Minggu, 20 Oktober 2013

Tugas 3 Ilmu Budaya Dasar #Softskill

KEBUDAYAAN MENGAGUMKAN DARI NIAS.

Suku Nias adalah salah satu suku kebanggaan Indonesia yang dari awal hidup dan tinggal di pulau Nias, Sumatera Utara. Dalam bahasa Nias, orang Nias menamakan diri mereka "Ono Niha" (Ono = anak/keturunan; Niha = manusia yang sering diartikan sebagai anak/keturunan Nias) dan pulau Nias sebagai "Tanö Niha" (Tanö = tanah) diartikan sebagai tanah Nias. Masyarakat Nias selalu menyapa satu sama lain dengan diawali kata yang telah lama tumbuh dan berkembang dalam budaya Nias yaitu "Ya'ahowu"




Suku Nias adalah masyarakat yang hidup dalam lingkungan adat dan kebudayaan yang masih tinggi. Hukum adat Nias secara umum disebut ‘fondrakö’ yang mengatur segala segi kehidupan mulai dari kelahiran sampai kematian. Masyarakat Nias kuno hidup dalam budaya megalitik dibuktikan oleh peninggalan sejarah berupa ukiran pada batu-batu besar yang masih ditemukan di wilayah pedalaman pulau Nias sampai sekarang.

Suku Nias kuno mengenal sistem kasta/strata (12 tingkatan kasta/strata). Dimana tingkatan yang tertinggi adalah "Balugu" yang sama dengan raja tertinggi. Untuk mencapai tingkatan ini seseorang harus mampu melakukan pesta besar dengan mengundang ribuan orang dan menyembelih ribuan ekor ternak babi selama berhari-hari.


           
            Pulau Nias terletak di sebelah barat pulau Sumatra lebih tepatnya terletak kurang lebih 85 mil laut dari Sibolga, daerah Provinsi Sumatera Utara. Pulau Nias memiliki luas wilayah 5.625 km² dan berpenduduk 700.000 jiwa. Agama mayoritas daerah ini adalah Kristen Protestan. Nias saat ini telah dimekarkan menjadi empat kabupaten dan 1 kota, yaitu Kabupaten Nias Induk, Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Nias Utara, dan Kota Gunungsitoli. Kota Gunungsitoli merupakan salah satu kota madya di Sumatera Utara, dan fasilitas serta kemajuan kota ini sangatlah pesat dan masyarakat yang tinggal di kota Gunungsitoli telah melakukan perubahan sejak tahun 2000 dengan hidup dalam dunia yang serba IPTEK, itu sebabnya Gunungsitoli menjadi pusat dari pulau Nias.

Pulau Nias tidak dapat dianggap remeh, daerah ini memiliki obyek wisata yang banyak dan tersebar diberbagai daerah dipulau ini. Pulau Nias terlebih di kabupaten Nias Selatan selalu ramai akan turis mancanegara, pengunjung dari luar daerah, bahkan peselancar-peselancar internasional dan artis-artis dalam negeri maupun luar negeri pernah berkunjung di pulau Nias baik secara diam-diam (tanpa diketahui media atau masyarakat luas) maupun secara terang-terangan. Para pengunjung lebih sering berkunjung di kabupaten Nias Selatan karena menjadi daerah yang paling terkenal obyek wisatanya di pulau Nias. Bahkan tak heran jika turis mancanegara / warga negara asing sering mengklaim Nias sebagai surga ke dua Indonesia setelah pulau Bali. Beberapa obyek wisata yang menjadi target pengunjung dalam negeri maupun luar negeri di pulau  Nias yakni pantai Lagundri, pantai Sorake untuk berselancar (surfing), rumah tradisional dan perkampungan Bawamataluo yang menjadi salah satu Warisan Dunia oleh UNESCO, melihat atraksi fahombo batu (lompat batu), atraksi Foluaya (tari perang) ataupun diving (menyelam) dan snorkeling diberbagai pantai yang tersebar dipulau Nias. Akses menuju ke pulau Nias dapat melalui pesawat yang nantinya akan mendarat ke bandara Binaka Nias atupun dengan kapal laut yang akan berlabuh di pelabuhan kota Gunungsitoli.


Pantai Sorake, Kabupaten Nias Selatan. 




Turis mancanegara sedang surfing di Pantai Sorake, Kabupaten Nias Selatan.


Beberapa makanan khas dari Nias, yakni:
-          Gowi Nihandro (Gowi Nitutu ; Ubi tumbuk)
-          Harinake (daging babi cincang dengan cacahan yang tipis dan kecil-kecil)
-       Godo-godo (ubi / singkong yang diparut, dibentuk bulat-bulat kemudian direbus setelah matang di taburi dengan kelapa yang sudah di parut)
- Köfö-köfö(daging ikan yang dihancurkan, dibentuk bulat dan dijemur/dikeringkan/diasap)
-          Ni'owuru (daging babi yang sengaja diasinkan agar bisa bertahan lama)
-          Rakigae (pisang goreng)
-          Tamböyö (ketupat)
-          Löma (beras ketan yang dimasak dengan menggunakan buku bambu)
-          Gae nibogö (pisang bakar)
-          Kazimone (terbuat dari sagu)
-          Bawayasö (nasi pulut)

Beberapa minuman khas dari Nias, yakni:
-          Tuo nifarö (tuak) adalah minuman yang berasal dari air sadapan pohon nira (dalam bahasa Nias "Pohon Nira" = "töla nakhe" dan pohon kelapa (dalam bahasa Nias "Pohon Kelapa" = "töla nohi") yang telah diolah dengan cara penyulingan. Umumnya Tuo nifarö mempunyai beberapa tingkatan (bisa sampai 3 (tiga) tingkatan kadar alkohol). Dimana Tuo nifarö No. 1 bisa mencapai kadar alkohol 43%.
-          Tuo mbanua (minuman tuak mentah yang berasal dari air sadapan pohon kelapa atau pohon nira yang telah diberi 'laru' berupa akar-akar tumbuhan tertentu untuk memberikan kadar alkohol)



Adapun beberapa budaya yang lahir dan tumbuh dalam masyarakat suku Nias yakni:

-          Fahombo  (Lompat Batu)
-          Fatele/Foluaya (Tari Perang)
-          Maena (Tari Masal)
-          Tari Moyo
-          Tari Mogaele
-          Tari Baluse
-          Tari Ya’ahowu untuk menyambut tamu besar ataupun ketua-ketua adat
-          Sapaan Ya'ahowu jika bertemu dengan orang lain
-          Fame Ono nihalõ (saat pernikahan)
-          Omo Hada (Rumah adat suku Nias)
-          Fame'e Tõi Nono Nihalõ (Pemberian nama bagi perempuan yang sudah menikah).

Dalam artikel ini, saya akan lebih membahas mengenai Tari Perang (Foluaya), dan Lompat Batu (Fahombo Batu).




LOMPAT BATU (HOMBO BATU)
           Di pulau Nias masih banyak terdapat batu-batu besar (megalitik). Batu – batu besar ini di gunakan oleh masyarakat setempat untuk melakukan tradisi Lompat Batu atau Hombo Batu. Tradisi lompat batu sudah dilakukan sejak zaman leluhur kuno suku Nias, saat itu mereka sering berperang antar desa, dimana terprovokasi oleh rasa dendam, perbatasan tanah, atau masalah perbudakan. Masing-masing desa kemudian membentengi wilayahnya dengan batu atau bambu setinggi 2 meter. Sehingga leluhur kuno Nias melatih diri mereka agar kuat dan mampu menembus benteng lawan tersebu. Seiring berkembangnya zaman, tradisi ini turut berubah fungsinya. Karena zaman sekarang sudah tidak terjadi lagi perang, maka tradisi Hombo Batu (lompat batu) lebih ditujukan pada acara ritual, adat, ataupun atraksi untuk dipertontonkan.

