Rabu, 10 Juni 2015

Tulisan (Hukum Industri)

PEMBAJAKAN/PEMALSUAN SOFTWARE
=
PELANGGARAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

Ilustrasi Pembajak Software
Hampir setengah dari pengguna PC di dunia menggunakan produk software bajakan, dalam hal ini jumlah penggunaan software bajakan tersebut semakin besar di negara-negara berkembang. Menurut pihak Business Software Alliance (BSA), biasanya pengguna membeli software orisinil dengan lisensi tunggal untuk kemudian menginstallnya pada PC lainnya, atau mengunduhnya secara ilegal melalui jaringan peer-to-peer. Software bajakan juga dapat dijumpai di mal atau pasar, dalam bentuk vcd/dvd dengan harga sekitar Rp. 25.000. Tentu banyak yang berpikiran sangat mudah mendapatkan software bajakan dengan harga lebih murah bahkan gratis, di saat software original harganya sangat mahal. Saat yang sama juga, pihak-pihak yang membeli software bajakan melakukan tindakan yang tidak mengapresiasikan hasil kerja keras pembuat software original dan tidak mengetahui beratnya sanksi hukum yang akan diterima.
Tahun 2012 dalam siaran pers United States Trade Representative disebutkan bahwa Indonesia berada bersama 12 negara lain dalam priority watch list, peringkat tertinggi pelanggaran hak cipta yang paling diawasi. Negara lain yang masuk daftar ini adalah Aljazair, Argentina, Kanada, Ciles, Cina, India, Israel, Pakistan, Rusia, Thailand, Ukraina, dan Venezuela. Indonesia dinilai melakukan banyak kemajuan dalam perlindungan hak cipta dan sejumlah pelaku usaha mengakui adanya upaya pemerintah dalam memerangi pembajakan dan pemalsuan. Namun, pihak Amerika Serikat menilai upaya itu belum efektif, karena masih maraknya tindak kejahatan hak cipta, termasuk melalui internet. Negara yang paling sering menghuni daftar priority watch list adalah Rusia, yaitu 16 tahun berturut-turut dan China telah delapan tahun berturut-turut.
Pelanggaran hak cipta dan pemalsuan yang termasuk hak kekayaan intelektual tentu mengakibatkan banyak kerugian. Kerugian tersebutlah yang dialami pengusaha dan pemerintah di seluruh dunia akibat pembajakan dan pemalsuan bisa mencapai US$ 1 triliun (Rp 9.500 triliun) setahun. Jumlah itu belum termasuk kerugian yang diderita masyarakat pekerja, karena dua juta lapangan pekerjaan ikut musnah akibat telah terpublikasinya hasil bajakan seperti software-software. Telah banyak cara yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia serta Organisasi Hak Kekayaan Intelektual Dunia (WIPO) dalam memberantas kasus pelanggaran hak cipta ini, namun tetap saja masih marak dan pihak-pihak yang melakukan pembajakan dan pemalsuan juga terus bertambah. Padahal Indonesia dalam melakukan pengawasan terhadap pembajakan dan pemalsuan didukung oleh enam Undang-Undang, di antaranya mengatur masalah paten, desain industri, sampai varietas tanaman. Namun, tetap saja pembajakan masih marak. Hal tersebut bukan lagi persoalan dan kerja keras pemerintah Indonesia sendiri, melainkan kerja sama dari berbagai pihak, baik lembaga internasional dan masyarakat Indonesia sendiri tanpa terkecuali untuk menyadarkan dan melaporkan pihak-pihak yang melakukan pembajakan dan pemalsuan seperti software-software bajakan.
Software gratis (software bajakan) memang tidak memiliki kemampuan yang maksimal dibandingkan dengan software berbayar. Fitur-fitur didalamnya juga tidak selengkap software berbayar yang lebih profesional. Namun perlu digaris bawahi, menggunakan software bajakan adalah suatu tindakan yang illegal. Menggunakan software bajakan sama artinya menjadi seorang penjahat dan ikut mendukung berkembangnya kejahatan dibidang pembajakan. Salah satu resiko yang paling besar adalah berhadapan dengan pihak berwajib terutama pihak pelindung hak cipta. Apabila tertangkap menggunakan software bajakan untuk tujuan bisnis, saat itu juga akan dijerat undang-undang perlindungan hak atas kekayaan intelektual (HAKI), yaitu dipenjara dan didenda uang ratusan juta saat tertangkap menggunakan software bajakan ini.

Hukum industri berperan penting dalam memberantas pihak-pihak yang melanggar batas-batas dari keseluruhan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI). Berikut beberapa Undang-Undang yang mengatur sanksi bagi pelanggar hak atas kekayaan intelektual seperti pembajakan dan pemalsuan software.
1.    Pasal 27 UU ITE Tahun 2008:
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan atau mentransmisikan dan atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. Ancaman pidana pasal 45(1) KUHP. Pidana penjara paling lama 6(enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Diatur pula dalam KUHP pasal 282 mengenai kejahatan terhadap kesusilaan.
2.    Pasal 28 UU ITE Tahun 2008:
Setiap orang yang sengaja tanpa hak menyebarkan dengan bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.
3.    Pasal 29 UU ITE Tahun 2008:
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan informasi elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi (Cyber Stalking). Ancaman pidana 45(3) Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (Dua milyar rupiah).
4.    Pasal 30 UU ITE Tahun 2008 ayat 3:       
Setiap orang yang sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan atau sistem elektronik dengan cara apapun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengaman (cracking, hacking, illegal access). Ancaman pidana pasal 46 ayat 3 setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat 3 dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) dan atau denda paling banyak Rp.800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).


Referensi Tulisan:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar