Minggu, 22 Desember 2013

Tugas Ilmu Budaya Dasar #Softskill

Kebudayaan Tato pada Suku Mentawai


Kepulauan Mentawai terletak disebelah barat Sumatra Barat. Kepulauan tersebut terdiri dari tiga pulau besar yakni; Siberut, Sipora, Pagai dan sekitar 40 pulau kecil. Suku Mentawai mempunyai ciri-ciri fisik berkulit kuning, mata cenderung menyipit, rambut lurus dan tubuh pendek.
Terlepas dari keindahan alamnya, satu yang tidak boleh turis lewatkan saat ke Mentawai adalah tato khas Suku Mentawai. Ternyata, itu bukanlah tato sembarangan. Konon, tato tradisonal suku Mentawai bisa memberikan kekuatan dan ini merupakan salah satu identitas yang unik pada suku Mentawai.
Suku Mentawai memang memiliki ragam kebudayaan, namun yang paling terkenal dalam kebudayaannya adalah seni mentato tubuh yang biasanya dijadikan upacara inisiasi (peralihan masa kanak-kanak ke masa remaja) bagi laki-laki dan perempuan suku Mentawai.
Dalam bahasa Indonesia, kata tato merupakan pengindonesiaan dari kata tattoo yang berarti goresan, gambar atau lambing yang membentuk suatu disain pada kulit tubuh. Di Indonesia banyak suku-suku yang mentato bagian tubuhnya sebagai lambang jati diri dari sukunya. Seperti kebudayaan mentato dari suku Mentawai yang dulunya berasal dari budaya Dongson di Vietnam. Dari Dongson mereka berlayar ke samudra pasifik dan selandia baru. Akibatnya, kebudayaan tato tersebut masuk ke Indonesia dan berkembang di suku Mentawai hingga saat ini.



        1. Fungsi Kebudayaan Tato Bagi Masyarakat Mentawai.

Tato Mentawai luar biasa dan unik, memenuhi seluruh tubuh dari kepala sampai kaki, dan sarat dengan simbol dan makna. Bagi orang Mentawai, tato merupakan roh kehidupan. Menurut Ady Rosa, yang pada 1992 menelusuri pusat kebudayaan Mentawai di Pulau Siberut, ada sedikitnya empat kedudukan atau fungsi tato pada suku Mentawai, yaitu:

a.       Fungsi Sosial
Tato memiliki fungsi untuk menunjukkan jati diri dan perbedaan status sosial atau profesi. Misalnya, tato dukun atau sikerei berbeda dengan tato ahli berburu. Ahli berburu dikenal lewat gambar binatang tangkapannya, seperti babi, rusa, kera, burung, atau buaya. Sikerei diketahui dari tato bintang sibalu-balu dibadannya.

b.    Fungsi Kosmologis
Bagi masyarakat Mentawai, tato juga memiliki fungsi sebagai simbol keseimbangan alam. Bagi suku Mentawai, benda-benda seperti batu, hewan, dan tumbuhan harus diabadikan di atas tubuh. Mereka menganggap semua benda itu memiliki jiwa.

c.    Fungsi Estetis
Fungsi tato yang lain adalah keindahan atau memiliki fungsi estetis. Selain mentato tubuh mereka dengan simbol-simbol tertentu, masyarakat Mentawai juga boleh mentato tubuh sesuai dengan kreativitasnya. Suku Mentawai pun boleh menorehkan tato pada orang di luar suku Mentawai, sebagai bentuk seni.

d.    Fungsi Religius
Kedudukan atau fungsi tato yang menjadi dasar adalah fungsi religius,yang berhubungan dengan kepercayaan suku Mentawai, yaitu Arat Sabulungan. Istilah Arat Sabulungan berasal dari kata sa atau sekumpulan, dan bulung atau daun. Arat Sabulungan diartikan sebagai sekumpulan daun yang dirangkai dalam lingkaran yang terbuat dari pucuk enau atau rumbia, yang diyakini memiliki tenaga gaib kere atau ketse. Inilah yang kemudian dipakai sebagai media pemujaan terhadap Tai Kabagat Koat atau Dewa Laut, Tai Ka-leleu atau rohhutan dan gunung, dan Tai Ka Manua atau roh awang-awang.

     2.   Proses Pembuatan Tato pada suku Mentawai.




Sebelum ditemukan logam dan jarum besi, pembuatan tato di mentawai mempunyai kemiripan dengan penatoan di daerah Polynesia. Alat pahat terbuat dari tulang binatang, cangkang, kerang mutiara, ataupun gigi hiu. Peralatan tato terdiri dari satu buah jarum, kayu kecil yang halus untuk pemukul, dan batok kelapa. Sebelum ditato, tubuh akan disketsa sesuai dengan ganbar yang diinginkan. Kemudian, sketsa tersebut akan ditusuk dengan jarum yang berasal dari duri yang diberi tangkai kayu. Tangkai kayu ini dipukul pelan-pelan dengan kayu pemukul untuk memasukkan zat warna kedalam lapisan kulit. Pewarna yang dipakai adalah campuran daun pisang, arang tempurung kelapa dicampur dengan air tebu.
Langkah pertama adalah membuat garis gambar dikulit dengan jelaga dari asap lampu. Cara memperoleh jelaga adalah dengan menyulut lampu, kemudian di atas api lampu tersebut dtutupi dengan bato kelapa sehingga batok kelapa bagian dalam berwarna hitam. Jelaga tersebut kemudian dilumuri dengan jelaga kemudian diletakkan kekulit agar tertera. Langkah kedua adalah membuat formula dengan cara mencampur jelaga yang ada di batok kelapa dengan air tebu, kemudian ditempelkan dijarum. Jarum yang sudah dilekatkan formula kemudian ditancapkan sedikit demi sedikit ke kulit. Kemudian, jarum dipukul-pukul dengan alat yang berbentuk kayu kecil. Jarum dengan peganganya digenggam dengan tangan kanan, sedangkan pemukul dengan tangan kiri. Arah jarum mengikuti garis gambar yang telah tertera pada kulit. Pemukulan dilakukan secara perlahan agar jarum dapat masuk ke dalam kulit hingga berdarah. Permukaan kulit sering menjadi berdarah dan berwarna kebiruan. Memang sangat menyakitkan, namun karena diadakan dalam suatu upaya ritual dan penuh magis (dalam punen patiti), pembuatan tato tersebut tidaklah terlalu menyakitkan bagi anak-anak yang ditato. Namun demikian, biasanya selesai pembuatan tato, orang yang ditato akan mengalami demam selama beberapa hari.
Dewasa ini kebiasaan pembuatan tato pada orang Mentawai mulai berangsur-angsur hilang, terutama pada anak-anak muda mentawai. Untuk menunjukkan jati diri sebagai anak mentawai, mereka hanya menato sebagian kecil tubuh. Diperkampungan Mentawai yang lebih maju, seperti pulau Sipagai dan Sipora, dua pulau besar dikepulauan mentawai, tidak lagi  menemukan tradisi ini. Di kawasan pendukung zona perkampungan tradisional itu sendiri, seperti desa Muntei dan Meileppet, tradisi ini juga sudah jarang. Kalaupun ada, yang menggunakan terbatas pada kaum tua atau kerei. Kaum muda lebih memilih menggunakan celana jins. Kabitpun lebih beralih fungsi menjadi lebih mirip menjadi jubbah dokter atau toga hakim yang hanya dipakai saat bertugas. Mungkin tradisi ini akan hilang jika tak segera ditangani dengan konsep pelestarian adat dan budaya yang jelas.

    3. Ritual Adat Tato di Mentawai.

Arat sebulungan dipakai dalam setiap upacara kelahiran, perkawinan, pengobatan, pindah rumah dan pentatoan. Ketika anak lelaki memasuki akil balig pada usia 11-12 tahun, orang tua memanggil sikerei dan rimata atau kepala suku kemudian akan berunding menentukan hari dan bulan pelaksanaan penatoan. Setelah itu akan dipilih seorang sipaiti atau seniman tato. Sipaiti sebuah jabatan berdasarkan pengangkatan masyarakat, seperti dukun, melinkan profesi, dan hanya boleh dijalankan oleh laki-laki. Keahliannya harus dibayar dengan seekor babi.
Sebelum penatoan akan dilakukan punen enegat atau upacara inisiasi yang dipimpin oleh sikerei, diputurukat atau galeri milik sipaiti. Setelah itu tubuh anak yang akan ditato itu mulai digambar dengan lidi. Sketsa diatas tubuh itu kemudian ditusuk dengan jarum bertangkai kayu. Tangkai kayu ini dipukul pelan-pelan dengan kayu pemukul untuk memasukkan zat warna kedalam lapisan kulit. Pentatoan awal atau paypay sakoyuan itu dilakukan dibagian pangkal lengan. Ketika seorang anak menginjak dewasa, tatonya akan dilanjutkan dengan pola durukat didada, titik takep ditangan, titi rere pada paha dan kaki titi puso diatas perut kemudian titi teytey pada pinggang dan punggung. Pada akirnya seluruh tubuh orang mentawai akan dipenuhi oleh tato.

                -----------------------------------------------------------------------

Kesimpulan yang dapat diambil dari bahasan diatas yakni bahwa Indonesia mempunyai beragam seni dan kebudayaan. Salah satunya adalah kebudayaan mentato di suku Mentawai, suku Dayak dan masyarakat Bali. Dalam pemikiran masyarakat tersebut, tato tidak hanya sebagai seni menggambar pada media kulit tetapi lebih dari itu. Tato merupakan lambang jati diri dari sukunya masing-masing. Tetapi dewasa ini kebiasaan pembuatan tato pada orang Mentawai mulai berangsur-angsur hilang, terutama pada anak-anak muda Mentawai. Untuk menunjukkan jati diri sebagai anak Mentawai, mereka hanya menato sebagian kecil tubuh. Sehingga diperkampungan Mentawai yang lebih maju sulit menemukan tradisi ini. Peralihan Ini disebabkan karena modernisasi yang mulai berkembang di kepulauan Mentawai. Mungkin tradisi ini akan hilang jika tidak segera ditangani dengan konsep pelestarian adat dan budaya yang jelas.

 Berikut video mengenai pembuatan tato di suku Mentawai (English sub-tittle).




                                                                                                              Nama : Arif Junisman Mendrofa
                                                                                                              NPM : 314 13 323
                                                                                                              Kelas : 1ID07


Referensi:



Tidak ada komentar:

Posting Komentar