Tugas Studi Kasus Pelanggaran Merek
A.
Hak
Merek
Merek adalah satu wujud
karya intelektual.yang digunakan untuk membedakan barang dan jasa yang
diproduksi oleh suatu perusahaan dengan maksud untuk menunjukan ciri dan asal
usul barang tersebut. Terlebih disebabkan perdagangan dunia yang semakin maju,
serta alat transportasi yang semakin baik juga dengan dilakukannya promosi maka
wilayah pemasaran barang pun menjadi lebih luas lagi. Hal tersebut menambah
pentingnya arti dari merek yaitu untuk membedakan asal usul barang, dan
kualitasnya, juga menghindari peniruan.
Merek memberikan fungsi
untuk membedakan suatu produk dengan produk lain dengan memberikan tanda,
seperti yang didefinisikan pada Pasal 1 Undang Undang Merek (Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2001). Tanda tersebut harus memiliki daya pembeda dan digunakan
dalam perdagangan barang atau jasa. Merek digunakan untuk membangun loyalitas
konsumen.
Hak merek dapat beralih
atau dialihkan, baik seluruhnya maupun sebagain karena pewarisan hibah, wasiat,
perjanjian tertulis atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan
perundang-undangan. Jika terdapat pelanggaran terhadap hak merek maka
penyelesaian dapat melaui 2 (dua) mekanisme alur penyelesaian yaitu litigasi
dan non litigasi. Penyelesaian secara non litigasi melalui negosiasi, mediasi, serta
arbitrase. Sementara itu, melalui litigasi dalam sengketa hak merek melalui pengadilan
niaga, pengadilan niaga adalah suatu pengadilan khusus yang berada dalam
lingkungan peradilan umum, yang dibentuk dan bertugas menerima, memeriksa dan
memutus serta menyelesaikan permohonan pernyataan pailit dan penundaan
kewajiban pembayaran utang serta perkara lain dibidang perniagaan.
Merek terbagi atas tiga
jenis, antara lain merek dagang, merek jasa, serta merek kolektif.
1. Merek
dagang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang/beberapa orang/badan
hukum untuk membedakan dengan barang sejenis.
2. Merek
jasa digunakan untuk diperdagangkan oleh seseorang/beberapa orang/badan hukum
untuk membedakan dengan jasa sejenis.
3. Merek
kolektif digunakan pada barang/jasa dengan karakteristik yang sama yang
diperdagangkan oleh beberapa orang/badan hukum secara bersama-sama untuk
membedakan dengan barang/jasa sejenis.
B. Studi Kasus Hak Merek Jasa
Salah satu kasus yang
sempat menghebohkan di Indonesia selama beberapa tahun mengenai pelanggaran
merek yaitu kasus merek Kopitiam. Kasus ini melibatkan banyak pihak terutama
para pemilik restoran Kopitiam. Awal dari kejadian pelanggaran merek ini yaitu setelah
pemiliknya Abdul Alex Soelystio mendaftarkan kedai kopinya dengan nama
'KOPITIAM'. Merek ini dituliskan dengan huruf besar semua dengan warna huruf
orange dan khas. Suasana semakin memanas ketika mengumumkan di sebuah media
cetak nasional pada 28 Februari 2012 bahwa pihaknyalah yang memiliki hak merek
'KOPITIAM'. Pengumuman tersebut sebagai peringatan kepada anggota-anggota
Perhimpunan Pengusaha Kopi Tiam Indonesia (PPKTI) lainnya untuk menurunkan
papan merek atau tidak lagi menggunakan merek Kopitiam pada usaha yang
didirikan.
Abdul Alex Soelystio menjadi
pemegang hak ekslusif dari merek Kopitiam yang resmi diperolehnya sejak tahun
1996 dan telah diperpanjang kembali pada 2006. Hak ekslusif dalam hal ini
adalah hak atas merek yang di berikan oleh negara kepada pemiliknya. Adanya hak
ekslusif menimbulkan sanksi tindak pidana merek pada pihak lain yang
sembarangan menggunakan merek Kopitiam.
Tiam merupakan bahasa
Tinghoa-Hokkien yang berarti kedai. Kata tiam ini menyebar sejak berabad-abad
lalu, tidak hanya di Tiongkok tetapi juga memasuki Asia Tenggara. Seiring
berjalannya waktu, orang-orang semakin suka berlama-lama meminum kopi di tiam,
sehingga muncul istilah 'kopi tiam' atau kedai kopi dikalangan masyarafskat.
Kopitiam dapat dikatakan berasal dari sebuah bahasa percampuran melayu dan
bahasa etnis Tionghoa, dan akhirnya menjadi bagian dari bahasa yang ada di
Indonesia. Kopitiam ditulis dengan beragam varian, dari mulai 'kopi tiam',
'kopitiam' atau langsung merujuk dengan menggunakan huruf Tiongkok.
Pemilik
kopitiam-kopitiam lainnya akhirnya tidak menerima akan keputusan pemerintah
mengabulkan hak merek atas kata Kopitiam yang merupakan kata umum atau public domain. Hal tersebut berakibat
pada banyak pihak yang menggugat Menkum HAM setelah mengeluarkan izin merek tersebut,
termasuk menggugat Abdul Alex Soelystio. Salah satu pemilik kopitiam beranggapan
jika penulisan merek Kok Ting Kopitiam pada kedainya sangat jauh berbeda dengan
penulisan merek KOPITIAM punya Abdul Alex Soelystio. Tetapi MA di tingkat kasasi
tetap menyatakan kedai kopi Kok Tong Kopitiam memiliki persamaan dengan kedai
kopi 'KOPITIAM'.
Selama kasus tersebut
berjalan diadili oleh 5 hakim agung, antara lain Prof Dr Vallerina JL Kriekhoff
Syamsul sebagai ketua majelis dan Syamsul Ma'arif PhD, I Made Tara dan Mahdi
Soroinda Nasution dengan Dr Nurul Elmiyah selaku hakim anggota. Keputusan yang
diketok pada 20 Maret 2013 oleh hakim agung tidak satu suara antara ketiganya
mengenai hak merek KOPITIAM yang dimiliki oleh Alex. Syamsul menilai Kopitiam
tidak bisa diberikan hak ekslusif, sebab tertulis "Kata 'KOPITIAM' adalah
kata yang secara umum digunakan oleh masyarakat Melayu untuk sebuah kedai yang menjual
kopi sehingga semua kedai kopi pada dasarnya berhak menggunakan kata tersebut
untuk melengkapi merek dagangnya.”
Kasus ini selanjutnya
menimpa Phiko Leo Putra sebagai pemilik kedai Lau's Kopitiam. Phiko memiliki
alasan yang merujuk kepada keputusan Intelectual Poperty Office of Singapore
(Kantor HAKI Singapura) dalam perkara Pasific Rim Industries Inc melawan
Valentinin Globe BV. Dewan Pariwisata Singapura mengakui bahwa bahasa adalah
hidup dan secara konstan berkembang dalam negara yang memiliki ras sangat
banyak seperti Singapura yang kaya akan dengan berbagai bahasa dan budaya. Kopitiam
diakui sebagai kata lokal baru yang terbentuk dari gabungan dan kombinasi
tempat makan yang memiliki kios minum yang menyediakan minuman serta kedai yang
menyediakan makanan.
Setelah dilakukan
berbagai cara, gugatan dari Phiko tetap saja kandas, begitu juga nasib pemilik
kedai kopitiam lainnya. Majelis PK yang diketuai Syamsul Ma'arif PdD dengan
anggota Prof Dr Takdir Rahmadi dan Hamdi menyatakan Lau's Kopitiam memiliki
persamaan dengan KOPITIAM dan mengadili Phiko untuk segera mengganti merek
kedainya. Namun hal yang menarik perhatian dimana Syamsul dalam putusan gugatan
pemilik kopitiam lainnya merupakan hakim agung yang tidak setuju KOPITIAM
sebagai kata yang bisa diberikan hak ekslusif.
Selain itu masih ada
lagi pemilik kopitiam yang juga melawan Alex, yaitu QQ Kopitiam. Namun, terjadi
lagi Alex menang sehingga QQ Kopitiam harus mengganti namanya dan tidak boleh menggunakan
merek Kopitiam lagi. Pihak lainnya yang juga tidak diterima gugatannya oleh majelis
hakim adalah gugatan dari Perhimpunan Pengusaha Kopi Tiam Indonesia (PPKTI), dimana
majelis hakim menilai gabungan pengusaha warung Kopi Tiam tak memiliki legal standing karena PPKTI hanya dapat menunjukkan akta
pendiriannya yang didirikan pada 3 Mei 2011 yang belum mendapatkan pengesahan
dari Kementerian Hukum dan HAM sebagaimana yang diharuskan oleh Pasal 1653-1665
KUH Perdata.
PEMBAHASAN
Kasus hak merek
terkenal beberapa kali terjadi di Indonesia, bukan hanya merek Kopitiam saja. Kasus
lain juga pernah terjadi seperti merek Cardinal dan merek Cardinar. Merek
Cardinal menggugat merek Cardinar dikarenakan adanya kesamaan pada pokoknya.
Jika kembali mendalami
seperti tertulis dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek, maka
hakim menafsirkan penjelasan mengenai merek terkenal sehingga timbul perbedaan pertimbangan
hakim terhadap merek biasa dan merek yang terkenal. Kasus-kasus yang telah
terjadi dimana merek biasa hakim mempertimbangkan persamaan pada pokoknya atau
persamaan keseluruhan, sedangkan untuk
merek terkenal hakim mempertimbangkan adanya pembuktian dengan adanya
pendaftran merek diberbagai negara.
Berdasarkan kasus
Kopitiam tadi, mengenai penggunaan kata yang sudah umum menjadi merek terkenal yang
memiliki hak ekslusif bahwa seharusnya kata KOPITIAM tidak bisa digunakan
sebagai merek salah satu kedai kopi saja, karena merupakan sebuah kata yang sudah
umum. Pandangan berbagai pihak terhadap Abdul Alex Soelystio yang terlalu
kapitalis untuk mempertahankan merek KOPITIAM sebagai hak ekslusif pribadi.
Kasus-kasus merek yang
terjadi di Indonesia seperti merek Kopitiam, juga kasus merek Cardinal menjadi bukti
bahwa perlindungan terhadap merek sangatlah penting dalam membangun usaha yang
kuat dan tidak mudah dijatuhkan oleh berbagai pihak karena memiliki landasan
hukum yang dimiliki oleh merek tersebut. Pemerintah seharusnya lebih
memperjelas mengenai kriteria merek yang layak mendapatkan hak ekslusif, sehingga
tidak terjadi kasus-kasus mengenai merek terkenal atau merek yang diambil dari
kata yang sudah umum dikalangan masyarakat. Hal yang juga perlu diperhatikan
oleh pemilik usaha tertentu bahwa jika ingin membuat sebuah merek sebaiknya
terlebih dahulu dipastikan apakah merek yang digunakan masih belum digunakan atau
belum memiliki hak ekslusif oleh pihak lain. Apabila sudah dipastikan ternyata
belum digunakan oleh pihak lain, maka segeralah untuk mengurus merek tersebut
agar memiliki hak ekslusif sesuai kriteria yang berlaku sehingga tidak terjadi
lagi kasus merek yang menimpa pihak-pihak tertentu.
Nama
: Arif Junisman Mendrofa
NPM
: 31413323
Kelas
: 4ID06
Sumber:
Janed Rahmi, 2006, Hak kekayaan Intelektual (Penyalahgunanan
hak Ekslusif), FH Unair,
Surabaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar