Sabtu, 30 November 2013

Tugas 2 Tata Tulis dan Komunikasi Ilmiah

Perbedaan Karangan Ilmiah, Semi Ilmiah, dan Non Ilmiah

Karangan merupakan karya tulis hasil dari kegiatan seseorang untuk mengungkapkan gagasan dan menyampaikanya melalui bahasa tulis kepada pembaca untuk dipahami. Dalam artikel ini akan dibahas tentang 3 jenis karangan, yaitu: karangan ilmiah, karangan non ilmiah, dan karangan semi ilmiah. Berikut ini penjelasannya.

I. Karangan Ilmiah.

        Karangan ilmiah adalah biasa disebut karya ilmiah, yakni laporan tertulis dan diterbitkan yang memaparkan hasil penelitian atau pengkajian yang telah dilakukan oleh seseorang atau sebuah tim dengan memenuhi kaidah dan etika keilmuan yang dikukuhkan dan ditaati oleh masyarakat keilmuan.
        Ada berbagai jenis karya ilmiah, antara lain laporan penelitian, makalah seminar atau simposium, dan artikel jurnal yang pada dasarnya kesemuanya itu merupakan produk dari kegiatan ilmuwan. Data, simpulan, dan informasi lain yang terkandung dalam karya ilmiah tersebut dijadikan acuan bagi ilmuwan lain dalam melaksanakan penelitian atau pengkajian selanjutnya.

Tujuan karya ilmiah yaitu agar gagasan penulis karya ilmiah itu dapat dipelajari, didukung ataupun ditolak oleh pembaca.

Fungsi karya ilmiah sebagai sarana untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

1. Penjelasan (explanation)
2. Ramalan (prediction)
3. Kontrol (control)

Hakikat karya ilmiah yaitu mengemukakan kebenaran melalui metodenya yang sistematis, metodologis, dan konsisten.

Syarat menulis karya ilmiah :

1. motivasi dan displin yang tinggi
2. kemampuan mengolah data
3. kemampuan berfikir logis (urut) dan terpadu (sistematis)
4. kemampuan berbahasa

Sifat karya ilmiah formal harus memenuhi syarat:

1. Lugas dan tidak emosional
Mempunyai satu arti, sehingga tidak ada tafsiran sendiri-sendiri (interprestasi yang lain).

2. Logis
Disusun berdasarkan urutan yang konsisten

3. Efektif
Satu kebulatan pikiran, ada penekanan dan pengembagan.

4. Efisien
Hanya mempergunakan kata atau kalimat yang penting dan mudah dipahami

5. Ditulis dengan bahasa Indonesia yang baku.


Jenis-jenis karya ilmiah
karya ilmiah di perguruan tinggi, menurut Arifin (2003), dibedakan menjadi:

1. Makalah, adalah karya tulis ilmiah yang menyajikan suatu masalah yang pembahasannya berdasarkan data di lapangan yang bersifat empiris-objektif. makalah menyajikan masalah dengan melalui proses berpikir deduktif atau induktif.

2. Kertas kerja, seperti halnya makalah, adalah juga karya tulis ilmiah yang menyajikan sesuatu berdasarkan data di lapangan yang bersifat empiris-objektif. Analisis dalam kertas kerja lebih mendalam daripada analisis dalam makalah.

3. Skripsi, adalah karya tulis ilmiah yang mengemukakan pendapat penulis berdasarkan pendapat orang lain. Pendapat yang diajukan harus didukung oleh data dan fakta empiris-objektif, baik bedasarkan penelitian langsung (obsevasi lapangan, atau percobaan di laboratorium), juga diperlukan sumbangan material berupa temuan baru dalam segi tata kerja, dalil-dalil, atau hukum tertentu tentang salah satu aspek atau lebih di bidang spesialisasinya.

4. Tesis, adalah karya tulis ilmiah yang sifatnya lebih mendalam dibandingkan dengan skripsi. Tesis mengungkapkan pengetahuan baru yang diperoleh dari penelitian sendiri.

5. Disertasi, adalah karya tulis ilmiah yang mengemukakan suatu dalil yang dapat dibuktikan oleh penulis berdasarkan data dan fakta yang sahih (valid) dengan analisis yang terinci). Disertasi ini berisi suatu temuan penulis sendiri, yang berupa temuan orisinal. Jika temuan orisinal ini dapat dipertahankan oleh penulisnya dari sanggahan penguji, penulisnya berhak menyandang gelar doktor (S3).


Manfaat Penyusunan karya ilmiah

Menurut sikumbang (1981), sekurang-kurangnya ada enam manfaat yang diperoleh dari kegiatan tersebut :

1. Penulis dapat terlatih mengembangkan keterampilan membaca yang efektif karena sebelum menulis karya ilmiah, ia mesti membaca dahulu kepustakaan yang ada relevansinya dengan topik yang hendak dibahas.

2. Penulis dapat terlatih menggabungkan hasil bacaan dari berbagai sumber, mengambil sarinya, dan mengembangkannya ke tingkat pemikiran yang lebih matang.

3. Penulis dapat berkenalan dengan kegiatan perpustakaan seperti mencari bahan bacaan dalam katalog pengarang atau katalog judul buku.

4. Penulis dapat meningkatkan keterampilan dalam mengorganisasi dan menyajikan data dan fakta secara jelas dan sistematis.

