KEBERADAAN SUKU KAILI DI SULAWESI TENGAH
Suku Kaili
adalah suku bangsa di Indonesia yang secara turun-temurun tersebar mendiami
sebagian besar dari Provinsi Sulawesi Tengah, khususnya wilayah Kabupaten
Donggala, yang meliputi daerah pesisir Pantai barat, Kabupaten Sigi, dan Kota
Palu, di seluruh daerah di lembah antara Gunung Gawalise, Gunung Nokilalaki,
Kulawi, dan Gunung Raranggonau. Mereka juga menghuni wilayah pantai timur
Sulawesi Tengah, meliputi Kabupaten Parigi-Moutong, Kabupaten Tojo-Una Una dan
Kabupaten Poso. Masyarakat suku Kaili mendiami kampung/desa di Teluk Tomini
yaitu Tinombo, Moutong, Parigi, Sausu, Ampana, Tojo Una-Una dan kabupaten
Donggala meliputi Kecamatan Sindue, Sindue Tobata,Sirenja, Balaesang,
Dampelas,dan Sojol sedang di Kabupaten Poso mereka mendiami daerah Mapane, Uekuli
dan pesisir Pantai Poso. Untuk menyatakan "orang Kaili"
disebut dalam bahasa Kaili yaitu ‘To Kaili.’
Ada beberapa
pendapat yang mengemukakan etimologi dari kata ‘Kaili’, salah satunya
menyebutkan bahwa kata yang menjadi nama suku Kaili ini berasal dari nama pohon
dan buah Kaili yang umumnya tumbuh di hutan-hutan dikawasan daerah ini,
terutama di tepi sungai palu dan telik palu. Pada zaman dulu, tepi pantai Teluk
Palu letaknya menjorok l.k. 34 km dari letak pantai sekarang, yaitu di Kampung
Bangga. Sebagai buktinya, di daerah Bobo sampai ke banyak ditemukan karang dan
rerumputan pantai/laut. Bahkan di sana ada sebuah sumur yang airnya pasang pada
saat air di laut sedang pasang demikian juga akan surut pada saat air laut
surut.
Menurut cerita
(tutura), dahulu kala, di tepi pantai dekat Kampung Bangga tumbuh sebatang
pohon kaili yang tumbuh menjulang tinggi. Pohon ini menjadi arah atau panduan
bagi pelaut atau nelayan yang memasuki Teluk Palu untuk menuju pelabuhan pada
saat itu (Bangga).
Mata pencaharian
utama masyarakat Kaili adalah bercocok tanam disawah, berkebun menanam kelapa,
cacao, cengkeh, cabe rawit, ubi kayu dan beberapa jenis buah-buahan seperti
durian, rambutan ,langsat dan lain-lain.Disamping itu masyarakat suku Kaili yang
tinggal didataran tinggi mereka juga mengambil hasil bumi dihutan seperti
rotan, damar, kemiri, dan kayu bantalan. Sedang masyarakat suku Kaili yang
dipesisir pantai disamping bertani dan berkebun, mereka juga hidup sebagai
nelayan yang mengantunkan hidupnya dilaut dan berdagang antar pulau ke
kalimantan,bahkan ada juga yang sampai ke negri jiran Malaysia untuk
menyeludupkan Kayu hitam ( Ebony ).
Makanan pokok
suku Kaili pada umumnya adalah nasi, karena sebagian besar tanah dataran
dilembah Palu, Dongala ( Pantai Barat ) Parigi sampai ke Poso merupakan daerah
persawahan. Kadang pada musim paceklik masyarakat menanam jagung, sehingga
sering juga mereka memakan nasi dari beras jagung (campuran beras dan jagung
giling).
Alat pertanian
suku Kaili ( Produk Budaya ) setempat diantaranya : pajeko (bajak), salaga
(sisir), pomanggi, pandoli (linggis), Taono (parang); alat penangkap ikan
diantaranya: panambe, meka, rompo, jala dan tagau.
Di lain hal, Sebagaimana suku-suku lainnya diwilayah
Nusantara, Suku Kaili juga mempunyai adat istiadat sebagai bagian kekayaan
budaya di dalam kehidupan sosial, memiliki Hukum Adat sebagai aturan dan norma
yang harus dipatuhi, serta mempunyai aturan sanksi dalam hukum adat.
Salah
satu tarian budaya yang terkenal di suku Kaili adalah Tari Pomonte bahkan dalam perayaan
HUT Ibukota Provinsi Sulawesi Tengah, tarian ini didukung oleh 3000 penari dan
masuk Museum Rekor Indonesia (MURI) pada 2011 lalu.
Tari Pomonte atau terkadang disebut Pamonte adalah salah satu tari daerah yang telah merakyat di Provinsi Sulawesi Tengah
terutama suku Kaili, yang merupakan simbol dan refleksi gerak dari salah satu
kebiasaan gadis-gadis suku Kaili pada zaman dahulu dalam menuai padi, yang mana
mayoritas penduduk suku Kaili adalah hidup bertani. Tari Pomonte telah dikenal
sejak tahun 1957 yang di ciptakan oleh seorang seniman besar, putra asli
Sulawesi tengah yaitu (alm) Hasan. M. Bahasyuan, beliau terinspirasi dari
masyarakat Sulawesi Tengah yang agraris.
Tari Pomonte
melambangkan sifat gotong-royong dan memiliki daya komunikasi yang tinggi,
hidup dan berkembang ditengah masyarakat yang telah menyatu dengan budaya
masyarakat itu sendiri. Kata POMONTE berasal dari bahasa Kaili Tara ; - PO
artinya = Pelaksana - MONTE artinya = Tuai (menuai) - POMONTE artinya = Penuai.
Tari Pomonte
setidaknya diisi 4 penari namun tidak ada aturan batas penari dalam tarian ini
sehingga ribuan gadis-gadis suku Kaili-pun dapat berpartisipasi sebagai penari
dalam tarian tersebut. Tari Pomonte menggambarkan
suatu kebiasaan para gadis-gadis suku Kaili di Sulawesi Tengah yang sedang
menuai padi pada waktu panen tiba dengan penuh suka cita, yang dimulai dari
menuai padi sampai dengan upacara kesyukuran terhadap sang Pencipta atas
keberhasilan panen.
Sebelum menuai
setiap pekerjaan didahului oleh seorang Penghulu yang dalam bahasa Kaili
disebut TADULAKO. TADULAKO pada tarian ini berperan sebagai pengantar
rekan-rekannya mulai dari menuai, membawa padi kerumah, membawa padi ke lesung,
menumbuk padi, menapis serta membawa beras ke rumah yang kemudian disusul
dengan upacara selamatan yakni No’rano, Vunja, Meaju dan No’raego mpae yang
merupakan suatu kebiasaan yang dilakukan pada upacara panen suku Kaili di
provinsi Sulawesi Tengah.
Tari Pomonte
memiliki daya pikat yang kuat karena dalam penampilannya mampu menimbulkan
suasana gembira terhadap penonton, baik dalam gerak maupun lagu yang
dinyanyikan dalam berhasa daerah yaitu bahasa Kaili, sehingga tari Pomonte
dapat dimengerti langsung oleh yang menyaksikannya khususnya masyarakat di
lembah Palu.
Di Indonesia
banyak keragaman budaya dan adat istiadat terutama dalam tari-tarian yang
masing-masing memiliki makna dan ciri khas dari berbagai suku yang tanpa
disadari sebenarnya itu adalah kekayaan bagi negara Indonesia. Dengan semakin
majunya pandangan tiap orang diera sekarang ini jangan menjadikan budaya
dikesampingkan atau mulai tak dianggap. Tari Pomonte adalah salah satu tarian
dari ribuan tarian suku-suku di Indonesia yang telah meraih prestasi, untuk itu
marilah mengambil hal-hal atau makna
yang positif dari kebudayaan tarian tersebut. Kita sebagai warga Indonesia juga
harus selalu menjaga dan melestarikan kekayaan budaya dan adat istiadat di Indonesia ini, jangan hanya mementingkan beberapa kebudayaan suku yang terkenal atau mayoritas saja tetapi juga melihat kebudayaan suku yang minoritas dan belum terlalu di ekspos.
Nama : Arif Junisman Mendrofa
NPM :
314 13 323
Kelas :
1ID07
Referensi: