayangkan dimana sangat jarang sekali ono niha
(masyarakat atau anak Nias) yang dapat melakukannya. Perlu diketahui, Hombo
batu (lompat batu) hanya boleh dilakukan oleh laki-laki keturunan Nias saja.
Keluarga
yang masih kuat budaya Niasnya di pulau Nias akan mendidik anaknya laki-laki
sedari 7 tahun dengan berlatih melompati tali yang terus ditinggikan takarannya
seiring usia mereka yang bertambah. Bila saatnya tiba, setelah melalui latihan
yang matang maka mereka akan diperbolehkan melompati tumpukan batu berbentuk
seperti prisma terpotong setinggi 2 meter ini. Dalam adat Nias, Hombo batu
(lompat batu) sekaligus menjadi ukuran keberanian dan kedewasaan anak laki-laki
sebagai keturunan pejuang Nias.
Tradisi lompat batu di Pulau Nias, Sumatera Utara atau disebut sebagai hombo batu atau fahombo telah berlangsung selama berabad-abad. Tradisi ini lestari bersama budaya megalit di pulau seluas 5.625 km² yang dikelilingi Samudera Hindia dan berpenduduk 700.000 jiwa ini.
Tradisi fahombo diwariskan turun-termurun di setiap keluarga dari ayah kepada anak lelakinya. Akan tetapi, tidak semua pemuda Nias sanggup melakukannya meskipun sudah berlatih sedari kecil. Masyarakat Nias percaya bahwa selain latihan, ada unsur magis dari roh leluhur dimana seseorang dapat berhasil melompati batu dengan sempurna.
Saat zaman leluhur kuno Nias dimana terjadi perang antar desa-desa di Pulau Nias yang dipimpin para bangsawan dari strata/kasta balugu akan menentukan pantas tidaknya seorang pria Nias menjadi prajurit untuk berperang. Selain memilki fisik yang kuat, menguasai bela diri dan ilmu-ilmu hitam, juga harus dapat melompati sebuah batu bersusun setinggi 2 meter tanpa menyentuh permukaannya sedikitpun sebagai tes akhir.
Atraksi hombo batu tidak hanya memberikan kebanggaan bagi seorang pemuda Nias yang berhasil melakukannya tetapi juga untuk keluarga mereka. Keluarga yang anaknya telah berhasil dalam hombo batu maka akan mengadakan pesta bersama masyarakat dengan menyembelih beberapa ekor ternak.
Atraksi hombo batu (lompat batu) yang mengagumkan dan hanya terdapat di pulau Nias ini merupakan gambaran nyata betapa luar biasanya kebudayaan-kebudayaan yang ada di Indonesia ini. Atraksi hombo batu (lompat batu) yang mengagumkan ini hanya dapat dilihat di beberapa tempat di Pulau Nias saja, seperti di Desa Bawo Mataluo, Kabupaten Nias Selatan dan lapangan Merdeka Kota Gunungsitoli.
Tradisi lompat batu di Pulau Nias, Sumatera Utara atau disebut sebagai hombo batu atau fahombo telah berlangsung selama berabad-abad. Tradisi ini lestari bersama budaya megalit di pulau seluas 5.625 km² yang dikelilingi Samudera Hindia dan berpenduduk 700.000 jiwa ini.
Tradisi fahombo diwariskan turun-termurun di setiap keluarga dari ayah kepada anak lelakinya. Akan tetapi, tidak semua pemuda Nias sanggup melakukannya meskipun sudah berlatih sedari kecil. Masyarakat Nias percaya bahwa selain latihan, ada unsur magis dari roh leluhur dimana seseorang dapat berhasil melompati batu dengan sempurna.
Saat zaman leluhur kuno Nias dimana terjadi perang antar desa-desa di Pulau Nias yang dipimpin para bangsawan dari strata/kasta balugu akan menentukan pantas tidaknya seorang pria Nias menjadi prajurit untuk berperang. Selain memilki fisik yang kuat, menguasai bela diri dan ilmu-ilmu hitam, juga harus dapat melompati sebuah batu bersusun setinggi 2 meter tanpa menyentuh permukaannya sedikitpun sebagai tes akhir.
Atraksi hombo batu tidak hanya memberikan kebanggaan bagi seorang pemuda Nias yang berhasil melakukannya tetapi juga untuk keluarga mereka. Keluarga yang anaknya telah berhasil dalam hombo batu maka akan mengadakan pesta bersama masyarakat dengan menyembelih beberapa ekor ternak.
Atraksi hombo batu (lompat batu) yang mengagumkan dan hanya terdapat di pulau Nias ini merupakan gambaran nyata betapa luar biasanya kebudayaan-kebudayaan yang ada di Indonesia ini. Atraksi hombo batu (lompat batu) yang mengagumkan ini hanya dapat dilihat di beberapa tempat di Pulau Nias saja, seperti di Desa Bawo Mataluo, Kabupaten Nias Selatan dan lapangan Merdeka Kota Gunungsitoli.
Nama : ARIF JUNISMAN MENDROFA
NPM : 314 13 323
Kelas : 1ID07
Referensi :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar