Rabu, 10 Juni 2015

Tulisan (Hukum Industri)

PEMBAJAKAN/PEMALSUAN SOFTWARE
=
PELANGGARAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

Ilustrasi Pembajak Software
Hampir setengah dari pengguna PC di dunia menggunakan produk software bajakan, dalam hal ini jumlah penggunaan software bajakan tersebut semakin besar di negara-negara berkembang. Menurut pihak Business Software Alliance (BSA), biasanya pengguna membeli software orisinil dengan lisensi tunggal untuk kemudian menginstallnya pada PC lainnya, atau mengunduhnya secara ilegal melalui jaringan peer-to-peer. Software bajakan juga dapat dijumpai di mal atau pasar, dalam bentuk vcd/dvd dengan harga sekitar Rp. 25.000. Tentu banyak yang berpikiran sangat mudah mendapatkan software bajakan dengan harga lebih murah bahkan gratis, di saat software original harganya sangat mahal. Saat yang sama juga, pihak-pihak yang membeli software bajakan melakukan tindakan yang tidak mengapresiasikan hasil kerja keras pembuat software original dan tidak mengetahui beratnya sanksi hukum yang akan diterima.
Tahun 2012 dalam siaran pers United States Trade Representative disebutkan bahwa Indonesia berada bersama 12 negara lain dalam priority watch list, peringkat tertinggi pelanggaran hak cipta yang paling diawasi. Negara lain yang masuk daftar ini adalah Aljazair, Argentina, Kanada, Ciles, Cina, India, Israel, Pakistan, Rusia, Thailand, Ukraina, dan Venezuela. Indonesia dinilai melakukan banyak kemajuan dalam perlindungan hak cipta dan sejumlah pelaku usaha mengakui adanya upaya pemerintah dalam memerangi pembajakan dan pemalsuan. Namun, pihak Amerika Serikat menilai upaya itu belum efektif, karena masih maraknya tindak kejahatan hak cipta, termasuk melalui internet. Negara yang paling sering menghuni daftar priority watch list adalah Rusia, yaitu 16 tahun berturut-turut dan China telah delapan tahun berturut-turut.
Pelanggaran hak cipta dan pemalsuan yang termasuk hak kekayaan intelektual tentu mengakibatkan banyak kerugian. Kerugian tersebutlah yang dialami pengusaha dan pemerintah di seluruh dunia akibat pembajakan dan pemalsuan bisa mencapai US$ 1 triliun (Rp 9.500 triliun) setahun. Jumlah itu belum termasuk kerugian yang diderita masyarakat pekerja, karena dua juta lapangan pekerjaan ikut musnah akibat telah terpublikasinya hasil bajakan seperti software-software. Telah banyak cara yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia serta Organisasi Hak Kekayaan Intelektual Dunia (WIPO) dalam memberantas kasus pelanggaran hak cipta ini, namun tetap saja masih marak dan pihak-pihak yang melakukan pembajakan dan pemalsuan juga terus bertambah. Padahal Indonesia dalam melakukan pengawasan terhadap pembajakan dan pemalsuan didukung oleh enam Undang-Undang, di antaranya mengatur masalah paten, desain industri, sampai varietas tanaman. Namun, tetap saja pembajakan masih marak. Hal tersebut bukan lagi persoalan dan kerja keras pemerintah Indonesia sendiri, melainkan kerja sama dari berbagai pihak, baik lembaga internasional dan masyarakat Indonesia sendiri tanpa terkecuali untuk menyadarkan dan melaporkan pihak-pihak yang melakukan pembajakan dan pemalsuan seperti software-software bajakan.
Software gratis (software bajakan) memang tidak memiliki kemampuan yang maksimal dibandingkan dengan software berbayar. Fitur-fitur didalamnya juga tidak selengkap software berbayar yang lebih profesional. Namun perlu digaris bawahi, menggunakan software bajakan adalah suatu tindakan yang illegal. Menggunakan software bajakan sama artinya menjadi seorang penjahat dan ikut mendukung berkembangnya kejahatan dibidang pembajakan. Salah satu resiko yang paling besar adalah berhadapan dengan pihak berwajib terutama pihak pelindung hak cipta. Apabila tertangkap menggunakan software bajakan untuk tujuan bisnis, saat itu juga akan dijerat undang-undang perlindungan hak atas kekayaan intelektual (HAKI), yaitu dipenjara dan didenda uang ratusan juta saat tertangkap menggunakan software bajakan ini.

Hukum industri berperan penting dalam memberantas pihak-pihak yang melanggar batas-batas dari keseluruhan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI). Berikut beberapa Undang-Undang yang mengatur sanksi bagi pelanggar hak atas kekayaan intelektual seperti pembajakan dan pemalsuan software.
1.    Pasal 27 UU ITE Tahun 2008:
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan atau mentransmisikan dan atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. Ancaman pidana pasal 45(1) KUHP. Pidana penjara paling lama 6(enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Diatur pula dalam KUHP pasal 282 mengenai kejahatan terhadap kesusilaan.
2.    Pasal 28 UU ITE Tahun 2008:
Setiap orang yang sengaja tanpa hak menyebarkan dengan bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.
3.    Pasal 29 UU ITE Tahun 2008:
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan informasi elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi (Cyber Stalking). Ancaman pidana 45(3) Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (Dua milyar rupiah).
4.    Pasal 30 UU ITE Tahun 2008 ayat 3:       
Setiap orang yang sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan atau sistem elektronik dengan cara apapun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengaman (cracking, hacking, illegal access). Ancaman pidana pasal 46 ayat 3 setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat 3 dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) dan atau denda paling banyak Rp.800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).


Referensi Tulisan:

Tugas 2 (Hukum Industri)

Hak Merek adalah hak eksklusif yang diberikan negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam daftar umum merek untuk jangka waktu tertentu menggunakan sendiri merek tersebut atau member izin kepada sesorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk menggunakan (Pasal 3 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, merek adalah tanda yang dikenakan oleh pengusaha (pabrik, produsen, dan lain sebagainya) pada barang-barang yang dihasilkan sebagai tanda pengenal, cap (tanda) yang menjadi pengenal untuk menyatakan nama dan sebagainya. Pengertian merek juga dapat dilihat dalam Pasal 1 butir 1 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek. Merek adalah tanda yang berupa gambar nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembedaan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Merek produk barang atau jasa sejenis dapat dibedakan asal muasalnya, kualitasnya serta keterjaminan bahwa produk itu original. Kadangkala yang membuat harga suatu produk menjadi mahal bukan produknya, tetapi mereknya. Merek adalah sesuatu yang ditempelkan atau dilekatkan pada satu produk, tetapi bukan jenis produk itu sendiri. Merek hanya menimbulkan kepuasaan saja bagi pembeli, benda materilnya yang dapat dinikmati. Merek itu sendiri ternyata hanya benda immateril yang tak dapat memberikan apapun secara fisik, inilah yang membuktikan bahwa merek itu merupakan hak kekayaan immateril.
(Sumber: Gautama, Sudargo. 1993. Hukum Merek Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. dan http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-413-bab3.pdf).

Undang-Undang Merek Tahun 2001 juga mengatur tentang jenis-jenis merek, yaitu sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 butir 2 dan 3 adalah merek dagang dan merek jasa. Jenis merek lainnya dapat dibedakan berdasarkan bentuk dan wujudnya, antara lain merek lukisan (bell mark), merek kata (world mark), merek bentuk (form mark), merek bunyi-bunyian (klank mark), dan merek judul (title mark). Sama halnya dengan hak cipta dan paten serta hak atas kekayaan intelektual lainnya, maka hak merek juga merupakan bagian dari hak atas intelektual. Khusus mengenai hak merek secara eksplisit disebut sebagai benda immateril dalam konsiderans UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek (UUM 2001), yang berbunyi: “Bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi-konvensi internasional yang telah diratafikasi Indonesia, peranan merek menjadi sangat penting, terutama dlam menjaga persaingan usaha yang sehat.” Hak merek diperoleh melalui prosedur pendaftaran. Jadi disini ditekankan bahwa hak atas merek tercipta karena pendaftaran dan bukan karena pemakaian pertama. Ada dua sistem yang dianut dalam pendaftaran merek yaitu sistem deklaratif dan sistem konstitutif. Undang-Undang Merek No. 15 Tahun 2001 dalam pendaftarannya menganut sistem konstitutif. Sistem konstitutif yaitu pihak yang mendaftarkan pertamalah yang berhak atas merek dan pihak tersebut yang secara eksklusif dapat memakai merek tersebut. Artinya, hak ekslusif atas sesuatu merek diberikan karena adanya pendaftaran. Penggunaan sistem konstitutif di Indonesia dimulai pada tanggal 1992 dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 1992 tentang Merek. Sistem tersebut diambil dari Konvensi Stockholm 1967, yang diratifikasi oleh Indonesia pada 20 Desember 1979. Tujuan penggunaan sistem konstitutif yaitu untuk memperkecil terjadinya perselisihan atas merek antara pemakai merek yang tidak terdaftar dan pemilik merek yang sudah terdaftar. Hal tersebut disebabkan sistem konstitutif lebih menjamin kepastian hukum dibandingkan sistem deklaratif. Sistem deklaratif yang mendasarkan pada perlindungan hukum bagi mereka yang menggunakan merek lebih dahulu, selain kurang menjamin kepastian hukum juga menimbulkan persoalan dan hambatan dalam dunia usaha yang akan dijalankan.
(Sumber: Gautama, Sudargo. 1993. Hukum Merek Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. dan http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-413-bab3.pdf).

Negara dikatakan maju diperhatikan dari sektor perindustrian, Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang bertumbuh dalam sektor perindustrian. Pertumbuhan industri di Indonesia dimulai pada tahun 1967, sedangkan industri-industri sebelum periode tersebut merupakan warisan zaman penjajahan. Pembangunan industri di Indonesia ditandai dengan diundangkannya Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang No. 6 Tahun 1968 Tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. Latar belakang pembangunan industri adalah untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat, yaitu ada upaya memproduksi besar-besaran kebutuhan dasar. Kebutuhan dasar masyarakat harus dipenuhi dalam waktu sesingkat-singkatnya. Tujuan pembangunan nasional ialah untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila, serta bahwa hakekat Pembangunan Nasional adalah Pembangunan Manusia Indonesia seutuhnya. Mewujudkan tujuan Pembangunan Nasional memerlukan perangkat hukum yang secara jelas mampu melandasi upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan perindustrian dalam arti yang seluas-luasnya tatanan dan seluruh kegiatan industri. Pemerintah telah menghasilkan suatu produk hukum yang khusus mengatur hal-hal mengenai sangkut paut dengan industri, yaitu Undang-Undang No. 5 Tahun 1984 Tentang Perindustrian.
(Sumber: Ginting, Perdana. 2009. Perkembangan Industri Indonesia Menuju Negara Industri. Bandung: Yrama Widya. dan http://e-journal.uajy.ac.id/3147/2/1HK08774.pdf).

Pengaturan, pembinaan, dan pengembangan industri telah diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1984 Pasal 7, yaitu Pemerintah melakukan pengaturan, pembinaan, dan pemgembangan terhadap industri, untuk:
1.  Mewujudkan perkembangan industri yang lebih baik, secara sehat dan berhasil guna;
2. Mengembangankan persaingan yang lebih baik dan sehat serta mencegah persaingan yang tidak jujur;
3. Mencegah pemusatan atau penguasaan industri oleh satu kelompok atau perorangan dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat;
Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1984 Pasal 7 tersebut, dapat diketahui bahwa pengaturan kewenangan perindustrian untuk melakukan perwujudan masyarakat adil makmur secara merata. Hal tersebut berguna mewujudkan cita-cita luhur bangsa Indonesia. Pemerintah melakukan beberapa kegiatan untuk mendorong laju perkembangan perekonomian nasional dan pertumbuhan laju industri merupakan andalan pemerintah, serta cara untuk meningkatkan perekonomian Indonesia.

