Bab 1. Pengantar Pendidikan
Kewarganegaraan
1.
1.1.
1.2.
1.3.
1.4.
1.5.
Hak Azasi Manusia
Istilah
hak asasi manusia (Human Right) muncul pada tahun 1948 bersamaan
dengan
lahirnya Declaration of Human Right.
Istilah ini diciptakan oleh Anna Elleanor Roosevelt, istri presiden ke-32
Amerika Serikat yang bernama Franklin Delano Roosevelt.
Hak asasi manusia
merupakan hak universal yang dimiliki oleh setiap manusia sebagai anugerah
Tuhan dan dibawa sejak lahir. Secara lebih khusus, hak asasi manusia ini dapat
dilihat dari dua makna, yaitu:
Pertama,
HAM merupakan hak alami yang melekat dalam diri setiap manusia sejak ia
dilahirkan ke dunia. Oleh karena itu, tidak ada seorang pun yang diperkenankan
merampas hak tersebut dari tangan pemiliknya.
Kedua,
HAM merupakan instrumen untuk menjaga harkat dan martabat manusia sesuai dengan
kodrat kemanusiaannya yang luhur. Tanpa adanya hak asasi, manusia tidak akan
dapat hidup sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaannya sebagai makhluk
Tuhan yang paling mulia.
Hak-hak
azasi manusia juga tercantum dalam pasal-pasal UUD 1945 sebelum maupun sesudah
amendemen. Secara garis besar hak-hak asasi manusia tercantum dalam pasal 28A
sampai 28J yaitu sebagai berikut.
Pasal
28A
Setiap
orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.
Contoh
:
1.
Kasus
pembuangan bayi oleh orangtua tak bertanggung jawab dengan cara keji.
2.
Korban
percobaan pembunuhan berantai yang berhasil diselamatkan.
3. Pelajar-pelajar
yang nekat melakukan aborsi atas bayi yang dikandungnya dari hasil hubungan
gelap dengan kekasihnya.
Pasal
28B
(1)
Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan
yang sah.
(2)
Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak
atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Contoh :
1.
Kasus
penculikan bayi dikawasan rumah sakit.
2.
Kasus
kekerasan dan diskriminasi dalam lingkungan sekolah oleh senior kepada
juniornya.
3. Diskriminasi
baik dalam perhatian maupun fasilitas atau kebutuhan dari orang tua terhadap
anak mereka antara anak yang fisiknya baik dengan anak yang lumpuh.
Pasal
28C
(1)
Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya,
berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan
teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi
kesejahteraan umat manusia.
(2)
Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara
kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.
Contoh
:
1.
Pemberian
beasiswa berprestasi dan kurang mampu bagi siswa atau pelajar untuk melanjutkan
pendidikan demi tercapainya hak pendidikan.
2.
Pengadaan
bimbingan belajar di daerah terpencil tanpa mengenal usia yang dibimbing.
3.
Pemanfaatan
dalam menggali informasi terbaru di internet oleh masyarakat.
Pasal
28D
(1) Setiap orang berhak atas pengakuan,
jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama
dihadapan hukum.
(2)
Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang
adil dan layak dalam hubungan kerja.
(3) Setiap warga negara berhak memperoleh
kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
(4) Setiap orang berhak atas status
kewarganegaraan.
Contoh
:
1.
Pencalonan
sebagai anggota legislatif dan terjun dalam dunia politik oleh artis-artis
Indonesia.
2.
Anak
yang dilahirkan dari ayah yang berkewarganegaraan Indonesia dan ibu
berkewarganegaraan Taiwan, maka anak tersebut mendapat kewarganegaraan
Indonesia.
3.
Kecelakaan
dijalan raya hingga banyak korban yang meninggal disebabkan oleh mobil seorang
anak pejabat RI tidak diperpanjang hukumannya dan dibebaskan begitu saja
sementara pencurian 600 gr gula oleh anak dari keluarga tidak mampu dihukum
sampai bertahun-tahun sebagai tanda ke tidakadilan serta perlakuan yang sama
dihadapan hukum.
Pasal
28E
(1)
Setiap orang bebas memeluk agama dan
beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih
pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal diwilayah negara dan
meninggalkannya, serta berhak kembali.
(2)
Setiap orang atas kebebasan meyakini
kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
(3)
Setiap orang berhak atas kebebasan
berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
Contoh
:
1.
Banyak
pelajar Indonesia yang lebih memilih melanjutkan studi ke luar negeri bahkan
menetap disana.
2.
Maraknya
pembakaran, pelarangan, dan penghancuran rumah ibadah dimana-mana, sehingga
agama minoritas terganggu dan tidak dapat beribadah dengan aman dan nyaman.
3.
Seorang
anak yang tidak boleh dipaksa untuk mengikuti agama keluarganya, melainkan
bebas memilih agama apa yang akan dia peluk yang telah dia dalami.
Pasal
28F
Setiap
orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan
pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh,
memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan
segala jenis saluran yang tersedia.
Contoh :
1.
Penggunaan
bbm dan sosial media lainnya sebagai tempat komunikasi dan berbagi antar
masyarakat.
2.
Mahasiswa
salah satu perguruan tinggi di Indonesia yang mempublikasikan karya ilmiahnya
di internet untuk dibaca oleh masyarakat luas.
3.
Adanya
situs Youtube membuat setiap orang dapat mengupload video mereka, tugas, maupun
musik.
Pasal 28G
(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri
pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah
kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman
ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan
dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh
suaka politik dari negara lain.
Contoh :
1. Kasus
penganiayaan dan pembunuhan tki di negara-negara luar yang belum berakhir
sampai sekarang.
2. Pemerkosaan
dan penculikan gadis oleh sutradara dengan menjajikan gadis tersebut menjadi
selebriti terkenal.
3. Perampokan
harta benda dalam suatu keluarga hingga memakan korban.
Pasal 28H
(1)
Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
medapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan.
(2)
Setiap orang mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh
kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
(3)
Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya
secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
(4)
Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak
boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.
Contoh :
1. Lambannya
proses hukum dan kerja departemen luar negeri RI terhadap tersangka pembunuhan tki
di Malaysia.
2. Penggusuran
lahan yang dilakukan pemerintah demi kepentingan pemerintah semata sementara
hak kepemilikan tanah adalah hak warga tersebut.
3. Perluasan
pelayanan kesehatan di daerah-daerah terpencil dan sulit dijangkau pusat.
Pasal 28I
(1)
Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati
nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai
pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang
berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan
apa pun.
(2)
Setiap orang berhak bebas atas perlakuan
yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan
perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
(3)
Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan
perkembangan zaman dan peradaban.
(4)
Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah
tanggung jawab negara, terutama pemerintah.
(5)
Untuk menegakan dan melindungi hak assi
manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan
hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan
perundangan-undangan.
Contoh
:
1. Menghargai dan
menaati adat yang berlaku didaerah yang dikunjungi atau didatangi, seperti
daerah-daerah di Kalimantan yang masih kuat adatnya.
2. Kasus lumpur
lapindo di Sidoardjo yang tidak terselesaikan sampai sekarang.
3. Kasus pemaksaan
dan pelecehan seksual tkw di luar negeri.
Pasal 28J
(1)
Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(2)
Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada
pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk
memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai
agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
Contoh
:
1.
Banyak
profesi hukum yang mendapat dan memakan suap-suap dari para pidananya.
2.
Kasus
tabrakan beruntun yang disebabkan seorang anak artis tanah air yang masih
dibawah umur hingga memakan korban meninggal.
3.
Menghargai
pernikahan antara kakek berumur 60 tahun ke atas dengan gadis berumur 20 tahun
dilingkungan sekitar.
1.6.
Demokrasi
Demokrasi berarti bahwa
kekuasaan dalam sistem politik negara berasal dari rakyat, dijalankan oleh
rakyat, dan diperuntukkan bagi rakyat. Demokrasi bukan sekedar bentuk pemerintahan,
melainkan merupakan sistem politik yang ditandai dengan adanya prinsip-prinsip demokrasi.
Negara demokrasi adalah negara yang memiliki prinsip-prinsip demokrasi dan menegakkan
prinsip-prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan bernegara. Negara Indonesia
merupakan negara demokrasi yang didasarkan atas Pancasila sebagai dasar dan
ideologi negara.
A. Perkembangan
demokrasi secara umum.
Secara etimologis, demokrasi berasal dari bahasa
Yunani, yaitu demos dan kratos. Demos adalah rakyat sedangkan kratos
adalah kekuasaan. Konsep demokrasi
semula lahir dari pemikiran mengenai hubungan antara negara dan hukum di Yunani
Kuno yang dipraktekkan dalam kehidupan bernegara antara abad ke-6 SM sampai
abad ke-4 M. Sifat demokrasi yang dipraktekkan pada waktu itu adalah demokrasi
langsung (direct democracy).
Direct democracy artinya hak rakyat untuk membuat
keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara
berdasarkan prosedur mayoritas. Sifat langsung itu berjalan efektif karena
Negara Kota (City State) Yunani Kuno berlangsung dalam kondisi sederhana dengan
wilayah negara yang hanya terbatas pada sebuah kota kecil dengan jumlah
penduduk sekitar 300.000 orang. Selain
itu ketentuan-ketentuan menikmati demokrasi hanya berlaku bagi warga negara
yang resmi saja, sedangkan budak belian, para pedagang asing, perempuan dan
anak-anak tidak dapat menikmatinya.
Kehidupan masyarakat abad pertengahan dicirikan
dengan individualistis dan feodalistik, kehidupan spiritual dalam negara
dikuasai oleh pejabat agama yang terkadang mempengaruhi kehidupan poitik
negara. Kehidupan politiknya juga ditandai oleh sering terjadinya
perebutan-perebutan kekuasaan diantara para bangsawan. Zaman ini dikenal dengan
dengan zaman kegelapan. Kehidupan sosial politik secara keseluruhan hanya
ditentukan oleh elit-elit masyarakat yakni para agamawan dan para bangsawan,
sehingga demokrasi Yunani Kuno pada abad pertengahan tidak dapat dipraktekkan.
Akhir abad pertengahan muncul adagium-adagium
masyarakat untuk menghidupkan kembali demokrasi sebagaimana telah dipraktekkan
di zaman Yunani Kuno, karena masyarakat menganggap tanpa demokrasi
kepentingan-kepentingan masyarakat semakin terabaikan, kebebasan masyarakat
semakin terkekang, disamping pengambilan keputusan hanya terletak pada satu
orang yakni raja, tanpa mempertimbangkan apakah keputusan yang diambil
merupakan aspirasi rakyat atau malah membuat masyarakat semakin menderita. Di
Inggris upaya-upaya masyarakat mencapai hasilnya pada tahun 1215 ketika Raja
John Lackland menandatangani perjanjian antara kaum bangsawan dan Kerajaan yang
dikenal dengan “Piagam Magna Charta”.
Dalam Magna Charta
ditegaskan tentang jaminan beberapa hak dan hak-hak khusus dari para
bawahannya. Magna Charta juga memuat
dua prinsip dasar yakni tentang pembatasan kekuasaan rata dan Hak Azasi Manusia
lebih penting dari kedaulatan raja.
Momentum lainnya yang menandai kemunculan kembali
demokrasi di Barat adalah gerakan Renaisance
dan reformasi. Renaisance merupakan gerakan yang menghidupkan kembali minat pada
sastra dan budaya Yunani Kuno. Renaisance merupakan upaya-upaya pemuliaan
terhadap akal pikiran dan perkembangan ilmu pengetahuan guna melihat hal-hal
yang lebih baik untuk dikembangkan. Salah satu cermatan dalam renaisance adalah
mempraktekkan kembali kehidupan demokrasi, karena adanya anutan kebebasan dalam
bertindak sepanjang sesuai dengan akal pikiran.
Momentum lain kemunculan kembali demokrasi di barat
adalah reformasi terhadap adanya kekuasaan raja atau pemimpin agama yang
dianggap absolut monarki. Hal ini didasari pada teori rasionalitas sebagai “social contract” (perjanjian masyarakat) yang salah satu
asasnya menentukan bahwa dunia ini dikuasai oleh hukum yang timbul dari alam yang
mengandung prinsip yang universal, berlaku untuk semua waktu dan semua orang,
baik raja, bangsawan maupun rakyat jelata.
Teori hukum alam merupakan usaha mendobrak
pemerintahan absolut dan menetapkan hak-hak politik rakyat dalam satu asas yang
disebut demokrasi (pemerintahan rakyat). Dua filsuf besar yaitu John Locke dan
Montesquieu telah memberikan sumbangan yang besar bagi gagasan pemerintahan
demokrasi (pemerintahan rakyat).
John Locke dari Inggris (1632-1704) mengemukakan
bahwa hak-hak politik rakyat mencakup hak atas hidup, kebebasan dan hak untuk
memiliki. Sedangkan Montesquieu dari perancis (1689-1744) mengungkapkan sistem
pokok yang dapat menjamin hak-hak politik adalah melalui “trias politica” yaitu suatu sistem pemisahan kekuasaan yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
Ketiga unsur tersebut dipegang oleh organ sendiri secara independent atau
merdeka.
Pada kemunculannya kembali di Eropa, hak-hak politik
rakyat dan hak-hak asasi manusia secara individu merupakan tema dasar dalam
pemikiran politik, untuk itu timbul gagasan untuk membatasi kekuasaan
pemerintah melalui apa yang dikenal konstitusi. Pembatasan ini yang kemudian
kita kenal dengan konstitusionalisme. Salah satu ciri negara yang menganut
sistem demokrasi konstitusional adalah sifat pemerintah yang pasif, pemerintah
hanya menjadi pelaksana dari keinginan-keinginan rakyat yang telah dirumuskan
oleh wakil rakyat dalam parlemen, peranan negara lebih kecil dari keinginan
rakyat.
Carl J. Friedrick mengemukakan bahwa
konstitusionalisme adalah gagasan yang mengatakan bahwa pemerintah merupakan
suatu kumpulan aktivitas yang diselenggarakan atas nama rakyat, tetapi tunduk
pada beberapa pembatasan yang dimaksud untuk memberi jaminan bahwa kekuasaan
yang diperlukan untuk memerintah itu tidak disalahgunakan oleh mereka yang
mendapat tugas untuk memerintah. Jika
dibandingkan dengan konsep Trias Politica
Mostesqiueu, tugas pemerintah dalam konstitusionalisme hanya terbatas pada
tugas eksekutif, yaitu melaksanakan Undang-Undang yang telah dibuat oleh
parlemen atas nama rakyat. Dengan demikian, pemerintahan mempunyai peranan yang
terbatas pada tugas eksekutif. Konsep konstitusional abad ke-19 disebut Negara
Hukum Formal (klasik).
Konsep Negara Hukum Formal (klasik) pada abad ke-20
dianggap tidak relevan lagi karena negara dianggap terlalu pasif. Faktor-faktor
penyebabnya antara lain karena pluralis liberal juga diakibatkan oleh
faktor-faktor lainantara lain; adalah akses-akses industrialisasi dan sistem
kapitalis, tersebarnya paham sosialis yang menghendaki kekuasaan dibagi sama
rata serta kemenangan beberapa partai sosialis di Eropa. Gagasan tentang
pemerintah dilarang campur tangan dalam urusan warga negara baik dibidang
sosial maupun ekonomi bergeser kedalam gagasan baru bahwa pemerintah harus
bertanggungjawab atas kesejahteraan rakyat. Pemerintah tidak lagi bersifat
pasif melainkan harus aktif dalam upaya membangun masyarakatnya dengan cara
menata kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat. Gagasan baru tersebut yang
dikenal dengan “Welfrafe State”.
Pemerintah Welfrafe State diberi tugas membangun
kesejahteraan umum dalam berbagai
lapangan dengan konsekuensi pemberian kemerdekaan kepada administrasi negara
untuk menjalankannya. Pemerintah dalam rangka bestuurzoog yang dimaksud
diberikan kemerdekaan untuk dapat bertindak atas inisiatifnya sendiri, tidak
hanya bertindak atas nama parlemen selama dianggap relevan dan sangat urgensi.
Olehnya itu pemerintah diberikan “Fries
Ermessen” atau “Pouvoir
discretionnair” yaitu kemerdekaan untuk turut serta dalam kehidupan sosial
dan keluasan untuk selalu terikat pada produk legislasi parlemen.
Konsep Welfrafe State mempunyai tiga implikasi yang
menjadikan peran pemerintah terkadang melewati batas-batas yang telah diatur
dalam konstitusi kalau tidak dicontrol secara baik. Implikasi tersebut antara
lain; adanya hak inisiatif (hak membuat Undang-Undang tanpa persetujuan
terlebih dahulu dari parlemen), hak legislasi (membuat peraturan lain yang
sederajat dibawah UU) dan “droit function”
(menafsirkan sendiri aturan-aturan yang masih bersifat enunsiatif). Jadi dalam
perkembangan abad 21 sekarang ini demokrasi ala Welfrafe State dianggap relevan namun perlu ditinjau dan dicontrol
secara berkelanjutan untuk menjaga jangan sampai pemerintah menyalahgunakan
yang bertentangan dengan makna demokrasi sendiri.
Demokrasi secara jelas berarti kekuasaan dari
rakyat. Demokrasi merupakan bentuk pemerintahan rakyat karena rakyatlah yang
berkuasa sekaligus diperintah. Pengertian demokrasi yang popular dikemukakan
oleh Presiden Amerika Serikat Abraham Lincoln pada tahun 1863, yaitu
pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Pemerintahan dari rakyat artinya pemerintah suatu
negara mendapat mandate dari rakyat untuk menyelenggarakan pemerintahan. Rakyat
merupakan pemegang kedaulatan atau kekuasaan tertinggi dalam negara demokrasi.
Apabila pemerintah telah mendapat mandat dari rakyat untuk memimpin
penyelenggaraan negara, pemerintah tersebut dianggap telah sah. Pemerintahan
oleh rakyat berarti pemerintahan negara itu dijalankan oleh rakyat. Walaupun
dalam praktiknya pemerintahan dijalankan oleh pemerintah, orang-orang dalam
pemerintah tersebut telah dipilih dan mendapat mandat dari rakyat.
Pemerintahan untuk rakyat merupakan pemerintah yang
menghasilkan dan menjalankan kebijakan-kebijakan yang diarahkan untuk kepentingan
dan kesejahteraan rakyat. Jika kebijakan yang dihasilkan hanya untuk
kepentingan sekelompok orang dan tidak berdasarkan kepentingan rakyat, pemerintahan
tersebut bukan pemerintahan demokratis.
Negara yang menganut asas kedaulatan rakyat atau
demokrasi memiliki ciri sebagai berikut.
a.
Adanya lembaga perwakilan rakyat yang
mencerminkan kehendak rakyat.
b. Adanya
pemilihan umum yang bebas dan rahasia.
c. Adanya kekuasaan atau kedaulatan rakyat yang
dilaksanakan oleh lembaga yang bertugas mengawasi pemerintah.
d. Adanya susunan kekuasaan badan atau lembaga
negara ditetapkan dalam UUD negara.
1. Demokrasi
sebagai Sistem Politik
Demokrasi tidak hanya merupakan bentuk pemerintahan,
tetapi telah menjadi sistem politik. Sistem politik, yaitu sistem politik
demokratis, memiliki ciri dan nilai-nilai demokratis. Henry B. Mayo menyatakan
bahwa sistem politik demokratis adalah sistem politik yang kebijaksanaan
umumnya dibuat berdasarkan prinsip mayoritas oleh para wakil rakyat dalam suatu
pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip persamaan politik dan dalam
suasana terjaminnya kebebasan politik.
Menurut Plato bentuk pemerintahan dapat dibedakan
menjadi aristokrasi, demokrasi, dan monarki.
a. Aristokrasi, adalah bentuk pemerintahan yang dipegang
oleh sekelompok orang yang memimpin dan dijalankan untuk kepentingan rakyat
banyak.
b. Demokrasi, adalah bentuk pemerintahan yang
dipegang oleh rakyat dan dijalankan untuk kepentingan rakyat banyak.
c. Monarki, adalah bentuk pemerintahan yang dipegang
oleh seseorang sebagai pemimpin tertinggi dan dijalankan untuk kepentingan
rakyat banyak.
Adapun bentuk pemerintahan secara modern menurut
Marchiavelli, yaitu:
a. Monarki, adalah bentuk pemerintahan yang bersifat
kerajaan. Pemimpin negara umumnya bergelar raja, sultan, atau kaisar.
b. Republik, adalah bentuk pemerintahan yang
dipimpin oleh presiden atau perdana menteri.
Samuel Huntington menyatakan bahwa setiap politik
disebut demokrasi jika para pembuat putusan kolektif yang paling kuat dalam
sistem itu dipilih melalui pemilihan yang jurdil (jujur dan adil). Pada awalnya
pemunculan sistem politik demokrasi adalah untuk memulihkan hak asasi manusia,
mengangkat harkat dan derajat manusia, serta memberi kekuasaan kepada rakyat
2. Demokrasi sebagai Pandangan Hidup.
Demokrasi dipahami tidak hanya merupakan bentuk
pemerintahan dan sistem politik, tetapi merupakan sebuah pandangan atau sikap
hidup. Sebagai sikap hidup, demokrasi berisi nilai-nilai atau norma yang
hendaknya dimiliki oleh warga yang menginginkan kehidupan demokrasi.
Menurut John Dewey, ide pokok demokrasi adalah
pandangan hidup yang dicerminkan dengan perlunya partisipasi dari setiap warga
yang sudah dewasa dalam membentuk nilai-nilai yang mengatur kehidupan.
3. Nilai
dan Budaya Demokrasi.
a. Nilai Demokrasi
Nilai-nilai demokrasi dibutuhkan untuk menjadi
landasan atau pedoman berperilaku dalam negara demokrasi. Berikut adalah
beberapa pendapat para ahli mengenai nilai-nilai demokrasi.
i) Zamroni (2001)
Menurut Zamroni, demokrasi akan tumbuh
kokoh jika di kalangan masyarakat tumbuh kultur dan nilai-nilai demokrasi,
yakni toleransi, terbuka dalam berkomunikasi, bebas mengemukakan dan
menghormati perbedaan pendapat, memahami keanekaragaman dalam masyarakat,
saling menghargai, mampu mengekang diri, menjunjung nilai dan martabat
kemanusiaan, percaya diri atau tidak menggantungkan diri pada orang lain,
kebersamaan dan keseimbangan.
ii) Henry B. Mayo (1990)
Henry B. Mayo mengklasifikasikan 8 nilai
demokrasi, yaitu: pengakuan penghormatan atas kebebasan, pemajuan ilmu pengetahuan,
penegakan keadilan, pengakuan dan penghormatan terhadap keanekaragaman,
penggunaan paksaan sesedikit mungkin, pergantian penguasan secara teratur, penjaminan
perubahan secara damai dalam masyarakat dinamis, serta penyelesaian pertikaian
secara damai dan sukarela.
b.
Budaya Demokrasi
Masyarakat yang menerima dan melaksanakan nilai-nilai
demokrasi dalam kehidupannya secara terus menerus akan menghasilkan budaya
demokrasi. Menurut Macridis dan Brown, terdapat ragam budaya politik yang lebih
dapat menopang kehidupan politik demokratis di samping juga ragam budaya
politik yang lebih menopang kehidupan politik totaliter. Budaya politik yang
diwarnai oleh kerja sama atas dasar saling percaya antarwarga masyarakatnya
lebih mendukung demokrasi daripada budaya politik yang diwarnai oleh rasa
saling curiga, kebencian, dan saling tidak percaya dalam hubungan
antarwarganya. Jadi, inti budaya demokrasi menurut kedua pakar itu adalah kerja
sama, saling percaya, toleransi, menghargai keanekaragaman, kesamaderajatan,
dan kompromi.
Menurut Branson, bahwa setiap warga negara dalam
negara demokrasi semestinya memiliki kebijakan-kebijakan kewarganegaraan karena
tanpa hal itu sistem pemerintahan demokrasi tidak dapat berjalan sebagaimana
mestinya. Inti dari kebajikan kewarganegaraan adalah tuntutan agar semua warga
negara menempatkan kebaikan bersama di atas kepentingan pribadi. Hal itu
meliputi disposisi kewarganegaraan dan komitmen kewarganegaraan.
1) Disposisi
kewarganegaraan, adalah sikap-sikap dan kebiasaan-kebiasaan warga negara yang
menopang perwujudan kebaikan bersama serta ber-fungsinya sistem demokrasi
secara sehat. Sikap-sikap itu, antara lain adalah sebagai berikut.
a) tanggung jawab pribadi dan kesediaan untuk
menerima tanggung jawab bagi dirinya sendiri serta konsekuensi dari
tindakan-tindakannya.
b) keadaan, termasuk hormat kepada orang lain, dan
penggunaan wacana yang beradab.
c) murah hati
terhadap sesama dan masyarakat luas.
d) mengasihi
sesama.
e) sabar dan
gigih dalam mengejar tujuan bersama.
f) toleransi
terhadap keanekaragaman.
g) disiplin diri dan kesetiaan pada aturan-aturan
yang diperlukan untuk memelihara pemerintahan demokratis tanpa tekanan dari
otoritas di luar dirinya sendiri.
h) sikap batin dan kehendak untuk menempatkan
kebaikan bersama di atas kepentingan pribadi.
i) keterbukaan pikiran, termasuk sikap skeptis yang
sehat dan pengakuan terhadap sifat ambiguitas kenyataan sosial dan politik.
j) kesediaan untuk berkompromi dan menerima
kenyataan bahwa nilai-nilai dan prinsip-prinsip kadang-kadang saling
bertentangan.
2) Komitmen
kewarganegaraan, adalah kesetiaan kritis warga negara terhadap nilai-nilai dan
prinsip-prinsip dasar demokrasi. Komitmen itu dapat dibedakan atas
a. komitmen kepada nilai-nilai dasar demokrasi
(persamaan, kemerdekaan, persaudaraan, dan sebagainya);
b. komitmen kepada prinsip-prinsip dasar demokrasi
(persamaan politik, pembagian kekuasaan negara, kedaulatan rakyat, dan
sebagainya).
B. Perkembangan
demokrasi di Indonesia
Negara Indonesia menganut sistem politik Demokrasi
Pancasila. Hal tersebut tercantum dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945. Dari
alinea keempat Pembukaan UUD 1945 dijelaskan bahwa negara Republik Indonesia
adalah negara yang berkedaulatan rakyat atau negara demokrasi. Demokrasi yang diterapkan
yang diterapkan di negara Indonesia adalah demokrasi yang didasarkan pada
Pancasila. Demokrasi Pancasila dijiwai, disemangati, diwarnai, dan didasari oleh
falsafah Pancasila. Hal ini berarti dalam menggunakan hak-hak demokrasi harus
disertai tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung nilai-nilai kemanusiaan
sesuai dengan harkat dan martabatnya. Selain itu, harus menjamin dan
mempersatukan bangsa serta harus dimanfaatkan untuk mewujudkan keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
I. Demokrasi
di Masa Orde Lama
a. Masa Demokrasi Parlementer
Pada masa ini dapat dikatakan sebagai masa kejayaan
demokrasi karena hampir semua unsur demokrasi dapat ditemukan dalam
perwujudannya. Unsur-unsur itu antara lain adalah akuntabilitas politis yang
tinggi, peranan yang sangat tinggi pada parlemen, pemilu yang bebas, dan terjaminnya
hak politik rakyat.
Cara
kerja sistem pemerintahan parlemen, antara lain adalah sebagai berikut.
1.
Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh badan pengadilan yang bebas;
2.
Presiden hanya berperan sebagai kepala negara, bukan kepala pemerintahan,
kepala pemerintahan dijabat oleh seorang
perdana menteri;
3.
Kekuasaan eksekutif dijalankan oleh kabinet/dewan menteri, yang dipimpin
oleh seorang perdana menteri-kabinet
dibentuk dengan bertanggung jawab
kepada DPR;
4. Kekuasaan legislatif dijalankan oleh DPR yang
dibentuk melalui pemilu multipartai. Partai politik yang menguasai mayoritas
DPR membentuk cabinet sebagai penyelenggara pemerintahan negara;
5. Apabila kabinet bubar, presiden akan menunjuk
formatur kabinet untuk menyusun kabinet
baru;
6. Apabila DPR mengajukan mosi tidak percaya lagi
kepada kabinet yang baru, DPR dibubarkan dan diadakan pemilihan umum;
7. Apabila DPR menilai kinerja menteri/beberapa
menteri/kabinet kurang baik,
DPR
dapat memberi mosi tidak percaya dan menteri, para menteri atau kabinet yang
diberi mosi tidak percaya harus mengundurkan/membubarkan diri.
Hal-hal
negatif yang terjadi selama berlakunya sistem parlementer adalah
sebagai
berikut.
1. Terjadi ketidakserasian hubungan dalam tubuh
angkatan bersenjata pascaperistiwa 17
Oktober 1952, yaitu sebagian anggota ABRI condong ke cabinet Wilopo, sebagian
lagi condong ke Presiden Soekarno.
2. Masa kerja rata-rata kabinet yang pendek
menyebabkan banyak kebijaksanaan jangka panjang pemerintah yang tidak dapat
terlaksana.
3. Telah
terjadi perdebatan terbuka antara Presiden Soekarno dan tokoh Masyumi, Isa
Anshory, mengenai penggantian Pancasila dengan dasar negara yang lebih islami
tentang apakah akan merugikan umat beragama lain atau tidak.
4. Masa
kegiatan kampanye pemilu yang berkepanjangan mengakibatkan meningkatnya
ketegangan di masyarakat.
5. Pemerintah pusat mendapat tantangan dari
daerah-daerah seperti pemberontakan PRRI dan Permesta.
Selain
hal-hal negatif tersebut menurut Herbert Feith juga terdapat hal-hal positif
pada masa demokrasi parlementer, antara lain adalah sebagai berikut.
1.
Sedikit sekali terjadi konflik di antara umat beragama.
2. Jumlah sekolah bertambah dengan pesat yang
mengakibatkan peningkatan status sosial yang cepat pula.
3. Pers bebas sehingga banyak variasi isi media
massa.
4. DPR berfungsi dengan baik.
5. Minoritas Tionghoa mendapat perlindungan dari
pemerintah.
6. Badan-badan peradilan menikmati kebebasan dalam
menjalankan fungsinya,
termasuk
dalam kasus yang menyangkut pimpinan militer, menteri, dan pemimpin-pemimpin
partai.
7. Kabinet dan ABRI berhasil mengatasi
pemberontakan-pemberontakan seperti RMS di Maluku dan DI/TII di Jawa Barat.
Namun,
proses demokrasi masa parlementer telah dinilai gagal dalam menjamin stabilitas
politik, kelangsungan pemerintahan, dan menciptakan kesejahteraan rakyat.
Kegagalan tersebut disebabkan oleh beberapa hal, antara lain sebagai berikut.
1. Tidak ada anggota konstituante yang bersidang
dalam menetapkan dasar negara. Hal ini memicu Presiden Soekarno untuk
mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
2. Landasan sosial ekonomi rakyat masih rendah.
3. Dominannya politik aliran, artinya berbagai
golongan politik dan partai politik sangat mementingkan kelompok atau dirinya
sendiri daripada kepentingan bangsa.
b. Masa demokrasi Terpimpin
Demokrasi terpimpin muncul dari ketidaksenangan
Presiden Soekarno terhadap partai-partai politik yang dinilai lebih mementingkan
kepentingan partai dan ideologinya masing-masing daripada kepentingan yang
lebih luas. Presiden Soekarno menekankan pentingnya peranan pemimpin dalam
proses politik dan perjuangan revolusi Indonesia yang belum selesai. Menurut
ketetapan MPRS No. VIII/MPRS/1965 pengertian dasar demokrasi terpimpin adalah
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
yang berintikan musyawarah untuk mufakat secara gotong royong di antara semua
kekuatan nasional yang progresif revolusioner dengan berporoskan Nasakom.
Ciri-ciri demokrasi terpimpin adalah sebagai berikut.
1. Terbatasnya peran partai politik.
2. Berkembangnya pengaruh PKI dan militer sebagai
kekuatan sosial politik di
Indonesia.
3. Dominannya peran presiden, yaitu Presiden
Soekarno, yang menentukan penyelenggaraan pemerintahan negara.
Pada
demokrasi terpimpin terdapat penyimpangan dari prinsip negara hukum dan negara
demokrasi menurut Pancasila dan UUD 1945, antara lain adalah sebagai berikut.
1. Pelanggaran
prinsip ”kebebasan kekuasaan kehakiman.”
Dalam
UU No. 19 Tahun 1964 ditentukan bahwa demi kepentingan revolusi, presiden
berhak untuk mencampuri proses peradilan. Hal ini bertentangan dengan UUD 1945
sehingga mengakibatkan kekuasaan kehakiman dijadikan alat oleh pemerintah untuk
menghukum pemimpin politik yang menentang kebijakan pemerintah.
2. Pengekangan
hak-hak asasi warga negara dalam bidang politik.
Hal
tersebut terjadi terhadap kebebasan pers. Saat itu banyak media massa yang
dibatasi dan tidak boleh menentang kebijakan pemerintah.
3. Pelampauan
batas wewenang.
Presiden
banyak membuat penetapan yang melebihi kewenangannya tanpa berkonsultasi
terlebih dahulu dengan DPR.
4. Pembentukan
lembaga negara ekstrakonstitusional.
Presiden
membentuk lembaga kenegaraan di luar yang disebut UUD 1945
misalnya
Front Nasional yang ternyata dimanfaatkan oleh pihak komunis untuk
mempersiapkan pembentukan negara komunis di Indonesia.
5. Pengutamaan
fungsi presiden.
Pengutamaan
fungsi presiden tampak dalam hal-hal berikut.
a. Mekanisme kerja, jika MPR dan DPR
tidak berhasil mengambil putusan, persoalan tersebut diserahkan kepada presiden
untuk memutuskan.
b. Pimpinan MPR, DPR, dan lembaga-lembaga
negara lainnya diberi kedudukan sebagai menteri sehingga menjadi bawahan
presiden. Padahal menurut UUD 1945 MPR adalah lembaga yang membawahkan presiden
dan berkedudukan lebih tinggi dari presiden, sedangkan lembaga-lembaga negara
yang lain (DPR, BPK, dan MA) sejajar dengan presiden.
c. Pembubaran DPR oleh presiden terjadi
karena DPR menolak menyetujui RAPBN yang diusulkan pemerintah. Padahal UUD 1945
mengatur bahwa presiden tidak dapat membubarkan DPR dan jika DPR menolak
anggaran yang diajukan, pemerintah menggunakan anggaran tahun sebelumnya.
Akhir dari demokrasi terpimpin berawal dari
pemberontakan G 30 S/PKI, ketika Presiden Soekarno gagal dalam mempertahankan
keseimbangan antara kekuatan yang ada di sisinya, yaitu PKI dan militer.
Demokrasi terpimpin berakhir dengan ditandai oleh keluarnya Surat Perintah 11
Maret 1966 dari Presiden Soekarno kepada Jenderal Soeharto untuk mengatasi
keadaan.
II.
Demokrasi di Masa Orde Baru.
Pelaksanaan
demokrasi selama masa demokrasi terpimpin adalah penyimpangan terhadap aturan
dasar hidup bernegara (Pancasila dan UUD 1945). Oleh sebab itu, Pemerintahan
Orde Baru mengawali jalannya pemerintahan dengan tekad melaksanakan Pancasila
dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Seluruh kegiatan pemerintahan negara
dan hidup bermasyarakat dan berbangsa harus dijalankan sesuai dengan tata
aturan yang bersumber pada Pancasila dan UUD 1945. Namun, dalam perkembangannya
Pemerintah Orde Baru mengarah pada pemerintahan yang sentralistis. Lembaga
kepresidenan menjadi pusat dari seluruh proses politik dan menjadi pembentuk
dan penentu agenda nasional, pengontrol kegiatan politik dan pemberi legacies
bagi seluruh lembaga pemerintah dan negara. Kehidupan politik di masa Orde Baru
sama dengan masa Orde Lama, yaitu terjadi penyimpangan-penyimpangan, antara
lain sebagai berikut.
a. Pemberantasan hak-hak politik rakyat, misalnya
jumlah partai politik yang dibatasi hanya tiga partai politik, yakni PPP,
Golkar, dan PDI. Pegawai negeri dan ABRI diharuskan untuk mendukungpartai
penguasa, yaitu Golkar. Pertemuan-pertemuan politik harus mendapat izin
penguasa. Ada perlakuan diskriminatif terhadap anak keturunan orang yang
terlibat G 30 S/PKI . Para pengkritik pemerintah dikucilkan secara politik
bahkan diculik.
b. Pemusatan kekuasaan di tangan presiden. Presiden
dapat mengendalikan berbagai lembaga negara seperti MPR, DPR, dan MA. Anggota
MPR yang diangkat dari ABRI berada di bawah kendali presiden, karena presiden
merupakan panglima tertinggi ABRI. Selain itu, seluruh anggota DPR/MPR harus
lulus penyaringan yang diadakan oleh aparat militer.
c. Pemilu yang tidak demokratis. Pemilu yang
dilaksanakan setiap lima tahun sekali penuh dengan kecurangan dan ketidakadilan
karena hak-hak parpol dan masyarakat pemilih telah dimanipulasi untuk
kemenangan Golkar.
d. Korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Akibat dari
penggunaan kekuasaan yang terpusat dan tak terkontrol, korupsi, kolusi, dan
nepotisme tumbuh subur. KKN telah menjerumuskan bangsa ke dalam krisis
multidimensi berkepanjangan.
Pemerintahan Suharto yang otoriter berakhir setelah
gerakan mahasiswa berhasil menekannya untuk mengundurkan diri sebagai presiden.
Pernyataan pengunduran diri itu terjadi pada tanggal 21 Mei 1998. Adapun hal
yang menjadi sebab-sebab kejatuhan Orde Baru adalah sebagai berikut.
1. Terjadi krisis politik dan keruntuhan legitimasi
politik. Rakyat mulai kecewa dan tidak lagi mempercayai pemerintahan Orde Baru
dan mengharapkan adanya pemerintahan yang baru.
2. Tidak bersatu lagi pilar-pilar pendukung Orde
Baru. Banyak menteri yang tidak lagi mendukung pemerintahan. Tentara Nasional
Indonesia (TNI) juga tidak bersedia lagi menjadi alat kekuasaan Orde Baru.
3. Ekonomi nasional hancur yang ditandai oleh adanya
krisis mata uang dan krisis ekonomi yang tidak mampu ditanggulangi.
4. Muncul desakan semangat demokratis dari para
pendukung demokrasi.
III. Demokrasi di Masa Sekarang.
B.J. Habibie menjadi presiden RI yang ke-3 menggantikan
Presiden Suharto yang mengundurkan diri. Pergantian tersebut didasarkan pada
pasal 8 UUD 1945 yang menyatakan bahwa jika presiden mangkat, berhenti, atau
tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia diganti oleh wakil
presiden sampai habis waktunya.
Presiden B.J. Habibie menyatakan bahwa
pemerintahannya adalah pemerintahan transisional karena merupakan masa
perpindahan pemerintahan yang selanjutnya akan dibentuk pemerintahan baru yang demokratis
dan berdasarkan kehendak rakyat. Antara tahun 1998 sampai tahun 1999 dianggap
tahun yang penuh gejolak dan diwarnai oleh kerusuhan di beberapa daerah, antara
lain konflik di Ambon dan Maluku, kerusuhan di Aceh, dan kerusuhan dan
pertentangan di wilayah Timor Timur.
Pada tanggal 21 Oktober 1999, diselenggarakan
pemilihan wakil presiden RI. Calonnya ialah Megawati Soekarnoputri dan Hamzah
Haz. Pemilihan dilakukan dengan voting. Hasilnya diperoleh Megawati memperoleh
suara terbanyak. Dengan demikian, wakil presiden RI periode 1999–2004 ialah Megawati
yang dilantik pada 21 Oktober 1999. Namun, dalam perkembangan selanjutnya,
kedudukan Abdurrahman Wahid beralih kepada Megawati dengan wakilnya Hamzah Haz
karena adanya ketidakpuasan rakyat selama pemerintahan yang dipimpin olehnya. Pada
tahun 2004 untuk pertama kalinya bangsa Indonesia melaksanakan pemilihan
presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat. Pemilu diikuti oleh 24
partai politik. Pemilu dilakukan dalam tiga tahap. Pertama, pada 5 April 2004
dilaksanakan pemilihan anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kota/kabupaten, dan
DPD. Kedua, pada 5 Juli 2004 dilaksanakan pemilihan presiden dan wakil presiden
tahap pertama. Ketiga, pada 20 September 2004 pemilihan presiden dan wakil
presiden tahap kedua.
Hasil pemilihan tersebut menempatkan pasangan
Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla sebagai presiden dan wakil presiden
Republik Indonesia periode 2004–2009. Kemudian, kembali lagi terpilihnya Susilo
Bambang Yudhoyono sebagai presiden dan pasangannya Boediono sebagai wakil
presiden pada pilpres tahun 2009 dan menjabat sampai tahun 2014.