Atraksi Hombo Batu (Lompat Batu) di Desa Bawa Mataluo, Kabupaten Nias Selatan


Batu yang harus dilompati tingginya sekira 2 meter, berlebar 90 cm, dan panjangnya 60 cm. Dengan ancang-ancang lari yang tidak jauh, seorang pemuda Nias akan dengan tangkas melaju kencang lalu menginjak sebongkah batu untuk kemudian melenting ke udara melewati sebuah batu besar setinggi 2 meteran menyerupai benteng. Puncak batu tidak boleh tersentuh sama sekali dan sebuah pendaratan yang sempurna harus dituntaskan karena apabila tidak maka resikonya adalah cedera otot atau bahkan patah tulang. Para pelompat yang melompati Batu besar itu terlebih dahulu melalui pijakan batu kecil sebelum melompati batu peninggalan masa lalu tersebut. Banyak pemuda yang bersemangat untuk dapat melompati batu besar ini, namun bukan semudah yang dibayangkan dimana sangat jarang sekali ono niha (masyarakat atau anak Nias) yang dapat melakukannya. Perlu diketahui, Hombo batu (lompat batu) hanya boleh dilakukan oleh laki-laki keturunan Nias saja.

Keluarga yang masih kuat budaya Niasnya di pulau Nias akan mendidik anaknya laki-laki sedari 7 tahun dengan berlatih melompati tali yang terus ditinggikan takarannya seiring usia mereka yang bertambah. Bila saatnya tiba, setelah melalui latihan yang matang maka mereka akan diperbolehkan melompati tumpukan batu berbentuk seperti prisma terpotong setinggi 2 meter ini. Dalam adat Nias, Hombo batu (lompat batu) sekaligus menjadi ukuran keberanian dan kedewasaan anak laki-laki sebagai keturunan pejuang Nias.

            Tradisi lompat batu di Pulau Nias, Sumatera Utara atau disebut sebagai
 hombo batu atau fahombo telah berlangsung selama berabad-abad. Tradisi ini lestari bersama budaya megalit di pulau seluas 5.625 km² yang dikelilingi Samudera Hindia dan berpenduduk 700.000 jiwa ini. 

            Tradisi
 fahombo diwariskan turun-termurun di setiap keluarga dari ayah kepada anak lelakinya. Akan tetapi, tidak semua pemuda Nias sanggup melakukannya meskipun sudah berlatih sedari kecil. Masyarakat Nias percaya bahwa selain latihan, ada unsur magis dari roh leluhur dimana seseorang dapat berhasil melompati batu dengan sempurna. 

            Saat zaman leluhur kuno Nias dimana terjadi perang antar desa-desa di Pulau Nias yang dipimpin para bangsawan dari strata/kasta
 balugu akan menentukan pantas tidaknya seorang pria Nias menjadi prajurit untuk berperang. Selain memilki fisik yang kuat, menguasai bela diri dan ilmu-ilmu hitam, juga harus dapat melompati sebuah batu bersusun setinggi 2 meter tanpa menyentuh permukaannya sedikitpun sebagai tes akhir.

            Atraksi
 hombo batu tidak hanya memberikan kebanggaan bagi seorang pemuda Nias yang berhasil melakukannya tetapi juga untuk keluarga mereka. Keluarga yang anaknya telah berhasil dalam hombo batu maka akan mengadakan pesta bersama masyarakat dengan menyembelih beberapa ekor ternak.

            Atraksi hombo batu (lompat batu) yang mengagumkan dan hanya terdapat di pulau Nias ini merupakan gambaran nyata betapa luar biasanya kebudayaan-kebudayaan yang ada di Indonesia ini. Atraksi hombo batu (lompat batu) yang mengagumkan ini hanya dapat dilihat di beberapa tempat di Pulau Nias saja, seperti di Desa Bawo Mataluo, Kabupaten Nias Selatan dan lapangan Merdeka Kota Gunungsitoli.

Penasaran bagaimana atraksi Hombo Batu (Lompat Batu) ??? klik videonya ya..




                                                                                                 









Nama : ARIF JUNISMAN MENDROFA
NPM  : 314 13 323
Kelas  : 1ID07


Referensi :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar