Minggu, 06 April 2014

Tulisan 1 Pendidikan Kewarganegaraan #

Bab 1. Pengantar Pendidikan Kewarganegaraan

1.5.          Hak Azasi Manusia

Istilah hak asasi manusia (Human Right) muncul pada tahun 1948 bersamaan
dengan lahirnya Declaration of Human Right. Istilah ini diciptakan oleh Anna Elleanor Roosevelt, istri presiden ke-32 Amerika Serikat yang bernama Franklin Delano Roosevelt.
                        Hak asasi manusia merupakan hak universal yang dimiliki oleh setiap manusia sebagai anugerah Tuhan dan dibawa sejak lahir. Secara lebih khusus, hak asasi manusia ini dapat dilihat dari dua makna, yaitu:
Pertama, HAM merupakan hak alami yang melekat dalam diri setiap manusia sejak ia dilahirkan ke dunia. Oleh karena itu, tidak ada seorang pun yang diperkenankan merampas hak tersebut dari tangan pemiliknya.
Kedua, HAM merupakan instrumen untuk menjaga harkat dan martabat manusia sesuai dengan kodrat kemanusiaannya yang luhur. Tanpa adanya hak asasi, manusia tidak akan dapat hidup sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaannya sebagai makhluk Tuhan yang paling mulia.
Hak-hak azasi manusia juga tercantum dalam pasal-pasal UUD 1945 sebelum maupun sesudah amendemen. Secara garis besar hak-hak asasi manusia tercantum dalam pasal 28A sampai 28J yaitu sebagai berikut.
Pasal 28A
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.
            Contoh :
1.      Kasus pembuangan bayi oleh orangtua tak bertanggung jawab dengan cara keji.
2.      Korban percobaan pembunuhan berantai yang berhasil diselamatkan.
3.      Pelajar-pelajar yang nekat melakukan aborsi atas bayi yang dikandungnya dari hasil hubungan gelap dengan kekasihnya.

Pasal 28B
(1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
(2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Contoh :
1.      Kasus penculikan bayi dikawasan rumah sakit.
2.      Kasus kekerasan dan diskriminasi dalam lingkungan sekolah oleh senior kepada juniornya.
3.      Diskriminasi baik dalam perhatian maupun fasilitas atau kebutuhan dari orang tua terhadap anak mereka antara anak yang fisiknya baik dengan anak yang lumpuh.



Pasal 28C
(1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.          
(2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.
Contoh :
1.      Pemberian beasiswa berprestasi dan kurang mampu bagi siswa atau pelajar untuk melanjutkan pendidikan demi tercapainya hak pendidikan.
2.      Pengadaan bimbingan belajar di daerah terpencil tanpa mengenal usia yang dibimbing.
3.      Pemanfaatan dalam menggali informasi terbaru di internet oleh masyarakat.

Pasal 28D
 (1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.
(2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
 (3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam   pemerintahan.
 (4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.
Contoh :
1.         Pencalonan sebagai anggota legislatif dan terjun dalam dunia politik oleh artis-artis Indonesia.
2.         Anak yang dilahirkan dari ayah yang berkewarganegaraan Indonesia dan ibu berkewarganegaraan Taiwan, maka anak tersebut mendapat kewarganegaraan Indonesia.
3.         Kecelakaan dijalan raya hingga banyak korban yang meninggal disebabkan oleh mobil seorang anak pejabat RI tidak diperpanjang hukumannya dan dibebaskan begitu saja sementara pencurian 600 gr gula oleh anak dari keluarga tidak mampu dihukum sampai bertahun-tahun sebagai tanda ke tidakadilan serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.

Pasal 28E
(1)  Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal diwilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
(2)  Setiap orang atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
(3)  Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
Contoh :
1.      Banyak pelajar Indonesia yang lebih memilih melanjutkan studi ke luar negeri bahkan menetap disana.
2.      Maraknya pembakaran, pelarangan, dan penghancuran rumah ibadah dimana-mana, sehingga agama minoritas terganggu dan tidak dapat beribadah dengan aman dan nyaman.
3.      Seorang anak yang tidak boleh dipaksa untuk mengikuti agama keluarganya, melainkan bebas memilih agama apa yang akan dia peluk yang telah dia dalami.

Pasal 28F
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Contoh :
1.      Penggunaan bbm dan sosial media lainnya sebagai tempat komunikasi dan berbagi antar masyarakat.
2.      Mahasiswa salah satu perguruan tinggi di Indonesia yang mempublikasikan karya ilmiahnya di internet untuk dibaca oleh masyarakat luas.
3.      Adanya situs Youtube membuat setiap orang dapat mengupload video mereka, tugas, maupun musik.

Pasal 28G
(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.
Contoh :
1.      Kasus penganiayaan dan pembunuhan tki di negara-negara luar yang belum berakhir sampai sekarang.
2.      Pemerkosaan dan penculikan gadis oleh sutradara dengan menjajikan gadis tersebut menjadi selebriti terkenal.
3.      Perampokan harta benda dalam suatu keluarga hingga memakan korban.