        Sebelum adanya konvensi internasional dibidang properti industri, individu dan negara sulit untuk memperoleh perlindungan hak kekayaan industri karena beragamnya hukum antara satu negara dengan negara lain. Aplikasi paten harus dibuat pada waktu yang sama disemua negara untuk menghindari publikasi disatu negara. Hal tersebut justru menjadi kontraproduktif dan menghancurkan penemuan baru dinegara-negara lain. Masalah-masalah praktis menciptakan gagasan dan keinginan yang kuat untuk mengatasi kesulitan tersebut. Konvensi Internasional mengenai hak cipta dibuat dengan tujuan memberikan perlindungan terhadap hak cipta dengan kepastian hukum secara internasional, dalam hal ini untuk mengambil jalan tengah dari bergamnya aturan atau hukum hak cipta dari berbagai negara. Bahasan mengenai perlindungan hukum hak cipta dimulai dari abad 18 yang saat itu masih memperjuangkan hak kekayaan intelektual. Keinginan yang kuat tersebut yang kemudian melahirkan konvensi Paris dimana sejumlah ketentuan yang terkait dengan hak kekayaan intelektual mulai diatur. Konvensi Paris melahirkan beberapa konvensi internasional lainnya yang lebih spesifik mengenai perlindungan hak cipta. Konvensi hak cipta secara internasional terdiri dari beberapa konvensi yaitu Berne Convention, Universal Copyright Convention,  Konvensi Roma 1961 (International Convention for the Protection of the Performers producers of Phonograms and Broadcasting Organization) yang bertujuan untuk melindungi orang-orang yang berkecimpung dalam kegiatan pertunjukan, perekaman, dan badan penyiaran, Geneva Convention for the Protection of Producers of Phonograms Against Unauthorized Duplication of their Phonograms pada tahun 1971, serta Brussels Convention Related to the Distribution of Programme Carrying Signals Transmitted by Satellite pada tahun 1974.

Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works (Konvensi Berne tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra) adalah perjanjian internasional tertua tentang Hak cipta yang dibentuk pada tanggal 9 September 1886, dan telah berulang kali mengalami revisi. Revisi pertama dilakukan di Paris pada tanggal 4 Mei 1896, revisi berikutnya di Berlin pada tanggal 13 November 1908. Kemudian disempurnakan lagi di Berne pada tanggal 24 Maret 1914. Selanjutnya berturut-turut direvisi di Roma tanggal 2 Juli 1928 dan di Brussels pada tanggal 26 juni 1948, di Stockholm pada tanggal 14 Juli 1967 dan revisi terakhir di paris pada tanggal 24 juli 1971. Terdapat sepuluh negara peserta asli dan diawali dengan tujuh negara (Denmark, Japan, Luxemburg, Monaco, Montenegro, Norway, Sweden) yang menjadi peserta dengan aksesi menandatangani naskah asli Berne Convention. Peserta perjanjian internasional ini sampai tahun 2006 mencapai 155 negara, termasuk Amerika Serikat yang menjadi anggota perjanjian internasional ini untuk pertama kalinya pada tahun 1989. Konvensi ini lahir karena pada akhir tahun 1900 an, karya-karya hak cipta secara bertahap telah menjadi elemen penting dalam perdagangan internasional. Revolusi industri dan proses produksi massal yang mulai berkembang menjadikan perlindungan hak cipta transnasional menjadi wacana serius. Konvensi Berne mewajibkan negara-negara yang menandatanganinya melindungi hak cipta dari karya-karya para pencipta dari negara-negara lain yang ikut menandatanganinya (yaitu negara-negara yang dikenal sebagai Uni Bern), seolah-olah yang ikut menandatangani adalah warga negaranya sendiri. Hak cipta di bawah Konvensi Bern bersifat otomatis, tidak membutuhkan pendaftaran secara eksplisit.

Universal Copyright Convention (UCC) merupakan salah satu konvensi hak cipta yang lahir karena adanya gagasan dari peserta Berne Convention dan Amerika Serikat yang didukung oleh PBB khususnya UNESCO, dalam rangka menyatukan satu sistem hukum hak cipta secara universal. Universal Copyright Convention (UCC)  dicetuskan dan ditandatangani di Jenewa pada tanggal 6 September 1952, mulai berlaku pada tanggal 16 September 1955, dan mengalami revisi di Paris pada tanggal 24 Juli 1971. Berne covention terdiri dari 21 Pasal dan dilengkapi dengan 3 protokol. Protokol I mengatur mengenai perlindungan ciptaan terhadap orang-orang tanpa kewarganegaraan dan pelarian. Secara internasional, hak cipta terhadap orang-orang tanpa kewarganegaraan dan pelarian, perlu dilindungi. Hal tersebut beguna untuk mendorong aktivitas dan kreativitas pada pencipta, tidak terkecuali terhadap orang yang tidak mempunyai kewarganegaraan atau pelarian sehingga tetap mendapatkan kepastian hukum. Protokol II mengenai berlakunya konvensi ini atas karya-karya daripada organisasi internasional tertentu. Hal ini erat kaitannya dengan keinginan PBB untuk dapat hidup bersama secara harmonis. Inilah yang menjadi dasar dirumuskannya konvensi ini yang merupakan usaha dari UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization). Protokol III berkenaan dengan cara-cara untuk memungkinkan turut sertanya negara dalam konvensi ini dengan cara bersyarat. Perlu diketahui bahwa standar perlindungan yang ditawarkan UCC lebih rendah dan lebih fleksibel daripada yang ditentukan oleh Berne Convention. Ketentuan yang monumental dari Konvensi Universal adalah adanya ketentuan formalitas hak cipta berupa kewajiban setiap karya yang ingin dilindungi harus mencantumkan tanda C dalam lingkaran seperti ini ©, disertai nama penciptanya, dan tahun karya tersebut mulai dipublikasikan. Simbol tersebut menunjukkan bahwa karya tersebut telah dilindungi dengan hak cipta negara asalnya, dan telah terdaftar dibawah perlindungan hak cipta.


Tugas 1 (Hukum Industri)

         Hukum industri merupakan ilmu yang mengatur masalah perindustrian dalam suatu wilayah atau negara, antara lain mengatur bagaimana cara perusahaan mengatur sistem perusahaannya serta sanksi-sanksi apa saja yang akan diterima jika perusahaan tersebut melanggar sanksi tersebut. Hukum industri juga menyangkut permasalahan desain produksi dan hukum konstruksi serta standarisasi, masalah tanggungjawab dalam sistem hukum industri, dan analisis tentang masalah tanggungjawab dalam sistem hukum industri. Peraturan mengenai desain atau perancangan dalam dunia industri dapat dilihat pada Undang-Undang No. 31 tahun 2000 tentang desain industri. Peraturan industri didasarkan pada konsep pemikiran bahwa lahirnya industri tidak terlepas dari kemampuan kreativitas cipta, rasa dan karsa yang dimiliki oleh manusia. Tujuan dibuatnya hukum industri adalah sebagai sarana pembaharuan atau pembangunan dibidang industri dalam perspektif ilmu-ilmu yang lain, hukum industri dalam sistem kawasan berdasarkan hukum tata ruang, hukum industri dalam sistem perizinan yang bersifat lintas lembaga dan yurisdiksi hukum industri dalam perspektif global dan lokal, hukum alih teknologi, desain produksi dan hukum konstruksi serta standarisasi, masalah tanggungjawab dalam sistem hukum industri, pergeseran hudaya hukum dari ‘command and control’ ke ‘self-regulatory system’  untuk mengurangi ongkos birokrasi serta undang-undang Perindustrian. 

          Hak kekayaan intelektual atau sering disingkat “HKI” dengan akronim “HaKI” adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual property rights (IPR). HKI merupakan hak yang timbul bagi hasil olah pikir dengan menghasikan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia. Inti dari HKI adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual. Objek yang diatur dalam HKI adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia. Singkatnya, hak kekayaan intelektual itu merupakan hak kebendaan, hak atas sesuatu benda yang bersumber dari hasil kerja otak (peranannya sebagai pusat pengaturan segala kegiatan fisik dan psikologis), hasil kerja rasio. Hasil dari pekerjaan rasio manusia yang menalar, hasil kerjaanya itu berupa benda immateril (benda yang tidak berwujud). Hak kekayaan intelektual termasuk dalam bidang hukum perdata yang merupakan bagian hukum benda. Khusus mengenai hukum benda terdapat pengaturan tentang hak kebendaan. Hak kebendaan terdiri atas hak benda materil dan immateril. Pembahasan terletak pada hak benda immateril, yang dalam kepustakaan hukum sering disebut dengan istilah hak milik intelektual atau hak atas kekayaan intelektual yang terdiri dari copy rights (hak cipta) dan industrial property rights (hak kekayaan perindustrian). 

        Hukum kekayaan industri terdiri dari merek, paten, desain produk industri, dan perlindungannya juga menembus dinding-dinding nasional. Hak kekayaan industri dapat dilihat dari perlindungan terhadap merek yang berlangsung terus menerus selama pemiliknya masih menggunakan merek tersebut, untuk kegiatan perdagangan barang dan jasanya. Perlu diketahui jika jangka waktu perlindungannya tersebut harus selalu diperpanjang setiap 10 tahun, dan apabila tidak diperpanjang maka merek tersebut akan dinyatakan kadaluarsa. Selanjutnya, hak kekayaan industri juga termasuk hak paten yang merupakan hak eksklusif dari negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Hak desain industri juga termasuk bagian hak kekayan industri. Hak desain industri adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara Republik Indonesia kepada pendesain atas hasil kreasinya untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hal tersebut. 

        Hak cipta adalah salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun penggunaan hak cipta berbeda dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya. Hak cipta merupakan hak eksklusif, dalam hal ini hasil buah pikiran atau kreasi manusia dibidang seni, sastra, dan ilmu pengetahuan. Ruang lingkup perlindungan hak cipta sangat luas, karena tidak saja menyangkut hak-hak individu dan badan hukum lainnya yang berada dalam lingkup nasional. Lebih jauh menembus dinding-dinding dan batas-batas suatu negara yang untuk selanjutnya lebur dalam hukum, ekonomi politik sosial dan budaya dunia internasional. Hak cipta berlaku juga pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau “ciptaan”. Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film, karya-karya koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) seperti desain industri. 

            Hak cipta juga memiliki dasar hukum yang kuat dan diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta. Undang-undang hak cipta yang berlaku dinegara Indonesia adalah UU No. 19 Tahun 2002, yang sebelumnya UU ini berawal dari UU No. 6 Tahun 1982 menggantikan Auteurswet 1982. Undang-undang tersebut dikeluarkan sebagai upaya pemerintah dalam merombak sistem hukum yang ditinggalkan oleh Pemerintah Hindia Belanda kepada suatu sistem hukum yang dijiwai falsafah negara Indonesia, yaitu Pancasila. Undang-Undang hak cipta 1982 yang diperbaharui dengan UU No. 7 Tahun 1987 dan diperbaharui lagi dengan UU No. 12 Tahun 1997, terakhir dengan UU No. 19 Tahun 2002. Batasan tentang hal-hal yang dilindungi sebagai hak cipta, dijelaskan pada rumusan pasal 12 Undang-Undang Hak Cipta (UHC) Indonesia yaitu sebagai berikut:
Ayat 1 : Ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang mencakup buku, program komputer, pamflet, susuan perwajahan (lay out), karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim.Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan. Arsitektur, peta. seni batik, fotografi, sinematografi, terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lainnya dari hasil pengalihwujudan.
Ayat 2 : Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat sebelumnya dilindungi sebagai ciptaan tersendiri, dengan tidak mengurangi hak cipta atas ciptaan asli.
Ayat 3 : Sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) termasuk semua ciptaan yang tidak atau belum diumumkan, tetapi sudah merupakan suatu bentuk kesatuan yang nyata, yang memungkinkan perbanyakan hasil karya itu. 
           Satu hal yang dicermati adalah yang dilindungi dalam hak cipta ini yaitu haknya, bukan benda yang merupakan perwujudan dari hak tersebut. Pasal 2 UU No.19 tahun 2002 juga menjelaskan mengenai fungsi dan sifat hak cipta itu sendiri. Bunyi dari pasal tersebut adalah sebagai berikut:
a)   Hak cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b)  Pencipta dan/atau pemegang hak cipta atas karya sinematografi dan program komputer memiliki hak untuk memberikan izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial.

      Hak paten merupakan hak khusus yang diberikan oleh Negara kepada penemu atas hasil temuannya di bidang teknologi selama waktu tertentu, dengan melaksanakan sendiri penemuannya tersebut untuk memberikan persetujuannya kepada orang lain untuk melakukannya. Pemegang hak paten adalah seorang inventor sebagai pemilik paten atau pihak yang menerima hak tersebut dan terdaftar dalam Daftar Hak Paten. Istilah paten bermula dari bahasa Latin yang berarti dibuka dan berlawanan dengan Latent yang berarti terselubung, oleh karenanya bahwa suatu penemuan yang mendapatkan paten harus terbuka agar diketahui oleh umum. Keterbukaan tersebut tidak berarti setiap orang dapat mempraktikan penemuan yang dengan mudah didayagunakan oleh orang lain. Singkatnya, setelah habis masa perlindungan patennya, penemuan tersebut menjadi milik umum (public domain), pada saat inilah benar-benar terbuka. Terbukanya suatu penemuan yang baru, membantu memberi informasi yang diperlukan bagi pengembangan teknologi selanjutnya berdasarkan penemuan tersebut dan untuk memberi petunjuk kepada mereka yang berminat dalam mengeksploitasi penemuan itu. Berdasarkan penjelasan sebelumnya maka dengan demikian paten adalah hak istimewa (eksklusif) yang diberikan kepada seorang penemu (inventor) atas hasil penemuan (invention) yang dilakukan di bidang teknologi, baik yang berbentuk produk atau proses saja, atas dasar hak istimewa tersebut. Pihak lain dilarang untuk mendayagunakan hasil penemuannya terkecuali atas izinnya atau penemu sendiri melaksanakan hasil penemuannya.

            Hak paten diatur dalam Undang-Undang Nomor. 14 Tahun 2001 tentang Paten (selanjutnya disebut UU Paten). Pendaftaran dengan Hak Prioritas diatur secara khusus pada Undang-Undang No 14 Tahun 2001 tentang Hak Paten pada pasal yang ke 27, yaitu sebagai berikut:
1. Pendaftaran Menggunakan Hak prioritas sebagaimana diatur dalam Paris Convention for the  Protection of Industri Property yang mengatur tentang jangka waktu dan tata cara dalam   mengajukan pendaftaran.
2. Pendaftaran yang mengunakan permohonan dengan hak prioritas wajib dilengkapi dengan dokumen prioritas, yang disahkan oleh pejabat berwenang.
3. Apabila poin pertama dan kedua tidak dipenuhi, maka permohonan tidak bisa diajukan dengan menggunakan hak prioritas.
Pasal 17 UU Paten:
          UU Paten mengenai hak pemegang paten untuk melaksanakan paten sesungguhnya dapat dilihat dari dua sudut kepentingan, yaitu hak pemegang paten itu sendiri dan kepentingan nasional atau pemerintah sebagai pembuat peraturan. Pasal 71 UU Paten memuat ketentuan mengenai pelarangan pencantuman atau pemuatan dalam suatu perjanjian paten hal-hal yang dapat merugikan kepenrtingan nasional atau membatasi kemampuan Indonesia untuk menguasai teknologi.

Sabtu, 24 Januari 2015

Tugas 11 Ilmu Sosial Dasar #

Lingkungan Miskin di Nauru
(Negara Kecil yang Dulunya Kaya)

Nauru adalah negara terkecil ketiga setelah Vatikan dan Maroco yang terletak sejajar di ujung timur Pulau Papua, antara Hawai (AS) dan Australia. Persisnya di tengah Samudera Pasifik. Termasuk bagian gugus Kepulauan Micronesia, salah satu dari tiga kelompok pulau di jajaran Kepulauan Pasifik. Sebuah negara yang terdiri dari satu pulau seluas 21 kilometer dan memiliki 10 daerah komunitas (semacam kompleks konsentrasi penduduk), dan tak memiliki ibukota negara kecuali kompleks yang disebut Goverment Centre (bangunan pusat pemerintahan/eksekutif) dan House of State (semacam gedung parlemen/legislatif) di bagian Selatan pulau.
Nauru merupakan sebuah pulau berbentuk oval yang dililit sabuk karang melingkar di dekat pantainya. Dengan tepi pulau yang cenderung terjal bertebing rata-rata 30 meter di atas permukaan laut (mdpl). Sementara topografinya berupa plato (dataran luas) sampai setinggi 61 mdpl. Pulau Nauru persis dilintasi katulistiwa yang lebih condong ke belahan bumi selatan. Hal ini membuat negara Republik Nauru beriklim tropis dengan suhu terendah 24 derajat celcius dan suhu terpanas 34 derajat celcius. Walau termasuk pulau karang yang berbatu, lapisan tanah Pulau Nauru tergolong subur. Karena hampir 70% plato pulau itu ditutupi lapisan fosfat. Sementara area tanah tersubur terdapat di sekitar laguna (semacam danau kecil) yang terletak di plato wilayah barat daya, tak jauh dari daerah komunitas Yangor.
Fasilitas yang terdapat dinegara ini hanyalah satu akses jalan raya beraspal yang mengelilingi pulau, satu jalur kereta api, 2 rumah sakit pemerintah, 11 klinik, satu kantor pos, 1 pasar, 1 hotel, 1 pelabuhan, 1 bandara, 2 restoran, 5 sekolah playgrup, 1 sekolah dasar, 1 sekolah lanjutan, 1 sekolah misi Katolik Roma, dan 1 sekolah tinggi keguruan. Negara pulau yang juga berjuluk “Happy Island” ini berbentuk republik dengan presiden sebagai kepala negara. Sistem ketatanegraanya sederhana dengan satu pusat pemerintahan. Roda pemerintahan diatur oleh presiden dan kabinetnya plus 18 anggota parlemen. Pemilihan anggota parlemen dilakukan dalam pesta demokrasi tiga tahun sekali.
Sebagai negara kecil, populasi di Nauru tak lebih dari 13.000 orang yang lebih dari separuhnya berdomisili di selatan pulau dekat dengan pusat pemerintahan. Penduduk asli negara ini adalah orang-orang Nauru yaitu suku bangsa campuran Polinesia, Micronesia, dan Melanesia. Penduduk Nauru berbicara dalam bahasa Nauru dan Inggris. Di samping penduduk asli, ada juga kaum pendatang. Umumnya dari Australia, RRC, Kiribati, dan Tuvalu. Kaum pendatang ini adalah pekerja kontrak untuk pertambangan fosfat yang menjadi hasil utama dan terbesar Republik Nauru.

Kemiskinan di Nauru 
Fosfat adalah senyawa kimia penting yang terbentuk dari endapan kotoran burung selama ribuan tahun. Biasanya dimanfatkan untuk pupuk dan kegunaan kimiawi terbatas lainnya. Nauru adalah satu dari sedikit negara pengekspor fosfat terbesar di dunia. Menjadi sumber satu-satunya kekayaan negeri yang merdeka sejak 1968. Di samping menambang dan mengekspor fosfat, Nauru juga punya perusahaan perkapalan dan penerbangan. Keduanya perusahaan pemerintah dalam bidang transportasi ini melayani jalur pelayaran dan penerbangan di wilayah Pasifik.
Selain itu, negara yang pernah sangat makmur ini juga punya industri lokal perikanan dan pembuatan kano (kapal kecil untuk olahraga). Begitu pun, untuk memenuhi kebutuhan primer dan sekundernya, Nauru senantiasa mengimpor dari negara tetangga terutama Australia. Impor utama itu termasuk otomotif (kendaraan), makanan, perabot, mesin, obat-obatan, sepatu, bahkan air bersih. Semuanya dibayar dengan dolar Australia sebagai acuan kurs mata uang resmi negara itu.
Kekayaan yang melimpah tak selamanya memberikan jaminan kemakmuran. Mabuk kepayang dalam kemewahan bisa berubah menjadi bencana. Inilah yang terjadi dalam perjalanan negara Republik Nauru. Nauru pernah dikenal sebagai satu dari negara terkaya di dunia dengan pendapatan perkapita sebesar 17.000 dolar US pertahun. Karunia kandungan alam yang melimpah dan menjadi sentra tambang fosfat utama dunia. Dalam pasar ekspor dan ekonomi industri, Nauru dijuluki “Negara Fosfat”. Ini karena 70% kandungan tanah di Pulau Nauru terdiri dari endapan kotoran burung yang menjadi fosfat.
Sejak mengelola sendiri industri dan pertambangan fosfatnya, Nauru menjadi negara paling surplus. Selama 40 tahun negara itu berubah menjadi negara mewah dengan pemerintah yang paling royal terhadap rakyat, dan punya standar hidup kaum jet set. Nilai eksport fosfat yang sangat mahal dan bernilai tinggi itu ternyata mengaburkan “kewaspadaan” Nauru sebagai negara dan bangsa. Bahkan penduduk Nauru saat itu mengibaratkan dolar sebagai tisu toilet yang mudah dibuang.
Segala kemewahan yang didapat dari fosfat membuat pemerintahnya menjadi kurang kontrol terhadap manajemen keuangannya. Begitu pun rakyatnya terlalu dimanjakan sehingga lambat laun berubah menjadi bangsa yang hidup enak dan “malas”. Di Nauru bahkan tidak ada yang namanya pers dan penyiaran elektronik. Rata-rata setiap penduduk mempunyai fasilitas perumahan dan barang lux bahkan penduduknya sering liburan ke luar negeri. Walau jalan raya di seluruh pulau itu bisa dikelilingi selama 20 menit saja, namun setiap rumah setidaknya punya dua mobil dan satu di antaranya pasti mobil mewah kelas dunia.
Royalnya pemerintah membuat rakyat tak dikenakan pajak, biaya pendidikan dan kesehatan digratiskan, dan kehidupan harian (pangan) disubsidi negara. Bahkan hampir 80% angkatan kerja diberi pekerjaan di instansi pemerintah. Sebagai pegawai negeri mereka tidak terikat jam kerja. Bahkan seorang pengangguran sekalipun bisa menikmati kemewahan, karena disubsidi penuh oleh negara. Pemuda Nauru yang ingin meneruskan sekolah di perguruan tinggi diberikan beasiswa, akomodasi, dan transportasi memadai untuk menimba ilmu di luar negeri (biasanya ke Australia). Begitu juga dengan pasien yang butuh perawatan khusus.
Semua kemewahan dan kesenangan itu, membuat rakyat menjadi malas bekerja dan menghabiskan waktu untuk menikmati semua kesenangan hidup. Bahkan saat kejayaannya untuk mengelola semua pekerjaan yang membutuhkan pemikiran (manajerial) dan pekerja lapangan (field skill), pemerintah Nauru memakai tenaga ekpatriat (pekerja asing) yang mayoritas dari Australia, RRC, Kiribati dan Tuvalu. Selama tambang fosfat masih menghasilkan mungkin gaya mewah penduduk Nauru ini tak jadi masalah. Tercatat pendapat rata-rata penduduk Nauru jauh melebihi ambang lebih dari cukup pada standar pendapatan penduduk dunia. Namun dalam lima tahun terakhir, negara mulai menyadari bahwa cadangan fosfat mulai habis. Hal itu disadari pada waktu yang sudah sangat terlambat. Di mana telah terjadi penurunan ekspor drastis dari angka 200 juta ton setiap tahunnya mendekati angka puluhan ton dalam tahun-tahun terakhir.
Sebelumnya, Pemerintah Nauru memang sudah melakukan investasi di Australia mencapai angka miliaran dolar AS. Namun karena orang-orang Nauru tak mahir mengelola keuangan, modal investasi itu hanya tersisa sejutaan dolar saja. Satu-satunya investasi pada bangunan yang masih tetap berdiri di Australia adalah House of Nauru, yaitu bangunan 52 tingkat milik negara Nauru, dan dua gedung lain di kepulauan Pasifik. Anekdot terhadap gedung ini: Seandainya Pulau Nauru tergadai, maka seluruh penduduk akan pindah ke House of Nauru! Ya, Nauru kini berbeda dengan Nauru di masa empat puluhan tahun yang lalu. Negara pulau itu kini sudah di ambang kebangkrutan. Bahkan perusahaan perkapalan dan penerbangannya sudah nyaris tutup. Tersisa hanya sedikit kapal kecil dan satu pesawat terbang kenegaraan. Padahal sebelumnya Nauru punya sejumlah armada kapal mewah dan beberapa pesawat terbang komersil. Namun semua aset itu sudah dijual dan hampir 90% tanah di negara kecil ini tidak dapat digunakan lagi akibat eksploitasi berlebihan saat masa kejayaannya.
Menyadari jurang kebangkrutan yang menghadang, pemerintah Nauru sempat mengambil langkah yang dianggapnya cukup cerdik. Padahal, “jurus-jurus” itu justru tak menolong Nauru lepas dari kehancurannya. Trik-trik yang digunakan justru tidak melepaskan negara itu dari kebangkrutan selain poengalihan masalah yang menjadi problem di kemudian hari. Dalam anekdot dunia, Nauru pernah mengambil beberapa langkah “salah” dalam kekalutannya. Tercatat Nauru pernah bernegosisasi dengan Asutralia bahwa negara Nauru siap menampung imigran ilegal dari Australia. Bayarannya hanya berupa stok bahan bakar, biaya pengobatan, dan sejumlah dana akomodasi bagi pengungsi. Australia menerima tawaran ini, dan Nauru pun menanggung akibat menjadi kamp pengungsi.
Nauru pernah pula memberikan izin kemudahan terhadap pendirian perbankan di negaranya. Banyak bank dalam dan luar negeri yang membuka jasa layanan di negara itu dengan imbalan semacam persentase “komisi” kepada negara Nauru. Namun akibatnya, Nauru pun menjadi negara yang terkenal akan bisnis cuci uang (money laundry). Akhirnya Nauru masuk dalam daftar blacklist dalam dunia perbankan dan transasksi finansial. Kebijakan perbankan Nauru pun direstorasi dan banyak bank yang ditutup. Masalah baru bagi negara “Happy Island” itu. Negara Republik Nauru juga sudah menjual semua aset perusahaan daerahnya, termasuk dalam bidang perkapalan dan penerbangan. Akibatnya, transportasi menjadi kendala, dan uang hasil penjualan aset-aset itu habis menutup modal dan utang. Bahkan gaji pegawai pun sulit untuk dibayar. Betapa Nauru yang dulu dikenal dengan negara yang sangat kaya raya, kini sudah terpuruk dan sekarat dalam lingkungan kemiskinan yang tidak dapat dibangkitkan lagi.



Sumber:

Nama   : Arif Junisman Mendrofa
NPM   : 314 13 323
Kelas   : 2ID06


Jumat, 23 Januari 2015

Tugas 10 Ilmu Sosial Dasar #

IPTEK dalam bidang Teknik Industri

        Perkembangan teknologi di dunia tidak dapat dilepaskan atau dipisahkan dari perkembangan ekonomi. Keterkaitan ini disebabkan oleh perkembangan berbagai jenis ilmu pengetahuan yang merupakan dasar inovasi dalam menghasilkan teknologi-teknologi baru, baik berupa bagian dari produk maupun bagian dari proses produksi. Perkembangan teknologi dibidang industri memberikan pengaruh yang luas pada kegiatan produksi di industri. Teknologi terbaru dan canggih merupakan kebutuhan dalam mencapai produk yang berkualitas, sehingga perawatan terhadap peralatan wajib dilakukan.
         Jika ditinjau dalam dasawarsa terakhir, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sudah semakin cepat dan canggih, bahkan daur hidup suatu produk (product life cycle) terasa makin memendek, khususnya dalam bidang industri elektronika dan informatika. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) tentunya paralel dengan meningkatnya keterampilan dan pengetahuna manusia, sehingga perkembangan tersebut telah didayagunakan untuk memperluas ruang lingkup aplikasinya sehingga memberikan dampak yang sangat luas terhadap bidang industri lainnya dan terhadap alat bantu (tools). Hampir semua negara industri maju memberikan prioritas pada upaya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan (research and development) industri dan teknologi khususnya dalam bidang teknologi manufaktur, teknologi produk maupun teknologi proses.
           Demikian juga dengan negara-negara berkembang yang saat ini telah sadar akan pentingnya pengusaan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai bagian dari pembangunan nasionalnya, sehingga saling berlomba dalam meningkatkan penguasaan serta pengembangan akan ilmu pengetahuan dan teknologi. Upaya negara-negara berkembang ini masih berorientasi pada peningkatan daya saing dalam rangka membuka akses menuju pasar internasional.
                Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia terasa semakin terlihat sejak dicanangkannya program industrialisasi sebagai bagian dari pembangunan nasional pada Pelita I yang lalu, dan sedang merampungkan pelaksanaan Pelita V serta menyongsong awal era tinggal landas pada Pelita VI.
               Menteri Negara Riset dan Teknologi mengemukakan Strategi Transformasi Industri dan Teknologi yang dirancang dengan mempertimbangkan letak geografis dari tanah air dan potensi serta pendayagunaan seluruh sumber daya yang ada, dapat dijadikan dasar dalam menetapkan langkah-langkah yang akan ditempuh dalam mentransformasikan bangsa Indonesia dari yang mulanya berwawasan pertanian menjadi masyarakat berwawasan industri. Hal tersebut dapat berdampak positif dengan berkembangnya sektor industri dan sektor pertanian secara bersama-sama. Mentri Perindustrian juga pernah mengutarakan strategi keterkaitan antara industri sebagai dasar dalam meningkatkan nilai tambah dalam sektor industri, diman seluru strategu tersebut bermuara pada peningkatan kemampuan akan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Sementara itu, masih terdapat beberapa hambatan yang sangat terlihat jelas dalam operasionalisasi dari strategi transformasi industri dan teknologi melalui ilmu pengetahuan dan teknologi, yaitu:
1. Teknologi 
2. Modal
3. Manusia

          Pembangunan teknologi diarahkan pada kemampuan penguasaan teknologi dan rekayasa sebagai pemacu kemampuan melakukan inovasi dan percepatan pembangunan guna mewujudkan kesejahteraan rakyat. Masyarakat digiatkan untuk berperan aktif dalam upaya penguasaan dan pemanfaatan teknologi dalam rangka mengembangkan keunggulan kompetitif sehingga mampu menghasilkan barang dan jasa yang lebih unggul dan bersaing dengan menggunakan teknologi mutakhir. Budaya ilmu pengetahuan dan teknologi ditumbuhkembangkan dengan selalu memperhatikan nilai-nilai luhur bangsa agar sikap dan perilaku masyarakat makin terangsang untuk menguasai dan mengembang­kan ilmu pengetahuan dan teknologi.
           Kemampuan untuk mengkaji dan memahami teknologi yang tepat perlu ditingkatkan untuk menunjang transformasi teknologi melalui kajian berbagai ilmu pengetahuan terapan. Pemahaman teknologi secara mendasar, rinci, dan mendalam dilakukan melalui pelaksanaan program yang konkret untuk memproduksi barang dan jasa. Kemampuan alih teknologi perlu dikembangkan menjadi kemampuan pengintegrasian dan penciptaan teknologi baru untuk menghasilkan produk baru, yang dicerminkan oleh kemampuan membuat rancang bangun dan rekayasa industri serta kemampuan memproduksi. Pengembangan kemampuan rancang bangun dan rekayasa harus diupayakan untuk mendorong penyempurnaan proses produksi dan pertumbuhan berbagai jenis industri unggulan yang mampu menghasilkan barang dan jasa yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat, dan mampu menghadapi persaingan pasar dalam negeri dan pasar luar negeri.
        Program teknologi ditujukan pada usaha mengkaji, menerapkan, dan mengembangkan cara, metode, teknik, dan peranti rekayasa baru yang lebih efisien dan efektif untuk mengintegrasikan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi bagi keperluan pengembangan kemampuan rancang bangun dan pelaksanaan produksi barang dan jasa, baik untuk menyempurnakan produk barang dan jasa yang telah ada maupun membangun yang baru. Tujuan utama program teknologi adalah untuk meningkatkan sektor industri dalam menghasilkan barang dan jasa yang memiliki unjuk kerja dan tingkat harga yang kompetitif seiring dengan tujuan mendorong keberhasilan dalam pemecahan masalah pembangunan bagi daerah yang tertinggal dan penduduk miskin. Dengan demikian, program teknologi akan mencakup upaya untuk mengkaji dan menerapkan kemajuan teknologi yang telah berkembang dan diterapkan secara efektif di negara-negara maju, serta meneliti dan mengembangkan pengintegrasian kemajuan ilmu pengetahuan terapan dan ilmu pengetahuan dasar bagi keperluan meningkatkan daya guna tek­nologi tersebut serta mengadaptasikan teknologi tersebut pada berbagai aplikasi.
          Dalam bidang kebutuhan dasar manusia yang antara lain meliputi produksi pangan dan pelestarian swasembada pangan akan diupayakan pengembangan teknologi produksi pangan yang berwawasan lingkungan hidup, pengembangan teknologi produksi pangan di lahan marjinal, pengembangan sumber pangan hewani, paket pengembangan teknologi yang tidak tergantung cuaca dan musim, serta teknologi diversifikasi pangan dalam upaya mencapai pola pangan berimbang. Selain itu, akan diteliti tingkat residupestisida dan kandungan berbagai logam berat pada bahan pangan, kajian keamanan pangan terhadap kontaminasi mikroba patogen, keterkaitan status gizi dengan kemiskinan dan penyakit degeneratif, pengembangan indikator gizi, dan sistem komunikasi, informasi, dan edukasi. Dalam bidang perumahan dan permukiman upaya dititikberatkan pada pengembangan teknologi konstruksi perumah­an padat penghuni, konstruksi rumah murah dan minim perawatan, konstruksi rumah tahan gempa, peningkatan efisiensi proses pembangunan perumahan, serta pengembangan teknologi produksi dan diversifikasi material bangunan. Dalam bidang pendidikan akan diteliti cara-cars meningkatkan kemampuan guru dan tenaga pengajar termasuk sistem pembinaan kemampuan mengajar dan kesejahteraannya, serta peningkatan kemampuan manajemen bagi para pengelola.
         Dalam upaya mendukung program penyediaan energi, fokus penguasaan teknologi energi ditujukan pada pengembangan listrik tenaga sel bahan bakar serta energi pasang surut dan konversi perbedaan temperatur air laut. Selain itu, akan diteliti cara-cara rehabilitasi lahan kritis dan penanggulangan degradasi tanah. Dalam upaya menekan dampak bencana alam, akan dilakukan riset mitigasi mencakup perkiraan daerah banjir, tanah longsor, dan evaluasi dampak bencana.
       Peningkatan penguasaan teknologi dalam industri penerbangan dititikberatkan pada pengembangan sistem avionik. Adapun dalam industri energi ditujukan untuk menguasai teknologi sistem jaringan listrik. Untuk industri kimia akan dikembangkan bahan peledak emulsi sampai tahap pabrik percobaan dan amunisi ringan. Dalam bidang industri peralatan pertanian juga akan dikembangkan pabrik percontohan produksi gula nipah dan produksi pulp dari limbah tandan sawit, sedangkan untuk industri pertahanan dan keamanan akan dilanjutkan pengembangan sistem deteksi bawah air. Selain itu, juga akan ditingkatkan kemampuan nasional di bidang industri material barn yang meliputi bahan logam, polimer, keramik, dan gelas. Industri kimia dan proses akan diprioritas­kan untuk mampu mengganti bahan impor, mengendalikan bahan kimia berbahaya, dan mengembangkan teknologi pengolahan limbah dan daur ulang yang murah. Industri transportasi dititikberatkan  pada peningkatan kemampuan pembuatan mesin, komponen otomotif, dan uji performansi.
        Program kemitraan riset di bidang teknologi dikembangkan dalam bentuk kerja sama antara badan usaha milik negara (BUMN), lembaga penelitian pemerintah, pihak perguruan tinggi negeri dan swasta, serta pengusaha nasional. Pengembangan kemi­traan riset di bidang teknologi terutama ditujukan untuk mendu­kung pengembangan teknik produksi yang berkaitan dengan pe­ningkatan mutu produksi dan berpotensi dalam peningkatan kemampuan ekspor. Demikian pula, program kemitraan riset dilaksanakan sebagai upaya pemecahan masalah pembangunan di daerah yang kurang berkembang, dan membantu kemampuan teknologi industri bagi pengusaha kecil serta koperasi. Program kemitraan juga dilakukan dalam upaya pengembangan teknologi, termasuk manajemen teknologi, yang dilakukan melalui kemitraan di bidang pendidikan dan penelitian untuk menciptakan jumlah dan kualitas SDM iptek yang dibutuhkan oleh industri, dunia usaha, dan pengembangan pendidikan iptek.                                                                           


Sumber:


Nama   : Arif Junisman Mendrofa
NPM   : 314 13 323
Kelas   : 2ID06