5. Penulis dapat memperoleh kepuasan intelektual.

6. Penulis turut memperluas cakrawala ilmu pengetahuan masyarakat.


II. Karangan Semi Ilmiah.

            Karangan semi ilmiah adalah sebuah penulisan yang menyajikan fakta dan fiksi dalam satu tulisan dan penulisannyapun tidak semiformal tetapi tidak sepenuhnya mengikuti metode ilmiah yang sintesis-analitis karena sering di masukkan karangan non-ilmiah. Maksud dari karangan non-ilmiah tersebut ialah karena jenis Karangan semi ilmiah memang masih banyak digunakan misal dalam komik, anekdot, dongeng, hikayat, novel, roman dan cerpen. Lebih tepatnya contoh karangan semi ilmiah adalah editorial, artikel, opini, esai, tips, dan resensi buku.
Karakteristiknya :  berada diantara ilmiah.
Kebakuan bahasa dapat ditemukan pada semua tataran bahasa, yaitu pada tataran morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf dan pada wacana. Unsur-unsur kebakuan bahasa dapat meliputi ketepatan penggunaan tanda baca, ejaan, kata, (bentuk dasar dan bentuk jadian) dan struktur klausa atau kalimat (penggunaan konjungsi, susunan unsur-unsur bahasa yang fungsional).

III. Karangan Non Ilmiah.

Karya non-ilmiah adalah karangan yang menyajikan fakta pribadi tentang pengetahuan dan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari, bersifat subjektif, tidak didukung fakta umum, dan biasanya menggunakan gaya bahasa yang popular atau biasa digunakan (tidak terlalu formal).
Ciri-ciri karya tulis non-ilmiah :
a. ditulis berdasarkan fakta pribadi,
b. fakta yang disimpulkan subyektif,
c. gaya bahasa konotatif dan populer,
d. tidak memuat hipotesis,
e. penyajian dibarengi dengan sejarah,
f. bersifat imajinatif,
g. situasi didramatisir,
h. bersifat persuasif.
i. tanpa dukungan bukti.

Jenis-jenis yang termasuk karya non-ilmiah adalah:
- Dongeng
- Cerpen
- Novel
- Drama
- Roman.


Karangan yang baik akan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut, antara lain :
1.  Karangan Ilmiah yaitu :
a.  Sistematis
b.  Objektif
c.  Cermat, tepat, dan benar
d.  Tidak persuasif
e.  Tidak argumentatif
f.  Tidak emotif
g.  Tidak mengejar keuntungan sendiri
h.  Tidak melebih-lebihkan sesuatu.
2.  Karangan Semi Ilmiah/Populer :
a.  Ditulis berdasarkan pengalaman pribadi
b.  Fakta yang disimpulkan subyektif
c.  Gaya bahasa formal dan popular
d.  Mementingkan diri penulis
e.  Melebihkan-lebihkan sesuatu
f.  Usulan-usulan bersifat argumentatif, dan
g.  Bersifat persuasif.
3.  Karangan Non Ilmiah :
a.  Ditulis berdasarkan fakta pribadi
b.  Fakta yang disimpulkan subyektif
c.  Gaya bahasa konotatif dan populer
d.  Tidak memuat hipotesis
e.  Penyajian dibarengi dengan sejarah
f.  Bersifat imajinatif
g.  Situasi didramatisir, dan
h.  Bersifat persuasif.


 --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
-----------
Contoh Karangan Semi Ilmiah dalam bentuk esai.

Wujud Nasionalisme dalam 
Melindungi Kebudayaan Tradisional

Nasionalisme merupakan manifestasi kesadaran nasional yang mengandung cita-cita dan pendorong bagi suatu bangsa, baik untuk merebut kemerdekaan atau membinasakan penjajahan maupun sebagai pendorong untuk membangun dirinya maupun lingkungan masyarakat, bangsa dan negaranya. Kita sebagai warga negara Indonesia, sudah tentu merasa bangga dan mencintai bangsa dan negara Indonesia.
Apabila nasionalisme dipahami seperti dijelaskan di atas maka upaya perlindungan terhadap kebudayaan tradisional sangat relevan dengan semangat nasionalisme. Hal ini disebabkan karena upaya perlindungan tersebut merupakan bentuk dari usaha rakyat Indonesia untuk mempertahankan kedaulatan dan kemerdekaan negaranya sekaligus juga sebagai bukti bahwa rakyat juga mencintai dan bangga terhadap negara dan bangsanya dengan peduli terhadap hasil karya dan produk-produk lokal. Oleh karenanya upaya tersebut harus dilakukan secara optimal dengan harapan rasa nasionalisme rakyat Indonesia akan semakin terpupuk dan meningkat, dengan menciptakan rasa kepemilikan atas dasar cinta yang mendalam terhadap apa saja yang berbau bangsa dan negara Indonesia tercinta termasuk kebudayaan tradisionalnya.
Sebelum Indonesia hanya tinggal nama, lewat tulisan ini, penulis ingin memberikan suatu kontribusi pemikiran yang dapat dijadikan alternatif solusi untuk menanggulangi lemahnya perlindungan kebudayaan negeri dan lemahnya rasa nasionalisme bangsa. Harapannya kebudayaan-kebudayaan tradisional negeri yang kita miliki tidak dapat diklaim seenaknya lagi oleh negara lain dan rasa nasionalisme akan semakin terpupuk dan meningkat.
Dalam proses ekspansi budaya Indonesia, kita pun memerlukan metode penyebaran yang tepat. Meskipun kita telah melakukan industrialisasi batik, namun permintaan batik di luar negeri tidak akan serta merta meningkat drastis karena pasar harus tertarik lebih dahulu dengan produk batik. Lalu bagaimana kita akan mempromosikan begitu banyak budaya kita kepada pasar luar negeri? Bahkan untuk memperkenalkannya saja sudah sulit. Menurut Turner (1984), budaya pop dan media massa memiliki hubungan simbiotik di mana keduanya saling tergantung dalam sebuah kolaborasi yang sangat kuat. Kepopuleran suatu budaya sangat bergantung pada seberapa jauh media massa gencar mengampanyekannya. Begitu pula media massa, hidup dengan cara mengekspos budaya-budaya yang sedang dan akan populer. Maka kita prioritaskan terlebih dahulu produk-produk budaya yang berkaitan dengan komunikasi massa. Penulis memilih industri film sebagai langkah awal ekspansi budaya secara serius. Film yang penulis maksud meliputi film layar lebar dan sinetron di televisi. Alur cerita dan komunikasi visual akan memudahkan penonton untuk menangkap maksud film dengan cara yang menyenangkan, sementara film juga mudah disisipi pesan-pesan sampingan yang tidak begitu disadari seperti iklan dan propaganda.
Apabila produk-produk budaya yang kita pelopori oleh perfilman telah berhasil meraih pasar dan menumbuhkan minat terhadap budaya Indonesia di manca negara, maka tugas berikutnya adalah memelihara dan mengembangkan minat itu. Pada tahap ini, produk-produk budaya lainnya seperti musik, literatur, hingga fashion akan berperan penting untuk menarik dan mengikat minat budaya itu lebih jauh dan lebih kokoh lagi. Jika kelompok-kelompok fans telah terbentuk di manca negara, maka para selebriti Indonesia akan meraih momentumnya untuk go international. Trend-trend yang berlaku di Indonesia akan turut digandrungi pula di negara-negara yang telah menerima ekspansi budaya kita. Ini bisa diiringi pula dengan masuknya produk-produk lain seperti beragam manufaktur yang membawa nama dan gaya hidup Indonesia. Selangkah demi selangkah, kita menuju hegemoni budaya Indonesia. Selanjutnya jika saatnya tiba, kita boleh tersenyum melihat budaya Indonesia berkibar di mana-mana.
Penulis telah memikirkan untuk mencapai keberhasilan dalam memajukan kebudayaan Indonesia, ada beberapa pelajaran berharga yang penting diperhatikan. Pelajaran pertama yaitu tentang bagaimana memaknai sebuah nasionalisme, jangan pernah tinggalkan Indonesia. Rasa malu dan muak pun harus kita tinggalkan. Pelajaran kedua untuk beranilah bermimpi, hingga membuahkan hasil yang spektakuler. Kita harus optimis dan berani bermimpi, bahwa kita mampu menjadi negara yang besar di kemudian hari. Pelajaran ketiga yaitu Just be yourself. Kita tak harus menjadi orang lain untuk menjadi berguna bagi Indonesia. Just be you: Kenali diri, gali potensi dan maksimalkan sosok berpotensi yang harus tumbuh dan berkembang di semua lini kehidupan: politik, ekonomi, sosial, seni dan budaya, pendidikan dan pertanian, peternakan, kesehatan, dan semuanya, sebagai tiang penyangga yang akan membangun “mimpi besar” Indonesia di kemudian hari. Pelajaran berharga keempat adalah berpikir secara global dan tidak tertutup. Pelajaran yang terakhir atau kelima adalah forward looking atau berpikir jauh ke depan dan merencanakan apa yang akan kita lakukan satu atau tiga bahkan beberapa tahun ke depan.
Selain itu, pemerintah perlu melakukan terobosan dengan memberlakukan Hari Budaya Nusantara. Hari di mana tiap-tiap provinsi atau minimal desa memiliki hari budaya masing-masing yang telah disepakati oleh pemerintah setempat. Setiap daerah wajib menggali budaya daerah serta mentransformasikannya ke dalam sebuah pertunjukkan budaya di daerah tersebut. Penentuan hari budaya juga tidak sembarangan karena harus memiliki nilai-nilai  sejarah serta muatan lokal yang berkembang di daerah masing-masing.
Ada beberapa keuntungan yang bisa diperoleh dengan diselenggarakannya Hari Budaya Nusantara bagi pemerintah dan warga setempat. Pertama, inventarisasi aset budaya bangsa. Dengan hari tersebut, kita bisa mempatenkan budaya tiap-tiap daerah serta bisa juga membuat data seluruh budaya Indonesia. Jadi, kita mampu membungkam anggapan bangsa asing bahwa kita mengabaikan budaya kita sendiri. Kedua, pembangunan karakter dan nasionalisme yang terwujud. Dengan mengetahui nilai-nilai budaya dan sejarah yang terkandung dalam Hari Budaya Nusantara di tiap-tiap daerah, akan mampu membangkitkan rasa nasionalisme serta mampu membentuk karakter bangsa yang asli. Orang Indonesia yang rajin, ramah, telaten, dan beradab akan menjadi cermin bahwa pembangunan budaya juga ikut andil dalam pembangunan karakter bangsa. Diharapkan dengan ini kita juga bisa memadukan kearifan lokal nilai-nilai global, sehingga adopsi yang kita lakukan mampu membentuk budaya dan karakter yang unik dan khas untuk Indonesia. Ketiga, mengangkat ekonomi masyarakat dan negara. Hari Budaya Nusantara yang berbeda tiap daerah memungkinkan setiap saat dikunjungi wisatawan domestik maupun internasional. Secara otomatis akan menambah devisa negara dan menjadi penghasilan tambahan bagi masyarakatnya. Tidak boleh dilupakan juga perlunya promosi, pengelolaan serta bantuan pemerintah untuk membantu budaya di tiap-tiap daerah untuk terlaksana dan berkembang karena hal ini bersifat mutualisme.
Semoga tulisan ini dapat menginspirasi kita semua dalam memaknai dan membangun nasionalisme pada Indonesia tercinta, menjaga kualitas dan kuantitas kebudayaan Indonesia yang telah ada dari pengaruh kebudayaan asing, dan menciptakan  karya cipta budaya yang bermakna pendidikan bagi setiap elemen masyarakat. Jadi, kita merasa bangga dan tak malu menjadi ‘Orang Indonesia’. Sekali lagi nasionalisme bukan sekedar kata-kata, juga bukan sekedar rasa bangga yang membuncah jiwa, nasionalisme adalah akumulasi dari rasa bangga, kreatifitas, inovasi, dan kerja keras yang konsisten dalam sebuah karya nyata, untuk kejayaan Indonesia tercinta. Aku bangga dan cinta Indonesia !    
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Analisa dari wacana semi ilmiah diatas adalah:
1.        Jika diperhatikan dari segi sistematika penulisan, karangan ilmiah sangat menaati kaidah konvensi penulisan secara ketat dan sistematis, sedangkan karangan semi-ilmiah agak longgar meskipun tetap sistematis. Dari segi bentuk, karangan ilmiah memiliki pendahuluan (preliminaris) yang tidak selalu terdapat pada karangan semi-ilmiah.
2.        Dalam karangan semi ilmiah, masih digunakannya beberapa istilah yang sanggup menggambarkan pesan dan materi yang disampaikan.
3.        Fakta-faktanya masih bersifat subyektif serta isinya lebih menampilkan pengalaman pribadi penulis.
4.        Terlihat jelas dari wacana diatas bahwa penulis memberikan berbagai usulan demi perlindungan dan pengembangan kebudayaan tradisional, yang merupakan usulan bersifat argumentatif dan sekaligus mempengaruhi pembaca atau persuasif.
5.        Gaya bahasa yang digunakan dalam wacana semi ilmiah juga dapat menggunakan bahasa formal layaknya wacana ilmiah maupun bahasa popular dengan penggabungan bahasa asing seperti pada wacana diatas ‘Just be yourself’ dan sebagainya.
6.        Diksi (pemilihan kata) juga terdapat dalam wacana tersebut untuk memperkuat pesan yang ingin disampaikan dalam wacana semi ilmiah tersebu. Analisis diksi secara literal menemukan bagaimana satu kalimat menghasilkan intonasi dan karakterisasi, contohnya penggunaan kata-kata yang berhubungan dengan gerakan fisik menggambarkan karakter aktif, sementara penggunaan kata-kata yang berhubungan dengan pikiran menggambarkan karakter yang introspektif. Diksi juga memiliki dampak terhadap pemilihan kata dan sintaks.
7.        Penggunaan tanda baca juga harus selalu diperhatikan, misalnya: tanda seru (!), tanda tanya (?), dan sebagainya. Dalam wacana semi ilmiah diatas, tanda seru dipakai pada akhir wacana sebagai tanda penekanan sebuah ajakan (bersifat persuasif) pada pembaca sehingga apa yang diinginkan penulis dalam sebuah karangan dapat terwujud.

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Nama : ARIF JUNISMAN MENDROFA
Kelas : 1 ID 07

NPM : 314 13 323

Tugas 1 Tata Tulis dan Komunikasi Ilmiah

MENGIDENTIFIKASI PERANAN DAN FUNGSI 
BAHASA INDONESIA DALAM RAGAM TULIS AKADEMIK

DISUSUN OLEH :
NAMA : ARIF JUNISMAN MENDROFA
NPM : 31413323
KELAS : 1ID07

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
 

UNIVERSITAS GUNADARMA
PTA 2013/2014
 --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Di dalam kehidupan sehari-hari, kapan atau dimanapun setiap manusia selalu berbahasa. Bahasa begitu besar peranannya dalam kehidupan manusia mengingat manusia sebagai makhluk sosial, makhluk Tuhan yang tidak bisa hidup tanpa kerja sama dengan orang lain. Secara umum, bahasa lebih dikenal sebagai alat komunikasi.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ”Bahasa adalah kesatuan bunyi penuh arti yang bersifat arbitrer yang berfungsi sebagai sarana komunikasi.”
Sementara, menurut Keraf (2004:1) “Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.”
Berdasarkan pengertian bahasa di atas, dapat dikatakan bahwa bahasa memiliki dua aspek, yaitu aspek sistem (lambang) bunyi dan aspek makna. Bunyi bahasa memiliki sistem, artinya tersusun menurut aturan. Sistem bunyi terdapat pada bahasa lisan, sedangkan sistem bunyi yang digambarkan dengan lambang, yaitu huruf, ditemukan dalam bahasa tulis. Aspek makna dalam bahasa mengandung suatu arti/pengertian yang ditimbulkan oleh bentuk bahasa. Hubungan kedua aspek bahasa tersebut bersifat arbitrer atau manasuka. Hubungan tersebut dikatakan arbitrer, karena antara bahasa sebagai sistem bunyi dan wujud benda/konsep yang dilambangkan dengan bahasa itu sebenarnya tidak ada kaitan langsung. Jadi, hubungan antara bahasa dan wujud bendanya hanya didasarkan pada kesepakatan antarpenutur bahasa di dalam masyarakat bahasa yang bersangkutan.
Berdasarkan situasinya, bahasa dapat dibagi atas dua jenis, yaitu bahasa formal dan bahasa nonformal. Bahasa formal adalah bahasa yang digunakan dalam situasi resmi, sedangkan bahasa nonformal adalah bahasa yang digunakan dalam dituasi tidak resmi.
Berdasarkan penyampaiannya, bahasa dapat dibagi atas dua jenis, yaitu bahasa lisan dan bahasa tulisan. Bahasa lisan adalah bahasa yang yang dipakai dalam berkomunikasi secara langsung, sedangkan bahasa tulisan digunakan dalam berkomunikasi secara tidak langsung.

A.      Sejarah Bahasa Indonesia

1. Sebelum Kemerdekaan
Bahasa Indonesia merupakan salah satu dialek bahasa Melayu. Sudah berabad-abad, bahasa Melayu dipakai sebagai alat perhubungan di antara penduduk Indonesia yang mempunyai bahasa yang berbeda. Bangsa asing yang datang ke Indonesia juga memakai bahasa Melayu untuk berkomunikasi dengan penduduk setempat. Prasasti tertua yang ditulis dalam bahasa Melayu dengan huruf Pallawa berasal dari abad ke-7. Masuknya Islam ke Indonesia sekitar abad ke-13 atau sebelumnya membawa pengaruh pada tradisi tulis dalam bahasa Melayu. Huruf Arab mulai digunakan untuk menulis bahasa Melayu. Tradisi penulisan bahasa Melayu dengan huruf Arab atau dikenal dengan tulisan Jawi ini masih berlangsung sampai abad ke-19.
Pada masa penjajahan Belanda, bahasa Melayu juga tetap dipakai sebagai bahasa perhubungan yang luas. Pemerintah Belanda tidak mau menyebarkan pemakaian bahasa Belanda kepada penduduk pribumi. Hanya sekelompok kecil orang Indonesia yang dapat berbahasa Belanda. Dengan demikian, komunikasi di antara pemerintah dan penduduk Indonesia dan di antara penduduk Indonesia yang berbeda bahasanya sebagian besar dilakukan dengan bahasa Melayu. Selama masa penjajahan Belanda, terbit banyak surat kabar yang ditulis dengan bahasa Melayu.
Pada 28 Oktober 1928 dalam Kongres Pemuda yang dihadiri oleh aktivis dari berbagai daerah di Indonesia, bahasa Melayu diubah namanya menjadi bahasa Indonesia dan diikrarkan dalam Sumpah Pemuda sebagai bahasa persatuan atau bahasa nasional. Pengakuan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan merupakan peristiwa penting dalam perjuangan bangsa Indonesia. Dengan adanya sebuah bahasa persatuan, rasa persatuan bangsa menjadi semakin kuat. Sebagai wujud perhatian yang besar terhadap bahasa Indonesia, pada tahun 1938 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia Pertama di Solo.
Pada masa pendudukan Jepang, pemerintah Jepang memberlakukan pelarangan penggunaan bahasa Belanda. Pelarangan ini berdampak positif terhadap bahasa Indonesia karena bahasa Indonesia dipakai dalam berbagai aspek kehidupan termasuk kehidupan politik dan pemerintahan yang sebelumnya lebih banyak dilakukan dengan bahasa Belanda.

2. Sesudah Kemerdekaan
Sehari sesudah Proklamasi Kemerdekaan, pada 18 Agustus 1945 ditetapkan Undang-Undang Dasar yang di dalamnya terdapat pasal, yaitu Pasal 36, yang menyatakan bahwa “Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”. Dengan demikian, di samping berkedudukan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia juga berkedudukan sebagai bahasa negara. Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia dipakai dalam semua urusan yang berkaitan dengan pemerintahan dan negara.
Sesudah kemerdekaan, bahasa Indonesia mengalami perkembangan yang pesat. Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa negara juga semakin kuat. Perhatian terhadap bahasa Indonesia, baik dari pemerintah maupun masyarakat sangat besar. Pemerintah Orde Lama dan Orde Baru menaruh perhatian besar terhadap perkembangan bahasa Indonesia di antaranya melalui pembentukan lembaga yang mengurus masalah kebahasaan yang sekarang menjadi Pusat Bahasa dan penyelenggaraan Kongres Bahasa Indonesia. Perubahan Ejaan Bahasa Indonesia dari Ejaan van Ophuijsen ke Ejaan yang Disempurnakan selalu mendapat tanggapan dari masyarakat.
Dalam era globalisasi sekarang ini, bahasa Indonesia mendapat saingan dari bahasa Inggris, yang tentu saja merupakan hal yang positif dalam rangka pengembangan ilmu dan teknologi. Akan tetapi, ada gejala semakin mengecilnya perhatian orang terhadap bahasa Indonesia. Tampaknya orang lebih bangga memakai bahasa Inggris daripada bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia yang dipakai juga banyak dicampur dengan bahasa Inggris. Sikap tidak peduli terhadap bahasa Indonesia ini menjadi tantangan yang berat dalam pengembangan bahasa Indonesia. 


B.       Peranan dan Fungsi Bahasa Indonesia

1.        Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional.
Sejak diikrarkan Sumpah Pemuda dalam Kongres Pemuda 28 Oktober 1928, bahasa Indonesia telah menjadi bahasa nasional. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai lambang kebanggaan nasional, lambang identitas nasional, alat pemersatu berbagai suku bangsa, dan alat perhubungan antardaerah dan antarbudaya.
i.           Bahasa Indonesia sebagai Lambang Kebanggaan Nasional.
Adanya sebuah bahasa yang dapat menyatukan berbagai suku bangsa yang berbeda merupakan suatu kebanggaan bagi bangsa Indonesia. Ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia sanggup mengatasi perbedaan yang ada.
ii.             Bahasa Indonesia sebagai Lambang Identitas Nasional.                                           
Untuk membangun kepercayaan diri yang kuat, sebuah bangsa memerlukan identitas. Identitas sebuah bangsa bisa diwujudkan di antaranya melalui bahasanya. Dengan adanya sebuah bahasa yang mengatasi berbagai bahasa yang berbeda-beda, suku-suku bangsa yang berbeda dapat mengidentikkan diri sebagai satu bangsa melalui bahasa tersebut.
iii.           Bahasa Indonesia sebagai Alat Pemersatu Berbagai Suku Bangsa.
Sebuah bangsa yang terdiri atas berbagai suku bangsa yang budaya dan bahasanya berbeda bukan tidak mungkin akan mengalami masalah besar dalam melangsungkan kehidupannya. Dengan adanya bahasa Indonesia yang diakui sebagai bahasa nasional oleh semua suku bangsa yang ada di NKRI, perpecahan itu dapat dihindari karena suku-suku bangsa tersebut merasa satu. Kalau tidak ada sebuah bahasa, seperti bahasa Indonesia, yang bisa menyatukan suku-suku bangsa yang berbeda, akan banyak muncul masalah perpecahan bangsa.

2.        Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional.
Bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa negara, sebagaimana dituangkan di dalam pasal 36 Undang-Undang Dasar 1945 sehingga telah menjadi bahasa resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan, bahasa pengantar dalam dunia pendidikan, alat perhubungan di tingkat nasional untuk kepentingan pembangunan dan pemerintahan, dan alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
          i.         Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Resmi Kenegaraan.
                      Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia dipakai untuk urusan-urusan kenegaraan.                       Dalam hal ini, pidato-pidato resmi, dokumen-dokumen dan surat-surat resmi harus                         ditulis dalam bahasa Indonesia. Upacara-upacara kenegaraan juga dilangsungkan                             dengan bahasa Indonesia. Pemakaian bahasa Indonesia dalam acara-acara                                           kenegaraan sesuai dengan UUD 1945 mutlak diharuskan dan digunakan. Tidak                                dipakainya bahasa Indonesia dalam hal ini dapat mengurangi kewibawaan negara                             karena merupakan pelanggaran terhadap UUD 1945.
 

ii.               Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Pengantar dalam Dunia Pendidikan.
Dunia pendidikan di sebuah negara memerlukan sebuah bahasa yang seragam sehingga kelangsungan pendidikan dapat berjalan dengan baik dan tidak mengganggu keefektifan pendidikan. Selain itu, peserta didik, pengajar, staf atau warga yang dalam lingkungan pendidikan dari tempat yang berbeda sekalipun dapat saling berhubungan dengan adanya bahasa Indonesa. Bahasa Indonesia merupakan satu-satunya bahasa yang dapat memenuhi kebutuhan akan bahasa yang seragam dalam pendidikan di Indonesia. Bahasa Indonesia telah berkembang pesat dan pemakaiannya sudah tersebar luas. Pemakaian bahasa Indonesia dalam dunia pendidikan bukan hanya terbatas pada bahasa pengantar, bahan-bahan ajar juga memakai bahasa Indonesia.
iii.              Bahasa Indonesia sebagai Alat Perhubungan di Tingkat Nasional untuk Kepentingan Pembangunan dan Pemerintahan.
Untuk kepentingan pembangunan di tingkat nasional diperlukan sebuah bahasa sebagai alat perhubungan sehingga komunikasi tidak terhambat. Kalau ada lebih dari satu bahasa yang dipakai sebagai alat perhubungan, keefektifan pembangunan dan pemerintahan akan terganggu karena akan diperlukan waktu yang lebih lama dalam berkomunikasi.
iv.              Bahasa Indonesia sebagai Alat Pengembangan Kebudayaan, Ilmu Pengetahuan, dan Teknologi.
Untuk mengembangkan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi diperlukan bahasa yang bisa dipakai untuk keperluan pengembangannya dan dapat dimengerti oleh masyarakat luas. Tanpa bahasa Indonesia, pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi di Indonesia akan mengalami hambatan karena proses pengembangannya akan memerlukan waktu yang lama dan hasilnya pun tidak akan tersebar secara luas. Bahasa Indonesia merupakan satu-satunya bahasa di Indonesia yang memenuhi syarat sebagai alat pengembang kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi karena bahasa Indonesia telah dikembangkan dimengerti oleh masyarakat Indonesia.
3.        Bahasa Indonesia dalam Karya Ilmiah.
Karya ilmiah adalah tulisan yang berisi argumentasi penalaran keilmuan yang dikomunikasikan lewat bahasa tulis yang formal dengan sistematis-metodis dan menyajikan fakta umum serta ditulis menurut metodologi penulisan yang benar. Karya ilmiah ditulis dengan bahasa yang konkret, gaya bahasanya formal, kata-katanya teknis dan didukung fakta yang dapat dibuktikan kebenarannya.
Beberapa ciri Karya Ilmiah yaitu:
- Objektif.
Keobjektifan ini terlihat pada setiap fakta dan data yang diungkapkan berdasarkan kenyataan yang sebenarnya dan tidak dimanipulasi. Setiap pernyataan atau simpulan yang disampaikan berdasarkan bukti-bukti yang bisa dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, siapa pun dapat mengecek (memverifikasi) kebenaran dan keabsahannya.
- Netral.
Kenetralan ini bisa terlihat pada setiap pernyataan atau penilaian bebas dari kepentingan-kepentingan tertentu baik kepentingan pribadi maupun kelompok. Oleh karena itu, pernyataan-pernyataan yang bersifat mengajak, membujuk, atau mempengaruhi pembaca perlu dihindarkan.
- Sistematis.
Uraian yang terdapat pada karya ilmiah dikatakan sistematis apabila mengikuti pola pengembangan tertentu, misalnya pola urutan, klasifikasi, kausalitas, dan sebagainya. Dengan cara demikian, pembaca akan bisa mengikutinya dengan mudah alur uraiannya.
- Logis.
Kelogisan ini bisa dilihat dari pola nalar yang digunakannya, pola nalar induktif atau deduktif. Kalau bermaksud menyimpulkan suatu fakta atau data digunakan pola induktif; sebaliknya, kalau bermaksud membuktikan suatu teori atau hipotesis digunakan pola deduktif.
- Menyajikan fakta (bukan emosi atau perasaan).
Setiap pernyataan, uraian, atau simpulan dalam karya ilmiah harus faktual, yaitu menyajikan fakta. Oleh karena itu, pernyataan atau ungkapan yang emosional (menggebu-gebu seperti orang berkampanye, perasaan sedih seperti orang berkabung, perasaan senang seperti orang mendapatkan hadiah, dan perasaan marah seperti orang bertengkar) hendaknya dihindarkan.
-  Tidak Pleonastis
Maksudnya kata-kata yang digunakan tidak berlebihan alias hemat kata-katanya atau tidak berbelit-belit (langsung tepat menuju sasaran).
-  Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Indonesia dengan ragam formal.

Pada prinsipnya semua karya ilmiah yaitu hasil dari suatu kegiatan ilmiah. Dalam hal ini yang membedakan hanyalah materi, susunan , tujuan serta panjang pendeknya karya tulis ilmiah tersebut,. Secara garis besar, karya ilmiah di klasifikasikan menjadi dua, yaitu karya ilmiah pendidikan dan karya ilmiah penelitian.

i.                Karya Ilmiah Pendidikan.
Karya ilmiah pendidikan digunakan tugas untuk meresume pelajaran, serta sebagai persyaratan mencapai suatu gelar pendidikan. Karya ilmiah pendidikan terdiri dari:
        a.  Paper (Karya Tulis).

Paper atau lebih populer dengan sebutan karya tulis, adalah karya ilmiah berisi ringkasan atau resume dari suatu mata kuliah tertentu atau ringkasan dari suatu ceramah yang diberikan oleh dosen kepada mahasiswanya.
Tujuan pembuatan paper ini adalah melatih mahasiswa untuk mengambil intisari dari mata kuliah atau ceramah yang diajarkan oleh dosen, penulisan paper ini agak di perdalam dengan sistematika antara lain:
Bab I Pendahuluan  
Bab II Pemaparan Data
Bab III Pembahasan atau Analisis
Bab IV Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

b.   Pra Skripsi.

Pra Skripsi adalah karya tulis ilmiah pendidikan yang digunakan sebagai persyaratan mendapatka gelar sarjana muda. Karya ilmiah ini disyaratkan bagi mahasiswa pada jenjang akademik atau setingkat diploma 3 ( D-3).
Sistematika penulisannya terdiri dari:

Bab I Pendahuluan (latar belakang pemikiran, permasalahan, tujuan penelitian atau manfaat penelitian dan metode penelitian).
Bab II gambaran umum (menceritakan keadaan di lokasi penelitian yang dikaitkan dengan permasalahan penelitian).
Bab III deskripsi data (memaparkan data yang diperoleh dari lokasi penelitian).
Bab IV analisis (pembahasan data untuk menjawab masalah penelitian).
Bab V penutup (kesimpulan penelitian dan saran).
c.       Skripsi.
Skripsi adalah karya tulis ilmiah yang mengemukakan pendapat penulis berdasarkan pendapat orang lain. Pendapat yang diajukan harus didukung oleh data dan fakta- fakta empiris-objektif baik berdasarkan peneliian langsung (observasi lapangan ) maupun penelitian tidak langsung (studi  kepustakaan) skripsi ditulis sebagai syarat mendapatkan gelar sarjana S1. Pembahasan dalam skripsi harus dilakukan mengikuti alur pemikiran ilmiah yaitu logis dan empiris.
d.      Thesis.
Thesis adalah suatu karya ilmiah yang sifatnya lebih mendalam dari pada skripsi, thesis merupakan syarat untuk mendapatkan gelar magister (S-2).
Penulisan thesis bertujuan mensinthesikan ilmu yng diperoleh dari perguruan tinggi guna mempeluas khasanah ilmu yang telah didapatkan dari bangku kuliah master, khasanah ini terutama berupa temuan-temuan baru dari hasil suatu penelitian secara mendalam tentang suatu hal yang menjadi tema thesis tersebut.
e.       Disertasi
Disertasi adalah suatu karya tulis ilmiah yang mengemukakan suatu dalil yang dapat dibuktikan oleh penulis berdasarkan data dan fakta akurat dengan analisis terinci. Dalil yang dikemukakan biasanya dipertahankan oleh penulisnya dari sanggahan-sanggahan senat guru besar atau penguji pada suatu perguruan tinggi, disertasi berisi tentang hasil penemuan-penemuan penulis dengan menggunakan penelitian yang lebih mendalam terhadap suatu hal yang dijadikan tema dari desertasi tersebut, penemuan tersebut bersifat orisinil dari penulis sendiri, penulis disertasi yang berhasil menjawab semua pertanyaan dan tantangan dari penguji berhak menyandang gelar Doktor (Strata 3) gelar tertinggi dalam dunia pendidikan.
ii.                  Karya ilmiah Penelitian.
a.       Makalah seminar.
Makalah Seminar adalah karya ilmiah tang barisi uraian dari topik yang membahas suatu permasalahan yang akan disampaikan dalam forum seminar. Naskah ini bisa berdasarkan hasil penelitian pemikiran murni dari penulisan dalam membahas atau memecahkan permasalahan yang dijadikan topik atau dibicarakan dalam seminar.
b.      Laporan hasil penelitian
Laporan adalah bagian dari bentuk karya tulis ilmiah yang cara penulisannya dilakukan secara relatif singkat. Laporan ini bisa dikelompokkan sebagai karya tulis ilmiah karena berisikan hasil dari suatu kegiatan penelitian meskipun masih dalam tahap awal.
c.   Jurnal penelitian
Jurnal penelitian adalah buku karya ilmiah yang terdiri dari asal penilitian dan resensi buku. Penelitian jurnal ini harus teratur, berlanjut dan mendapatkan nomor dari perpustakaan nasional berupa ISSN (international standard serial number).
C.      Ragam Bahasa.
Tanpa disadari dalam kenyataannya didalam masyarakat terdapat bermacam-macam pemakaian bahasa. Sebagai akibatnya, timbul anggapan pemakaian bahasa tidak memuaskan, terutama di kalangan pelajar/mahasiswa, bahkan di kalangan guru dan cendekiawan. Dengan hal itu, timbul dua masalah pokok, yaitu masalah penggunaan bahasa baku dan masalah penggunaan bahasa tak baku. Penggunaan bahasa baku dan tak baku itu memang berkaitan dengan situasi resmi dan tak resmi.
Ada tiga kriteria penting yang perlu diperhatikan jika kita berbicara tentang ragam bahasa. Ketiga kriteria itu adalah:
1.      media yang digunakan,
Berdasarkan media yang digunakan untuk menghasilkan bahasa, ragam bahasa dapat dibedakan atas:
a. ragam bahasa lisan
b. ragam bahasa tulis
2.   latar belakang penutur.
Dilihat dari segi penuturnya, ragam bahasa dapat dibedakan menjadi
a. ragam daerah (dialek),
b. ragam bahasa terpelajar,
c. ragam bahasa resmi,  
d. ragam bahasa tak resmi.  
3.    pokok persoalan yang dibicarakan.
Berdasarkan pokok persoalan yang dibicarakan, ragam bahasa dapat dibedakan atas bidang-bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, misalnya, ragam bahasa ilmu, ragam bahasa hukum, ragam bahasa niaga, ragam bahasa sastra, dan sebagainya.

D.      Ragam Ilmiah dalam Bahasa Indonesia.

Seseorang yang menggunakan bahasa Indonesia untuk orasi politik, misalnya, akan menggunakan ragam yang berbeda dari orang lain yang menggunakannya untuk menyampaikan bahan kuliah Fisika. Dalam dunia akademik/ilmiah, ragam bahasa Indonesia yang digunakan adalah ragam ilmiah.
Bahasa Indonesia ragam ilmiah merupakan salah satu ragam bahasa Indonesia yang digunakan dalam menulis karya ilmiah. Sebagai bahasa yang digunakan untuk memaparkan fakta, konsep, prinsip, teori, atau gabungan dari keempatnya, bahasa Indonesia diharapkan bisa menjadi media yang efektif untuk komunikasi ilmiah, baik secara tertulis maupun lisan. Selanjutnya, bahasa Indonesia ragam ilmah memiliki karakteristik cendekia, lugas dan jelas, menghindari kalimat fragmentaris, bertolak dari gagasan, formal dan objektif, ringkas dan padat serta konsisten.
Bahasa Indonesia bersifat cendekia artinya bahasa Indonesia itu mampu digunakan secara tepat untuk mengungkapkan hasil berpikir logis, yakni mampu membentuk pernyataan yang tepat dan saksama. Sementara itu, sifat lugas dan jelas dimaknai bahwa bahasa Indonesia mampu menyampaikan gagasan secara langsung sehingga makna yang ditimbulkan adalah makna lugas. Bahasa Indonesia ragam ilmiah juga menghindari kalimat fragmentaris. Kalimat fragmentaris adalah kalimat yang belum selesai. Kalimat ini terjadi antara lain karena adanya keinginan penulis mengungkapkan gagasan dalam beberapa kalimat tanpa menyadari kesatuan gagasan yang akan diungkapkan.
Bahasa Indonesia ragam ilmiah mempunyai sifat bertolak dari gagasan. Artinya, penonjolan diarahkan pada gagasan atau hal yang diungkapkan dan tidak pada penulis. Implikasinya, kalimat yang digunakan bernada formal dan kalimat-kalimatnya mengandung unsur yang lengkap. Sementara itu, sifat ringkas dan padat direalisasikan dengan tidak adanya unsur-unsur bahasa yang mubazir. Itu berarti menuntut adanya penggunaan bahasa yang hemat. Terakhir, sifat konsisten ditampakkan pada penggunaan unsur bahasa, tanda baca, tanda-tanda lain, dan istilah yang sesuai dengan kaidah dan semuanya digunakan secara konsisten.