Pasal 28H
(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan medapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
(2) Setiap orang mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.
Contoh :
1.      Lambannya proses hukum dan kerja departemen luar negeri RI terhadap tersangka pembunuhan tki di Malaysia.
2.      Penggusuran lahan yang dilakukan pemerintah demi kepentingan pemerintah semata sementara hak kepemilikan tanah adalah hak warga tersebut.
3.      Perluasan pelayanan kesehatan di daerah-daerah terpencil dan sulit dijangkau pusat.


Pasal 28I
(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.
(2)  Setiap orang berhak bebas atas perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
(3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.
(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.
(5)  Untuk menegakan dan melindungi hak assi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundangan-undangan.
Contoh :
1.      Menghargai dan menaati adat yang berlaku didaerah yang dikunjungi atau didatangi, seperti daerah-daerah di Kalimantan yang masih kuat adatnya.
2.      Kasus lumpur lapindo di Sidoardjo yang tidak terselesaikan sampai sekarang.
3.      Kasus pemaksaan dan pelecehan seksual tkw di luar negeri.

Pasal 28J
(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
Contoh :
1.      Banyak profesi hukum yang mendapat dan memakan suap-suap dari para pidananya.
2.      Kasus tabrakan beruntun yang disebabkan seorang anak artis tanah air yang masih dibawah umur hingga memakan korban meninggal.
3.      Menghargai pernikahan antara kakek berumur 60 tahun ke atas dengan gadis berumur 20 tahun dilingkungan sekitar.

1.6.         Demokrasi

Demokrasi berarti bahwa kekuasaan dalam sistem politik negara berasal dari rakyat, dijalankan oleh rakyat, dan diperuntukkan bagi rakyat. Demokrasi bukan sekedar bentuk pemerintahan, melainkan merupakan sistem politik yang ditandai dengan adanya prinsip-prinsip demokrasi. Negara demokrasi adalah negara yang memiliki prinsip-prinsip demokrasi dan menegakkan prinsip-prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan bernegara. Negara Indonesia merupakan negara demokrasi yang didasarkan atas Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara.
A.    Perkembangan demokrasi secara umum.
Secara etimologis, demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu demos dan kratos. Demos adalah rakyat sedangkan kratos adalah kekuasaan.  Konsep demokrasi semula lahir dari pemikiran mengenai hubungan antara negara dan hukum di Yunani Kuno yang dipraktekkan dalam kehidupan bernegara antara abad ke-6 SM sampai abad ke-4 M. Sifat demokrasi yang dipraktekkan pada waktu itu adalah demokrasi langsung (direct democracy).
Direct democracy artinya hak rakyat untuk membuat keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara berdasarkan prosedur mayoritas. Sifat langsung itu berjalan efektif karena Negara Kota (City State) Yunani Kuno berlangsung dalam kondisi sederhana dengan wilayah negara yang hanya terbatas pada sebuah kota kecil dengan jumlah penduduk sekitar 300.000 orang.  Selain itu ketentuan-ketentuan menikmati demokrasi hanya berlaku bagi warga negara yang resmi saja, sedangkan budak belian, para pedagang asing, perempuan dan anak-anak tidak dapat menikmatinya.
Kehidupan masyarakat abad pertengahan dicirikan dengan individualistis dan feodalistik, kehidupan spiritual dalam negara dikuasai oleh pejabat agama yang terkadang mempengaruhi kehidupan poitik negara. Kehidupan politiknya juga ditandai oleh sering terjadinya perebutan-perebutan kekuasaan diantara para bangsawan. Zaman ini dikenal dengan dengan zaman kegelapan. Kehidupan sosial politik secara keseluruhan hanya ditentukan oleh elit-elit masyarakat yakni para agamawan dan para bangsawan, sehingga demokrasi Yunani Kuno pada abad pertengahan tidak dapat dipraktekkan.
Akhir abad pertengahan muncul adagium-adagium masyarakat untuk menghidupkan kembali demokrasi sebagaimana telah dipraktekkan di zaman Yunani Kuno, karena masyarakat menganggap tanpa demokrasi kepentingan-kepentingan masyarakat semakin terabaikan, kebebasan masyarakat semakin terkekang, disamping pengambilan keputusan hanya terletak pada satu orang yakni raja, tanpa mempertimbangkan apakah keputusan yang diambil merupakan aspirasi rakyat atau malah membuat masyarakat semakin menderita. Di Inggris upaya-upaya masyarakat mencapai hasilnya pada tahun 1215 ketika Raja John Lackland menandatangani perjanjian antara kaum bangsawan dan Kerajaan yang dikenal dengan “Piagam Magna Charta”.
Dalam Magna Charta ditegaskan tentang jaminan beberapa hak dan hak-hak khusus dari para bawahannya. Magna Charta juga memuat dua prinsip dasar yakni tentang pembatasan kekuasaan rata dan Hak Azasi Manusia lebih penting dari kedaulatan raja.
Momentum lainnya yang menandai kemunculan kembali demokrasi di Barat adalah gerakan Renaisance dan reformasi.  Renaisance merupakan gerakan yang menghidupkan kembali minat pada sastra dan budaya Yunani Kuno. Renaisance merupakan upaya-upaya pemuliaan terhadap akal pikiran dan perkembangan ilmu pengetahuan guna melihat hal-hal yang lebih baik untuk dikembangkan. Salah satu cermatan dalam renaisance adalah mempraktekkan kembali kehidupan demokrasi, karena adanya anutan kebebasan dalam bertindak sepanjang sesuai dengan akal pikiran.
Momentum lain kemunculan kembali demokrasi di barat adalah reformasi terhadap adanya kekuasaan raja atau pemimpin agama yang dianggap absolut monarki. Hal ini didasari pada teori rasionalitas sebagai “social contract”  (perjanjian masyarakat) yang salah satu asasnya menentukan bahwa dunia ini dikuasai oleh hukum yang timbul dari alam yang mengandung prinsip yang universal, berlaku untuk semua waktu dan semua orang, baik raja, bangsawan maupun rakyat jelata.
Teori hukum alam merupakan usaha mendobrak pemerintahan absolut dan menetapkan hak-hak politik rakyat dalam satu asas yang disebut demokrasi (pemerintahan rakyat). Dua filsuf besar yaitu John Locke dan Montesquieu telah memberikan sumbangan yang besar bagi gagasan pemerintahan demokrasi (pemerintahan rakyat).
John Locke dari Inggris (1632-1704) mengemukakan bahwa hak-hak politik rakyat mencakup hak atas hidup, kebebasan dan hak untuk memiliki. Sedangkan Montesquieu dari perancis (1689-1744) mengungkapkan sistem pokok yang dapat menjamin hak-hak politik adalah melalui “trias politica” yaitu suatu sistem pemisahan kekuasaan  yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Ketiga unsur tersebut dipegang oleh organ sendiri secara independent atau merdeka.
Pada kemunculannya kembali di Eropa, hak-hak politik rakyat dan hak-hak asasi manusia secara individu merupakan tema dasar dalam pemikiran politik, untuk itu timbul gagasan untuk membatasi kekuasaan pemerintah melalui apa yang dikenal konstitusi. Pembatasan ini yang kemudian kita kenal dengan konstitusionalisme. Salah satu ciri negara yang menganut sistem demokrasi konstitusional adalah sifat pemerintah yang pasif, pemerintah hanya menjadi pelaksana dari keinginan-keinginan rakyat yang telah dirumuskan oleh wakil rakyat dalam parlemen, peranan negara lebih kecil dari keinginan rakyat.
Carl J. Friedrick mengemukakan bahwa konstitusionalisme adalah gagasan yang mengatakan bahwa pemerintah merupakan suatu kumpulan aktivitas yang diselenggarakan atas nama rakyat, tetapi tunduk pada beberapa pembatasan yang dimaksud untuk memberi jaminan bahwa kekuasaan yang diperlukan untuk memerintah itu tidak disalahgunakan oleh mereka yang mendapat tugas untuk memerintah.  Jika dibandingkan dengan konsep Trias Politica Mostesqiueu, tugas pemerintah dalam konstitusionalisme hanya terbatas pada tugas eksekutif, yaitu melaksanakan Undang-Undang yang telah dibuat oleh parlemen atas nama rakyat. Dengan demikian, pemerintahan mempunyai peranan yang terbatas pada tugas eksekutif. Konsep konstitusional abad ke-19 disebut Negara Hukum Formal (klasik).

Konsep Negara Hukum Formal (klasik) pada abad ke-20 dianggap tidak relevan lagi karena negara dianggap terlalu pasif. Faktor-faktor penyebabnya antara lain karena pluralis liberal juga diakibatkan oleh faktor-faktor lainantara lain; adalah akses-akses industrialisasi dan sistem kapitalis, tersebarnya paham sosialis yang menghendaki kekuasaan dibagi sama rata serta kemenangan beberapa partai sosialis di Eropa. Gagasan tentang pemerintah dilarang campur tangan dalam urusan warga negara baik dibidang sosial maupun ekonomi bergeser kedalam gagasan baru bahwa pemerintah harus bertanggungjawab atas kesejahteraan rakyat. Pemerintah tidak lagi bersifat pasif melainkan harus aktif dalam upaya membangun masyarakatnya dengan cara menata kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat. Gagasan baru tersebut yang dikenal dengan “Welfrafe State”.
Pemerintah Welfrafe State diberi tugas membangun kesejahteraan umum  dalam berbagai lapangan dengan konsekuensi pemberian kemerdekaan kepada administrasi negara untuk menjalankannya. Pemerintah dalam rangka bestuurzoog yang dimaksud diberikan kemerdekaan untuk dapat bertindak atas inisiatifnya sendiri, tidak hanya bertindak atas nama parlemen selama dianggap relevan dan sangat urgensi. Olehnya itu pemerintah diberikan “Fries Ermessen” atau “Pouvoir discretionnair” yaitu kemerdekaan untuk turut serta dalam kehidupan sosial dan keluasan untuk selalu terikat pada produk legislasi parlemen.
Konsep Welfrafe State mempunyai tiga implikasi yang menjadikan peran pemerintah terkadang melewati batas-batas yang telah diatur dalam konstitusi kalau tidak dicontrol secara baik. Implikasi tersebut antara lain; adanya hak inisiatif (hak membuat Undang-Undang tanpa persetujuan terlebih dahulu dari parlemen), hak legislasi (membuat peraturan lain yang sederajat dibawah UU) dan “droit function” (menafsirkan sendiri aturan-aturan yang masih bersifat enunsiatif). Jadi dalam perkembangan abad 21 sekarang ini demokrasi ala Welfrafe State dianggap relevan namun perlu ditinjau dan dicontrol secara berkelanjutan untuk menjaga jangan sampai pemerintah menyalahgunakan yang bertentangan dengan makna demokrasi sendiri.
Demokrasi secara jelas berarti kekuasaan dari rakyat. Demokrasi merupakan bentuk pemerintahan rakyat karena rakyatlah yang berkuasa sekaligus diperintah. Pengertian demokrasi yang popular dikemukakan oleh Presiden Amerika Serikat Abraham Lincoln pada tahun 1863, yaitu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Pemerintahan dari rakyat artinya pemerintah suatu negara mendapat mandate dari rakyat untuk menyelenggarakan pemerintahan. Rakyat merupakan pemegang kedaulatan atau kekuasaan tertinggi dalam negara demokrasi. Apabila pemerintah telah mendapat mandat dari rakyat untuk memimpin penyelenggaraan negara, pemerintah tersebut dianggap telah sah. Pemerintahan oleh rakyat berarti pemerintahan negara itu dijalankan oleh rakyat. Walaupun dalam praktiknya pemerintahan dijalankan oleh pemerintah, orang-orang dalam pemerintah tersebut telah dipilih dan mendapat mandat dari rakyat.
Pemerintahan untuk rakyat merupakan pemerintah yang menghasilkan dan menjalankan kebijakan-kebijakan yang diarahkan untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Jika kebijakan yang dihasilkan hanya untuk kepentingan sekelompok orang dan tidak berdasarkan kepentingan rakyat, pemerintahan tersebut bukan pemerintahan demokratis.
Negara yang menganut asas kedaulatan rakyat atau demokrasi memiliki ciri sebagai berikut.
a.  Adanya lembaga perwakilan rakyat yang mencerminkan kehendak rakyat.
b.  Adanya pemilihan umum yang bebas dan rahasia.
c. Adanya kekuasaan atau kedaulatan rakyat yang dilaksanakan oleh lembaga yang bertugas mengawasi pemerintah.
d. Adanya susunan kekuasaan badan atau lembaga negara ditetapkan dalam UUD negara.

1.      Demokrasi sebagai Sistem Politik
Demokrasi tidak hanya merupakan bentuk pemerintahan, tetapi telah menjadi sistem politik. Sistem politik, yaitu sistem politik demokratis, memiliki ciri dan nilai-nilai demokratis. Henry B. Mayo menyatakan bahwa sistem politik demokratis adalah sistem politik yang kebijaksanaan umumnya dibuat berdasarkan prinsip mayoritas oleh para wakil rakyat dalam suatu pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip persamaan politik dan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.
Menurut Plato bentuk pemerintahan dapat dibedakan menjadi aristokrasi, demokrasi, dan monarki.
a. Aristokrasi, adalah bentuk pemerintahan yang dipegang oleh sekelompok orang yang memimpin dan dijalankan untuk kepentingan rakyat banyak.
b. Demokrasi, adalah bentuk pemerintahan yang dipegang oleh rakyat dan dijalankan untuk kepentingan rakyat banyak.
c. Monarki, adalah bentuk pemerintahan yang dipegang oleh seseorang sebagai pemimpin tertinggi dan dijalankan untuk kepentingan rakyat banyak.

Adapun bentuk pemerintahan secara modern menurut Marchiavelli, yaitu:
a. Monarki, adalah bentuk pemerintahan yang bersifat kerajaan. Pemimpin negara umumnya bergelar raja, sultan, atau kaisar.
b. Republik, adalah bentuk pemerintahan yang dipimpin oleh presiden atau perdana menteri.

Samuel Huntington menyatakan bahwa setiap politik disebut demokrasi jika para pembuat putusan kolektif yang paling kuat dalam sistem itu dipilih melalui pemilihan yang jurdil (jujur dan adil). Pada awalnya pemunculan sistem politik demokrasi adalah untuk memulihkan hak asasi manusia, mengangkat harkat dan derajat manusia, serta memberi kekuasaan kepada rakyat

2.       Demokrasi sebagai Pandangan Hidup.
Demokrasi dipahami tidak hanya merupakan bentuk pemerintahan dan sistem politik, tetapi merupakan sebuah pandangan atau sikap hidup. Sebagai sikap hidup, demokrasi berisi nilai-nilai atau norma yang hendaknya dimiliki oleh warga yang menginginkan kehidupan demokrasi.
Menurut John Dewey, ide pokok demokrasi adalah pandangan hidup yang dicerminkan dengan perlunya partisipasi dari setiap warga yang sudah dewasa dalam membentuk nilai-nilai yang mengatur kehidupan.

3.      Nilai dan Budaya Demokrasi.
a. Nilai Demokrasi
Nilai-nilai demokrasi dibutuhkan untuk menjadi landasan atau pedoman berperilaku dalam negara demokrasi. Berikut adalah beberapa pendapat para ahli mengenai nilai-nilai demokrasi.
i) Zamroni (2001)
Menurut Zamroni, demokrasi akan tumbuh kokoh jika di kalangan masyarakat tumbuh kultur dan nilai-nilai demokrasi, yakni toleransi, terbuka dalam berkomunikasi, bebas mengemukakan dan menghormati perbedaan pendapat, memahami keanekaragaman dalam masyarakat, saling menghargai, mampu mengekang diri, menjunjung nilai dan martabat kemanusiaan, percaya diri atau tidak menggantungkan diri pada orang lain, kebersamaan dan keseimbangan.
ii) Henry B. Mayo (1990)
Henry B. Mayo mengklasifikasikan 8 nilai demokrasi, yaitu: pengakuan penghormatan atas kebebasan, pemajuan ilmu pengetahuan, penegakan keadilan, pengakuan dan penghormatan terhadap keanekaragaman, penggunaan paksaan sesedikit mungkin, pergantian penguasan secara teratur, penjaminan perubahan secara damai dalam masyarakat dinamis, serta penyelesaian pertikaian secara damai dan sukarela.
b.  Budaya Demokrasi
Masyarakat yang menerima dan melaksanakan nilai-nilai demokrasi dalam kehidupannya secara terus menerus akan menghasilkan budaya demokrasi. Menurut Macridis dan Brown, terdapat ragam budaya politik yang lebih dapat menopang kehidupan politik demokratis di samping juga ragam budaya politik yang lebih menopang kehidupan politik totaliter. Budaya politik yang diwarnai oleh kerja sama atas dasar saling percaya antarwarga masyarakatnya lebih mendukung demokrasi daripada budaya politik yang diwarnai oleh rasa saling curiga, kebencian, dan saling tidak percaya dalam hubungan antarwarganya. Jadi, inti budaya demokrasi menurut kedua pakar itu adalah kerja sama, saling percaya, toleransi, menghargai keanekaragaman, kesamaderajatan, dan kompromi.
Menurut Branson, bahwa setiap warga negara dalam negara demokrasi semestinya memiliki kebijakan-kebijakan kewarganegaraan karena tanpa hal itu sistem pemerintahan demokrasi tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya. Inti dari kebajikan kewarganegaraan adalah tuntutan agar semua warga negara menempatkan kebaikan bersama di atas kepentingan pribadi. Hal itu meliputi disposisi kewarganegaraan dan komitmen kewarganegaraan.
1)  Disposisi kewarganegaraan, adalah sikap-sikap dan kebiasaan-kebiasaan warga negara yang menopang perwujudan kebaikan bersama serta ber-fungsinya sistem demokrasi secara sehat. Sikap-sikap itu, antara lain adalah sebagai berikut.
a) tanggung jawab pribadi dan kesediaan untuk menerima tanggung jawab bagi dirinya sendiri serta konsekuensi dari tindakan-tindakannya.
b) keadaan, termasuk hormat kepada orang lain, dan penggunaan wacana yang beradab.
c)  murah hati terhadap sesama dan masyarakat luas.
d)  mengasihi sesama.
e)  sabar dan gigih dalam mengejar tujuan bersama.
f)  toleransi terhadap keanekaragaman.
g) disiplin diri dan kesetiaan pada aturan-aturan yang diperlukan untuk memelihara pemerintahan demokratis tanpa tekanan dari otoritas di luar dirinya sendiri.
h) sikap batin dan kehendak untuk menempatkan kebaikan bersama di atas kepentingan pribadi.
i) keterbukaan pikiran, termasuk sikap skeptis yang sehat dan pengakuan terhadap sifat ambiguitas kenyataan sosial dan politik.
j) kesediaan untuk berkompromi dan menerima kenyataan bahwa nilai-nilai dan prinsip-prinsip kadang-kadang saling bertentangan.
2)   Komitmen kewarganegaraan, adalah kesetiaan kritis warga negara terhadap nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar demokrasi. Komitmen itu dapat dibedakan atas
a. komitmen kepada nilai-nilai dasar demokrasi (persamaan, kemerdekaan, persaudaraan, dan sebagainya);
b. komitmen kepada prinsip-prinsip dasar demokrasi (persamaan politik, pembagian kekuasaan negara, kedaulatan rakyat, dan sebagainya).

B.     Perkembangan demokrasi di Indonesia

Negara Indonesia menganut sistem politik Demokrasi Pancasila. Hal tersebut tercantum dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945. Dari alinea keempat Pembukaan UUD 1945 dijelaskan bahwa negara Republik Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat atau negara demokrasi. Demokrasi yang diterapkan yang diterapkan di negara Indonesia adalah demokrasi yang didasarkan pada Pancasila. Demokrasi Pancasila dijiwai, disemangati, diwarnai, dan didasari oleh falsafah Pancasila. Hal ini berarti dalam menggunakan hak-hak demokrasi harus disertai tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung nilai-nilai kemanusiaan sesuai dengan harkat dan martabatnya. Selain itu, harus menjamin dan mempersatukan bangsa serta harus dimanfaatkan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

I.       Demokrasi di Masa Orde Lama

a. Masa Demokrasi Parlementer
Pada masa ini dapat dikatakan sebagai masa kejayaan demokrasi karena hampir semua unsur demokrasi dapat ditemukan dalam perwujudannya. Unsur-unsur itu antara lain adalah akuntabilitas politis yang tinggi, peranan yang sangat tinggi pada parlemen, pemilu yang bebas, dan terjaminnya hak politik rakyat.
Cara kerja sistem pemerintahan parlemen, antara lain adalah sebagai berikut.
1. Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh badan pengadilan yang bebas;
2. Presiden hanya berperan sebagai kepala negara, bukan kepala pemerintahan,
    kepala pemerintahan dijabat oleh seorang perdana menteri;
3. Kekuasaan eksekutif dijalankan oleh kabinet/dewan menteri, yang dipimpin
    oleh seorang perdana menteri-kabinet dibentuk dengan bertanggung jawab
    kepada DPR;
4. Kekuasaan legislatif dijalankan oleh DPR yang dibentuk melalui pemilu multipartai. Partai politik yang menguasai mayoritas DPR membentuk cabinet sebagai penyelenggara pemerintahan negara;
5. Apabila kabinet bubar, presiden akan menunjuk formatur kabinet untuk  menyusun kabinet baru;
6. Apabila DPR mengajukan mosi tidak percaya lagi kepada kabinet yang baru, DPR dibubarkan dan diadakan pemilihan umum;
7. Apabila DPR menilai kinerja menteri/beberapa menteri/kabinet kurang baik,
DPR dapat memberi mosi tidak percaya dan menteri, para menteri atau kabinet yang diberi mosi tidak percaya harus mengundurkan/membubarkan diri.

Hal-hal negatif yang terjadi selama berlakunya sistem parlementer adalah
sebagai berikut.
1. Terjadi ketidakserasian hubungan dalam tubuh angkatan bersenjata   pascaperistiwa 17 Oktober 1952, yaitu sebagian anggota ABRI condong ke cabinet Wilopo, sebagian lagi condong ke Presiden Soekarno.
2. Masa kerja rata-rata kabinet yang pendek menyebabkan banyak kebijaksanaan jangka panjang pemerintah yang tidak dapat terlaksana.
3.  Telah terjadi perdebatan terbuka antara Presiden Soekarno dan tokoh Masyumi, Isa Anshory, mengenai penggantian Pancasila dengan dasar negara yang lebih islami tentang apakah akan merugikan umat beragama lain atau tidak.
4.  Masa kegiatan kampanye pemilu yang berkepanjangan mengakibatkan meningkatnya ketegangan di masyarakat.
5. Pemerintah pusat mendapat tantangan dari daerah-daerah seperti pemberontakan PRRI dan Permesta.

Selain hal-hal negatif tersebut menurut Herbert Feith juga terdapat hal-hal positif pada masa demokrasi parlementer, antara lain adalah sebagai berikut.
1. Sedikit sekali terjadi konflik di antara umat beragama.
2. Jumlah sekolah bertambah dengan pesat yang mengakibatkan peningkatan status sosial yang cepat pula.
3. Pers bebas sehingga banyak variasi isi media massa.
4. DPR berfungsi dengan baik.
5. Minoritas Tionghoa mendapat perlindungan dari pemerintah.
6. Badan-badan peradilan menikmati kebebasan dalam menjalankan fungsinya,
termasuk dalam kasus yang menyangkut pimpinan militer, menteri, dan pemimpin-pemimpin partai.
7. Kabinet dan ABRI berhasil mengatasi pemberontakan-pemberontakan seperti RMS di Maluku dan DI/TII di Jawa Barat.

Namun, proses demokrasi masa parlementer telah dinilai gagal dalam menjamin stabilitas politik, kelangsungan pemerintahan, dan menciptakan kesejahteraan rakyat. Kegagalan tersebut disebabkan oleh beberapa hal, antara lain sebagai berikut.
1. Tidak ada anggota konstituante yang bersidang dalam menetapkan dasar negara. Hal ini memicu Presiden Soekarno untuk mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
2. Landasan sosial ekonomi rakyat masih rendah.
3. Dominannya politik aliran, artinya berbagai golongan politik dan partai politik sangat mementingkan kelompok atau dirinya sendiri daripada kepentingan bangsa.

b. Masa demokrasi Terpimpin
Demokrasi terpimpin muncul dari ketidaksenangan Presiden Soekarno terhadap partai-partai politik yang dinilai lebih mementingkan kepentingan partai dan ideologinya masing-masing daripada kepentingan yang lebih luas. Presiden Soekarno menekankan pentingnya peranan pemimpin dalam proses politik dan perjuangan revolusi Indonesia yang belum selesai. Menurut ketetapan MPRS No. VIII/MPRS/1965 pengertian dasar demokrasi terpimpin adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan yang berintikan musyawarah untuk mufakat secara gotong royong di antara semua kekuatan nasional yang progresif revolusioner dengan berporoskan Nasakom. Ciri-ciri demokrasi terpimpin adalah sebagai berikut.
1. Terbatasnya peran partai politik.
2. Berkembangnya pengaruh PKI dan militer sebagai kekuatan sosial politik di
Indonesia.
3. Dominannya peran presiden, yaitu Presiden Soekarno, yang menentukan penyelenggaraan pemerintahan negara.

Pada demokrasi terpimpin terdapat penyimpangan dari prinsip negara hukum dan negara demokrasi menurut Pancasila dan UUD 1945, antara lain adalah sebagai berikut.
1.      Pelanggaran prinsip ”kebebasan kekuasaan kehakiman.”
Dalam UU No. 19 Tahun 1964 ditentukan bahwa demi kepentingan revolusi, presiden berhak untuk mencampuri proses peradilan. Hal ini bertentangan dengan UUD 1945 sehingga mengakibatkan kekuasaan kehakiman dijadikan alat oleh pemerintah untuk menghukum pemimpin politik yang menentang kebijakan pemerintah.
2.      Pengekangan hak-hak asasi warga negara dalam bidang politik.
Hal tersebut terjadi terhadap kebebasan pers. Saat itu banyak media massa yang dibatasi dan tidak boleh menentang kebijakan pemerintah.
3.      Pelampauan batas wewenang.
Presiden banyak membuat penetapan yang melebihi kewenangannya tanpa berkonsultasi terlebih dahulu dengan DPR.
4.      Pembentukan lembaga negara ekstrakonstitusional.
Presiden membentuk lembaga kenegaraan di luar yang disebut UUD 1945
misalnya Front Nasional yang ternyata dimanfaatkan oleh pihak komunis untuk mempersiapkan pembentukan negara komunis di Indonesia.
5.      Pengutamaan fungsi presiden.
Pengutamaan fungsi presiden tampak dalam hal-hal berikut.
a. Mekanisme kerja, jika MPR dan DPR tidak berhasil mengambil putusan, persoalan tersebut diserahkan kepada presiden untuk memutuskan.
b. Pimpinan MPR, DPR, dan lembaga-lembaga negara lainnya diberi kedudukan sebagai menteri sehingga menjadi bawahan presiden. Padahal menurut UUD 1945 MPR adalah lembaga yang membawahkan presiden dan berkedudukan lebih tinggi dari presiden, sedangkan lembaga-lembaga negara yang lain (DPR, BPK, dan MA) sejajar dengan presiden.
c. Pembubaran DPR oleh presiden terjadi karena DPR menolak menyetujui RAPBN yang diusulkan pemerintah. Padahal UUD 1945 mengatur bahwa presiden tidak dapat membubarkan DPR dan jika DPR menolak anggaran yang diajukan, pemerintah menggunakan anggaran tahun sebelumnya.

Akhir dari demokrasi terpimpin berawal dari pemberontakan G 30 S/PKI, ketika Presiden Soekarno gagal dalam mempertahankan keseimbangan antara kekuatan yang ada di sisinya, yaitu PKI dan militer. Demokrasi terpimpin berakhir dengan ditandai oleh keluarnya Surat Perintah 11 Maret 1966 dari Presiden Soekarno kepada Jenderal Soeharto untuk mengatasi keadaan.


II.        Demokrasi di Masa Orde Baru.
Pelaksanaan demokrasi selama masa demokrasi terpimpin adalah penyimpangan terhadap aturan dasar hidup bernegara (Pancasila dan UUD 1945). Oleh sebab itu, Pemerintahan Orde Baru mengawali jalannya pemerintahan dengan tekad melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Seluruh kegiatan pemerintahan negara dan hidup bermasyarakat dan berbangsa harus dijalankan sesuai dengan tata aturan yang bersumber pada Pancasila dan UUD 1945. Namun, dalam perkembangannya Pemerintah Orde Baru mengarah pada pemerintahan yang sentralistis. Lembaga kepresidenan menjadi pusat dari seluruh proses politik dan menjadi pembentuk dan penentu agenda nasional, pengontrol kegiatan politik dan pemberi legacies bagi seluruh lembaga pemerintah dan negara. Kehidupan politik di masa Orde Baru sama dengan masa Orde Lama, yaitu terjadi penyimpangan-penyimpangan, antara lain sebagai berikut.
a. Pemberantasan hak-hak politik rakyat, misalnya jumlah partai politik yang dibatasi hanya tiga partai politik, yakni PPP, Golkar, dan PDI. Pegawai negeri dan ABRI diharuskan untuk mendukungpartai penguasa, yaitu Golkar. Pertemuan-pertemuan politik harus mendapat izin penguasa. Ada perlakuan diskriminatif terhadap anak keturunan orang yang terlibat G 30 S/PKI . Para pengkritik pemerintah dikucilkan secara politik bahkan diculik.
b. Pemusatan kekuasaan di tangan presiden. Presiden dapat mengendalikan berbagai lembaga negara seperti MPR, DPR, dan MA. Anggota MPR yang diangkat dari ABRI berada di bawah kendali presiden, karena presiden merupakan panglima tertinggi ABRI. Selain itu, seluruh anggota DPR/MPR harus lulus penyaringan yang diadakan oleh aparat militer.
c. Pemilu yang tidak demokratis. Pemilu yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali penuh dengan kecurangan dan ketidakadilan karena hak-hak parpol dan masyarakat pemilih telah dimanipulasi untuk kemenangan Golkar.
d. Korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Akibat dari penggunaan kekuasaan yang terpusat dan tak terkontrol, korupsi, kolusi, dan nepotisme tumbuh subur. KKN telah menjerumuskan bangsa ke dalam krisis multidimensi berkepanjangan.

Pemerintahan Suharto yang otoriter berakhir setelah gerakan mahasiswa berhasil menekannya untuk mengundurkan diri sebagai presiden. Pernyataan pengunduran diri itu terjadi pada tanggal 21 Mei 1998. Adapun hal yang menjadi sebab-sebab kejatuhan Orde Baru adalah sebagai berikut.
1. Terjadi krisis politik dan keruntuhan legitimasi politik. Rakyat mulai kecewa dan tidak lagi mempercayai pemerintahan Orde Baru dan mengharapkan adanya pemerintahan yang baru.
2. Tidak bersatu lagi pilar-pilar pendukung Orde Baru. Banyak menteri yang tidak lagi mendukung pemerintahan. Tentara Nasional Indonesia (TNI) juga tidak bersedia lagi menjadi alat kekuasaan Orde Baru.
3. Ekonomi nasional hancur yang ditandai oleh adanya krisis mata uang dan krisis ekonomi yang tidak mampu ditanggulangi.
4. Muncul desakan semangat demokratis dari para pendukung demokrasi.

III.     Demokrasi di Masa Sekarang.
             B.J. Habibie menjadi presiden RI yang ke-3 menggantikan Presiden Suharto yang mengundurkan diri. Pergantian tersebut didasarkan pada pasal 8 UUD 1945 yang menyatakan bahwa jika presiden mangkat, berhenti, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia diganti oleh wakil presiden sampai habis waktunya.
Presiden B.J. Habibie menyatakan bahwa pemerintahannya adalah pemerintahan transisional karena merupakan masa perpindahan pemerintahan yang selanjutnya akan dibentuk pemerintahan baru yang demokratis dan berdasarkan kehendak rakyat. Antara tahun 1998 sampai tahun 1999 dianggap tahun yang penuh gejolak dan diwarnai oleh kerusuhan di beberapa daerah, antara lain konflik di Ambon dan Maluku, kerusuhan di Aceh, dan kerusuhan dan pertentangan di wilayah Timor Timur.
Pada tanggal 21 Oktober 1999, diselenggarakan pemilihan wakil presiden RI. Calonnya ialah Megawati Soekarnoputri dan Hamzah Haz. Pemilihan dilakukan dengan voting. Hasilnya diperoleh Megawati memperoleh suara terbanyak. Dengan demikian, wakil presiden RI periode 1999–2004 ialah Megawati yang dilantik pada 21 Oktober 1999. Namun, dalam perkembangan selanjutnya, kedudukan Abdurrahman Wahid beralih kepada Megawati dengan wakilnya Hamzah Haz karena adanya ketidakpuasan rakyat selama pemerintahan yang dipimpin olehnya. Pada tahun 2004 untuk pertama kalinya bangsa Indonesia melaksanakan pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat. Pemilu diikuti oleh 24 partai politik. Pemilu dilakukan dalam tiga tahap. Pertama, pada 5 April 2004 dilaksanakan pemilihan anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kota/kabupaten, dan DPD. Kedua, pada 5 Juli 2004 dilaksanakan pemilihan presiden dan wakil presiden tahap pertama. Ketiga, pada 20 September 2004 pemilihan presiden dan wakil presiden tahap kedua.   
Hasil pemilihan tersebut menempatkan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla sebagai presiden dan wakil presiden Republik Indonesia periode 2004–2009. Kemudian, kembali lagi terpilihnya Susilo Bambang Yudhoyono sebagai presiden dan pasangannya Boediono sebagai wakil presiden pada pilpres tahun 2009 dan menjabat sampai tahun 2014.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar