PEMBAJAKAN/PEMALSUAN
SOFTWARE
=
PELANGGARAN HAK
KEKAYAAN INTELEKTUAL
Hampir setengah dari pengguna PC di dunia
menggunakan produk software bajakan,
dalam hal ini jumlah penggunaan software
bajakan tersebut semakin besar di negara-negara berkembang. Menurut pihak Business Software Alliance (BSA), biasanya
pengguna membeli software orisinil
dengan lisensi tunggal untuk kemudian menginstallnya
pada PC lainnya, atau mengunduhnya secara ilegal melalui jaringan peer-to-peer. Software bajakan juga dapat dijumpai di mal atau pasar, dalam
bentuk vcd/dvd dengan harga sekitar Rp. 25.000. Tentu banyak yang berpikiran sangat
mudah mendapatkan software bajakan dengan
harga lebih murah bahkan gratis, di saat software
original harganya sangat mahal. Saat
yang sama juga, pihak-pihak yang membeli software
bajakan melakukan tindakan yang tidak mengapresiasikan hasil kerja keras
pembuat software original dan tidak
mengetahui beratnya sanksi hukum yang akan diterima.
Tahun 2012 dalam siaran pers United States Trade Representative disebutkan
bahwa Indonesia berada bersama 12 negara lain dalam priority watch list, peringkat tertinggi pelanggaran hak cipta yang
paling diawasi. Negara lain yang masuk daftar ini adalah Aljazair, Argentina,
Kanada, Ciles, Cina, India, Israel, Pakistan, Rusia, Thailand, Ukraina, dan Venezuela.
Indonesia dinilai melakukan banyak kemajuan dalam perlindungan hak cipta dan
sejumlah pelaku usaha mengakui adanya upaya pemerintah dalam memerangi
pembajakan dan pemalsuan. Namun, pihak Amerika Serikat menilai upaya itu belum
efektif, karena masih maraknya tindak kejahatan hak cipta, termasuk melalui
internet. Negara yang paling sering menghuni daftar priority watch list adalah Rusia, yaitu 16 tahun berturut-turut dan
China telah delapan tahun berturut-turut.
Pelanggaran hak cipta dan pemalsuan yang
termasuk hak kekayaan intelektual tentu mengakibatkan banyak kerugian. Kerugian
tersebutlah yang dialami pengusaha dan pemerintah di seluruh dunia akibat
pembajakan dan pemalsuan bisa mencapai US$ 1 triliun (Rp 9.500 triliun)
setahun. Jumlah itu belum termasuk kerugian yang diderita masyarakat pekerja,
karena dua juta lapangan pekerjaan ikut musnah akibat telah terpublikasinya
hasil bajakan seperti software-software.
Telah banyak cara yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia serta Organisasi Hak
Kekayaan Intelektual Dunia (WIPO) dalam memberantas kasus pelanggaran hak cipta
ini, namun tetap saja masih marak dan pihak-pihak yang melakukan pembajakan dan
pemalsuan juga terus bertambah. Padahal Indonesia dalam melakukan pengawasan
terhadap pembajakan dan pemalsuan didukung oleh enam Undang-Undang, di
antaranya mengatur masalah paten, desain industri, sampai varietas tanaman.
Namun, tetap saja pembajakan masih marak. Hal tersebut bukan lagi persoalan dan
kerja keras pemerintah Indonesia sendiri, melainkan kerja sama dari berbagai
pihak, baik lembaga internasional dan masyarakat Indonesia sendiri tanpa
terkecuali untuk menyadarkan dan melaporkan pihak-pihak yang melakukan
pembajakan dan pemalsuan seperti software-software
bajakan.
Software gratis (software bajakan) memang tidak memiliki
kemampuan yang maksimal dibandingkan dengan software
berbayar. Fitur-fitur didalamnya juga tidak selengkap software berbayar yang lebih profesional. Namun perlu digaris
bawahi, menggunakan software bajakan
adalah suatu tindakan yang illegal. Menggunakan software bajakan sama artinya menjadi seorang penjahat dan ikut
mendukung berkembangnya kejahatan dibidang pembajakan. Salah satu resiko yang paling
besar adalah berhadapan dengan pihak berwajib terutama pihak pelindung hak
cipta. Apabila tertangkap menggunakan software
bajakan untuk tujuan bisnis, saat itu juga akan dijerat undang-undang
perlindungan hak atas kekayaan intelektual (HAKI), yaitu dipenjara dan didenda
uang ratusan juta saat tertangkap menggunakan software bajakan ini.
Hukum industri berperan penting dalam
memberantas pihak-pihak yang melanggar batas-batas dari keseluruhan Hak
Kekayaan Intelektual (HAKI). Berikut beberapa Undang-Undang yang mengatur
sanksi bagi pelanggar hak atas kekayaan intelektual seperti pembajakan dan
pemalsuan software.
1.
Pasal 27 UU ITE Tahun 2008:
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan
dan atau mentransmisikan dan atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik
dan atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
Ancaman pidana pasal 45(1) KUHP. Pidana penjara paling lama 6(enam) tahun dan
atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Diatur pula
dalam KUHP pasal 282 mengenai kejahatan terhadap kesusilaan.
2.
Pasal 28 UU ITE Tahun 2008:
Setiap orang yang sengaja tanpa hak menyebarkan dengan bohong
dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi
elektronik.
3.
Pasal 29 UU ITE Tahun 2008:
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan
informasi elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang
ditujukan secara pribadi (Cyber Stalking).
Ancaman pidana 45(3) Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud
dalam pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun
dan atau denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (Dua milyar rupiah).
4.
Pasal 30 UU ITE Tahun 2008 ayat 3:
Setiap orang yang sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
mengakses komputer dan atau sistem elektronik dengan cara apapun dengan
melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengaman (cracking, hacking, illegal access).
Ancaman pidana pasal 46 ayat 3 setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam pasal 30 ayat 3 dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan)
dan atau denda paling banyak Rp.800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Referensi Tulisan: